Oleh : Faqihuddin Abdul Kodir
Ada teladan Nabi Muhammad saw. mengenai pengasuhan anak. Yaitu kisah yang direkam Imam Bukhari dalam Sahihnya mengenai cucu Nabi saw Umamah bint Abi al-Ash ra. yang digendong baginda selama shalat.
عن أبي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ عَلَى عَاتِقِهِ، فَصَلَّى فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا، وَإِذَا رَفَعَ رَفَعَهَا. (رواه البخاري في صحيحه، رقم الحديث: 6062، كتاب الأدب، باب رَحْمَةِ الْوَلَدِ وَتَقْبِيلِهِ وَمُعَانَقَتِهِ).
Artinya : Dari Abu Qatadah ra, berkata: “Suatu saat Nabi saw pernah keluar menggendong Umamah putri Abi al-‘Ash di pundaknya. Beliau shalat (dalam keadaan menggendong sang cucu). Ketika sujud ia turunkan putri itu, dan ketika berdiri ia angkat lagi ke pundaknya. (Sahih Bukhari, no. Hadis: 515).
Hadis ini tidak hanya diriwayatkan Imam Bukhari. Tetapi juga Imam Muslim dalam Sahihnya (no. Hadis: 1240, 1241, 1242, dan 1243), Imam Abu Dawud dalam Sunannya (no. Hadis: 918, dan 921), Imam Nasa’i dalam Sunannya (no. Hadis: 719, 835, dan 1213), dan Imam Malik dalam al-Muwatta (no. hadis: 415).
Ini menunjukkan betapa kisah teladan ini dikenal secara baik oleh para ulama Hadis. Bisa jadi, kita bingung bagaimana mempraktikkan teladan ini. Atau karena kita tidak paham apa maksud dari teladan Nabi saw. tersebut tersebut. Di satu sisi, kita menginginkan ketenangan dalam shalat, sebagaimana dianjurkan, tapi di sisi yang lain kita juga diajarkan untuk ikut terlibat mengasuh dan membahagiakan anak. Tetapi yang pasti, teks ini memberi gambaran bagaimana seorang laki-laki, baik sebagai kakek atau ayah, dalam Islam harus ikut terlibat secara aktif dalam mengasuh dan membesarkan anak.
Kisah lain yang sejenis adalah bahwa ketika Nabi saw. sedang berkhutbah, lewatlah dua cucu baginda, Hasan dan Husein. Lalu baginda berhenti sejenak dari khutbah, menggendong dan membawa mereka ke mimbar. (Sunan Turmudzi, no. 4143; Sunan Nasa’i, no. 1424 dan 1526; dan Musnad Ahmad, no. 23461).
عن أَبِى بُرَيْدَةَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُنَا إِذْ جَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنَ الْمِنْبَرِ فَحَمَلَهُمَا وَوَضَعَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ (سنن الترمذي، سنن النسائي، ومسند أحمد).
Artinya : Dari Abu Buraidah, bercerita: Bahwa suatu saat Rasulullah saw. sedang berkhutbah di hadapan kami, lalu datang Hasan dan Husein berbaju merah berjalan dan terjatuh. Nabi saw. turun dari mimbar, menggendong dan membawa mereka di pangkuan baginda. (Sunan Turmudzi, no. 4143; Sunan Nasa’i, no. 1424 dan 1526; dan Musnad Ahmad, no. 23461).
Kisah lain yang juga hampir serupa. Bahwa suatu saat Nabi saw. sujud dalam shalat jama’ah di masjid lama sekali. Salah seorang sahabat bangun dari sujud. Khawatir ada sesuatu yang terjadi pada diri Nabi saw. Lalu dilihatnya ada Hasan dan Husein sedang menaiki pundak Nabi saw. Ketika selesai shalat, para sahabat bertanya: baginda sujud lama sekali, kami khawatir. Kata Nabi saw.: “Tidak, bukan itu semua, ini cucu-cucuku menaiki diriku saat sujud”.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى إِحْدَى صَلاَتَىِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَىْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِى فَرَفَعْتُ رَأْسِى وَإِذَا الصَّبِىُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ سَاجِدٌ فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِى فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَىْ صَلاَتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِى ارْتَحَلَنِى فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ (سنن النسائي ومسند أحمد).
Artinya : Dari Abdullah bin Syidad, dari ayahnya, bercerita: Bahwa Nabi saw. suatu saat keluar rumah mau shalat Isya, sambil menggendong Hasan dan Husein. Saat baginda maju ke depan (menjadi imam), Hasan dan Husein diturunkan. Lalu mulai takbir mengawali shalat. Shalatpun dimulai. Ketika sujud, baginda melakukannya dalam waktu yang cukup lama”. Ayahku lalu berkata: “Aku angkat kepalaku, aku lihat ternyata ada anak itu yang sedang naik di punggung Rasulullah saw. ketika baginda sujud. Maka aku pun kembali sujud. Ketika shalat sudah selesai, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, baginda sujud lama sekali, sampai kami khawatir terjadi sesuatu, atau ada wahyu yang turun pada baginda”. Nabi menjawab: “Semua itu tidak terjadi, tetapi anakku menaiki (punggung)-ku, jadi aku tidak suka mempercepat (sujud) sampai ia menyelesaikan keinginannya”. (Sunan Nasai, no. 1149 dan Musnad Ahmad, no. 16279 dan 28295).
Dalam teks-teks hadis di atas, menunjukkan betapa dalam teladan Nabi saw., bahkan ketika shalat dimana kita diminta khusyu’ sekalipun, kita masih diajarkan untuk membahagiakan anak-anak. Membahagiakan anak adalah bagian dari pengasuhan anak. Jika hal ini dilakukan oleh Nabi saw., sebagai laki-laki, maka setiap laki-laki, terutama yang menjadi ayah, adalah orang yang paling dituntut untuk ikut terlibat dalam pengasuhan anak.
Lebih dari itu, teks-teks hadis di atas juga memberikan inspirasi bahwa menggendong, mengasuh, dan menemani anak bermain, adalah bagian dari teladan Sunnah Nabi saw. Jadi, mereka yang melakukan kerja-kerja pengasuhan anak, baik dilakukan oleh ayah maupun ibu, adalah mereka yang sedang mengamalkan nilai-nilai luhur Islam dan teladan Nabi saw. Mereka, baik laki-laki maupun perempuan, patut diapresiasi dan didukung oleh sistem sosial, budaya, agama dan kebijakan negara. Pengasuhan anak secara bersama, antara ayah dan ibu, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, adalah bagian dari implementasi empat pilar pernikahan yang sudah digariskan Alquran. Wallahu a’lam.
Baca Juga :
Dirasah Hadis : Ayah Mengasuh Anak: Perspektif Hadis (1)