Oleh : Anis Fachrotul Fuadah
Perjalanan Pengetahuan Annemarie Schimmel
Annemarie Schimmel adalah seorang cendekiawan terkemuka dan amat berpengaruh dalam studi Islam dan Tasawuf. Schimmel lahir pada bulan April 1922 di kota Erfurt, Jerman. Pada usia 15 tahun dia mempelajari Bahasa Arab dengan penuh semangat cinta, dan pada tahun 1956 telah berhasil menjadi dosen di Universitas Marburg, Jerman. Di usia 21 tahun, ia mendapat gelar Doktor bidang Bahasa dan Peradaban Islam dari Universitas Berlin. Dan pada umur 23, Schimmel ditahbiskan sebagai Profesor Kajian Islam dan Arab di Universitas Marburg, Jerman, tempat ia mendapat gelar Doktor keduanya dalam bidang Sejarah Agama. Sejak 1967 hingga 1992, ia menjadi tenaga pengajar dan Guru Besar Emeritus bidang Kebudayaan Indo-Muslim di Universitas Harvard.
Fase penting dalam hidupnya terjadi pada 1954,ketika ia menjadi professor Sejarah Agama di Universitas Ankara, Turki. Schimmel sering mengadakan kunjungan ke Konya, tempat dimakamkannya Sang Maulana. Tanggal 17 Desember 1954, di acara peringatan hari lahirnya Rumi, ia diberi kehormatan untuk menyampaikan kuliah terbuka. Kegiatan itu baru mulai diselenggarakan kembali setelah lama dilarang oleh pemerintahan Republik Turki. Di sanalah untuk pertama kalinya Schimmel berkesempatan menyaksikan secara langsung tarian berputar(sama’). Pengalaman ini membuat figur Rumi semakin hidup dalam dirinya. Dan, menjadi sumber inspirasi dan penenang harinya, hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Selama hidupnya Schimmel mempunyai misi untuk membangun pengertian tentang Islam. Dia menggunakan teks-teks puitis dan ungkapan-ungkapan artisik, serta menelaah praktik-praktik dan tradisi religius umat Muslim dan memaparkan sisi yang lebih halus dari kebudayaan religius Islam sehingga bisa memberikan pemahaman yang baik bagi orang-orang yang ingin memahami Islam sebagaimana yang dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya.
Annemarie Schimmel adalah seorang orientalis yang memandang sejarah Islam dengan kacamata objektif dan adil. Dari karya-karya dan perjalanan pengetahuannya terlihat jika Annemarie Schimmel adalah orang yang begitu mencintai Islam –seorang pecinta yang telah rela berkorban demi cintanya.
“Mungkin saya kafir dan mungkin juga saya mukmin. Ilmu tentang semua ini berada di tangan Tuhan. Tetapi aku ingin menazarkan diriku sebagai seorang hamba yang bersih; nazar untuk seorang figure agung Muhammad Rasulullah.”
Jiwa pertualangan Shimmel dalam dunia intelektual, mempertemukannya dengan Freidrich Heiler, sang pakar terkenal dalam bidang sejarah agama-agama. Satu hal yang membuat Schimmel tertarik pada Heiler adalah kesadarannya tentang pentingnya sumbangan perempuan terhadap agama dan keilmuan. Shimmel dalam pergolakan keilmuannya pula meyakini bahwa pendekatan fenomenologis terhadap agama dapat membawa ke arah toleransi yang diperlukan dalam kehidupan bersama di dunia ini. Di mana proses panjang belajar baginya adalah menghadirkan kesadaran bahwa “belajar adalah mengubah pengetahuan dan pengalaman menjadi kearifan dan kasih sayang, untuk menjadi ‘dewasa’”.
Aspek Feminin dalam Spiritualitas Islam
Karyanya, My Soul is a Woman; Aspek Feminin dalam Spiritualitas Islam, mencoba menguak sisi lain atas makhluk ciptaan Tuhan, perempuan. Melalui karyanya tersebut, Schimmel tertarik melihat peranan perempuan dalam mistisisme Islam. Di mana pada tataran tersebut, perempuan memiliki peranan yang sangat penting dan memiliki pencapaian yang luarbiasa. Mereka bukanlah makhluk sebagaimana istilah yang kerap dilekatkan padanya sebagai “the second class” atau pun “the other”. Mengapa demikian? Karena pada wilayah mistik atau spiritualitas, tidak ada lagi perbedaan laki-laki maupun perempuan, yang ada hanyalah perjalanan Sang Jiwa pada Tuhannya.
“Ada satu wilayah dimana perempuan benar-benar menikmati hak yang sama, dan itu adalah dalam mistisisme (spiritualitas), meskipun perempuan yang sempurna masih dikatakan sebagai “priaTuhan”. Kekaguman atas kaum perempuan yang saleh dan berilmu serta bertakwa merupakan komponen yang telah dikenal luas dalam sejarah Islam, dan kepada merekalah telaah ini mengarahkan perhatiannya. Entah itu perempuan dalam wujud tokoh sejarah atau sebagai lambang jiwa manusia yang merindukanTuhan” .
