Kiai Haji Husein Muhammad dikenal karena kealiman dan pengabdiannya kepada isu kemanusiaan yang luar biasa.
Beliau lahir di Desa Arjawinangun, Cirebon yang tumbuh dalam tradisi Pesantren Daarut Tauhid. Kiai Husein dikenal sebagai kiai pembawa rahmat bagi Islam dan perempuan. Genealogi keilmuannya tentang keadilan gender berakar dari tradisi pesantren yang didominasi oleh kitab kuning. Kiai Husein melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Pesantren Lirboyo (Kediri, Jawa Timur), Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (Jakarta), dan Universitas Al-Azhar (Mesir).
Pada 1990-an, beliau bertemu dengan Kiai Masdar F Mas’udi dan Lies Marcoes Natsir dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang sedang menjalankan program Islam dan hak reproduksi perempuan di pesantren. Sejak itu, Kiai Husein banyak terlibat dengan berbagai kajian kemanusiaan seputar perempuan dan gender, seperti kekerasan dalam rumah tangga, melonjaknya angka perceraian, maraknya pernikahan anak, dan perilaku diskriminatif lainnya. Beliau sempat menjadi Anggota Komisioner Komnas Perempuan selama dua periode.
Hidup dalam tradisi pesantren yang lekat dengan tradisi patriarki, lalui bertemu dengan berbagai isu seperti tersebut, membuat Kiai Husein melakukan transformasi menjadi kiai yang berbeda. Bahkan bagi sebagian orang, beliau dianggap nyeleneh, kontroversial dan dinilai cukup liberal.
Kiai pembawa rahmat tersebut mensinyalir ada pemikiran dan ajaran Islam yang jumud dan justru mengancam keberadaan umat manusia, khususnya perempuan. Hal itu membuat beliau berpikir bahwa tidak ada jalan lain kecuali Islam harus dikembalikan maknanya sebagai agama rahmat dan kasih sayang.
‘Rahmat’ menurut Kiai Husein mengandung arti riqqah al-Qalb atau kepekaan hati, al-Ta’athuf atau kelembutan jiwa, dan al-Maghfirah atau pemaaf. Rahmat adalah sesuatu yang menimbulkan rasa indah, damai, dan penuh kebaikan. Terlebih semangat ‘Rahmat’ bagi perempuan. Bagi Kiai Huseun, mustahil Al-Quran dan hadis mengesampingkan dan menyepelekan keberadaan perempuan. Al-Quran dan hadis justru menjadi inspirasi kasih sayang terhadap perempuan karena Islam sangat memuliakan perempuan.
Maka jelas, jika ada pemikiran dan ajaran Islam yang terkesan menyepelekan atau merendahkan perempuan, maka itu bukanlah ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Kiai Husein produktif menyuarakan isu-isu kemanusiaan seputar perempuan dan gender dalam buku-buku yang ditulisnya dan juga di media sosial. Buku yang sudah terbit dan cukup fenomenal adalah Fikih Perempuan: Refleksi Kiyai atas Wacana Agama dan Gender (2001), selain itu beliau juga menulis buku Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiyai Pesantren (2005), Spiritulitas Kemanusiaan: Perspektif Islam Pesantren (2005), Ijitihad Kyai Huseun: Upaya Membangun Keadilan (2011), Mengaji Pluralisme Maha Guru Pencerahan (2011), Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur (2012), dan Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus (2015).
Dalam buku Mencintai Tuhan, Mencintai Kesetaraan: Inspirasi dari Islam dan Perempuan beliau mengatakan bahwa perempuan adalah manusia sebagaimana juga laki-laki. Perempuan memiliki seluruh potensi sebagaimana yang dimiliki laki-laki: akal yang berpikir, naluri yang merasa, dan tubuh yang bergerak dalam ruang dan waktu. Akan tetapi dalam realitas kehidupan bermasyarakat dan berbangsa sampai hari ini, kita menyaksikan bahwa masih banyak makhluk Tuhan berjenis kelamin perempuan belum sepenuhnya memperoleh kemerdekaan seperti laki-laki.
Di tangan Kiai Husein Islam ditafsirkan ramah perempuan. Bagaimana beliau membela perempuan memang sangat mengesankan. Persoalan perempuan mengenai hak waris, wali nikah, imam salat, kesehatan reproduksi, seksualitas, aurat, dan lainnya dikupas dan dikaji oleh Kiai Husein secara kontekstual. Tidak heran jika kemudian beliau menyandang sebagai satu-satunya kiai pesantren yang paling jujur membela perempuan. Namanya tercatat dalam The 500 Most Influential Muslim (The Royal Islamic Center tahun 2010, 2011, dan 2012). Pada 2006 beliau dianugerahi penghargaan Heroes to End Morn-Day Slavery oleh pemerintah Amerika Serikat.
Kita membutuhkan kiai-kiai lainnya segigih dan sejujur Kiai Husein yang mempunyai cara pandang dan keberpihakan untuk keadilan dan kesetaraan perempuan.
Oleh Mamang M. Haerudin, Mitra Rahima di Cirebon.
Similar Posts:
- Sejarah
- Pidato Pengukuhan Ulama Perempuan Muda Jawa Barat: Ulama Perempuan Untuk Kemaslahatan Manusia dan Penyelamatan Alam Sebagai Ruh Gerakan Rahima
- HAM dan HAP dalam Perspektif Islam
- Menjadi Laki Laki Baru (Rasulullah Adalah Contoh Laki Laki Baru)
- Nyi Ratu Ageng, Ahli Agama dan Ahli Strategi Perang dari Sragen