Karya ini juga sebagai kritiknya terhadap para feminis Barat yang menghakimi Islam tanpa meluangkan waktu untuk memahami budaya, bahasa, dan tradisi berbagai tempat Islam berkembang. Schimmel juga ingin menghancurkan stereotype tentang perempuan Islam dan menunjukkan berbagai teladan dalam Islam tentang kesetaraan, pemikiran Nabi Muhammad dan Alquran, serta bahasa feminine tradisi sufistik. Keunggulan dan pencapaian perempuan di wilayah mistisisme ini, dijelaskan Schimmel dengan mengangkat beberapa tokoh perempuan terkemuka, baik yang pernah ada di zaman Rasulullah maupun beberapa tokoh perempuan lain yang jauh setelah zamannya yang menekuni bidang Tasawuf, sebagai bukti akan pencapaian tersebut.
Beberapa tokoh perempuan yang dimaksudkan adalah: pertama, Khadijah: perempuan yang memainkan peranan penting ketika menghadapi masa-masa sulit Rasulullah menerima wahyu dari Tuhan dan menyebarkannya. Perempuan yang meyakinkan Rasulullah akan wahyu Allah yang diamanahkan padanya. Kedua, Fatimah Az-zahrah: yang mendapat gelar ibu kaum beriman. Perempuan tangguh dan soleha yang melalui rahimnya melahirkan dua Cahaya penegak agama Islam. Ketiga, Maryam as.: perempuan yang menjaga kesuciannya dan dipercaya akan melahirkan seorang nabi. Perempuan yang namanya terus diabadikan melalui satu surah dalam kitab Alquran. Selain beberapa tokoh perempuan paripurna ini, muncul pula tokoh asketik dari Basrah, Rabi’ah Al-Adawiah yang diyakini sebagai tokoh yang mengubah asketisme yang suram menjadi mistisisme cinta kasih yang murni. Pencapaian spiritual Rabi’ah itu tampak dalam sebuah cerita yang dikisahkan bahwa Rabi’ah sebagai tokoh asketik yang saleha pernah berlari melintasi Basrah dengan seember air di satu tangan dan obor menyala di tangan lainnya. Dan ketika ditanya alasan perbuatannya tersebut, dia menjawab “Aku ingin menuangkan air ke dalam neraka dan mengobarkan api di surga, sehingga kedua selubung ini lenyap, dan tak seorang pun akan menyembah Tuhan karena takut akan neraka atau mengharapkan surga, melainkan semata-mata demi keindahan-Nya yang abadi.”
Selain Rabi’ah, tokoh asketik lainnya adalah Maryam Al-Basriyyah, Bahriyya Al-Mausuliyyah dan tokoh yang menonjol di antara para perempuan sufi yang menikah adalah Fathimah dari Nisyapur. Fatimah menikah dengan Ahmad Khidruya dan diceritakan telah sering membimbing suaminya menyusuri jalan mistik. Selain itu, ada perempuan suci yang dikisahkan Ibn Arabi yang ditemuinya di Sevilla. Nama perempuan tersebut adalah Syams, ibu kaum miskin, yang digambarkannya sebagai seorang ahli mistik tingkat tinggi dengan intuisi yang luar biasa, namun dia sering menutup-nutupi kedudukan spiritualnya yang tinggi.
Selain bukti dari pencapaian beberapa tokoh perempuan di bidang tasawuf dan perjalanan spiritual ini, Schimmel menyinggung beberapa hadis yang mengangkat derajat perempuan, sebagai titik balik dari persepsi negatif tentang perempuan yang nyaring dibincangkan selama ini. Di antara hadis tersebut adalah “Allah telah membuatku menyayangi dari duniamu kaum wanita dan wewangian, dan kebahagiaan bagi mataku adalah ketika shalat”, termasuk sabda nabi tentang Surga yang berada di telapak kaki ibu. Sehingga sudah sepantasnya seorang ibu mendapatkan dukungan dan perhatian dari anak-anaknya tanpa henti. Beberapa hadis yang merupakan perkataan Rasulullah saw. ini, menegaskan kualitas dan potensi yang dimiliki perempuan. Dari aspek yang lain, Schimmel juga menelisik akar kata nama Ilahi yang selalu disebutkan, Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang), berasal dari akar yang sama sebagaimana rahim, peranakan ibu.
Keberadaan perempuan dalam hal ini menjadi misteri yang mencoba diretas oleh para ahli mistik sufi dengan mengambil medan jiwa dan kualitas feminin yang terdapat di dalamnya. Bahkan lebih jauh, para sufi memandang jiwa itu sebagai feminin dalam pengertian metafisik.{} Diolah dari berbagai Sumber Bacaan.