Islam, demikian juga agama-agama yang lain selalu menjadi sistem keyakinan teologis yang teralu suci untuk bisa dihubungkan dengan kekerasan terhadap siapapun. Hal ini karena agama datang dari Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim, kasih dan sayang kepada hamba-hamba-Nya. Di dalam Islam sebagaimana diungkapkan oleh kitab suci al Qur-an sengaja dihadirkan Tuhan melalui utusan-Nya untuk membebaskan manusia dari ketertindasannya menuju kehidupan yang sejahtera ; “yukhrijuhum min al zhulumat ila al nur”, dan menjadi rahmat bagi alam semesta : “Wa maa arsalnaka illa rahmatan li al ‘alamin” (al Qur-an). Visi keagamaan ini diungkapkan pula dalam sejumlah istilah dan konsep yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya adalah keadilan, kejujuran, kebenaran, kebaikan (al Ihsan, al Birr, al Ma’ruf), kemaslahatan umum (kebaikan publik), penghormatan terhadap martabat manusia (karamah al insan) dan sejumlah nilai-nilai moral yang agung dan mulia. Sebagai sasaran misi dan visi Islam, manusia menurut al Qur-an adalah makhluk Tuhan yang paling terhormat dibanding ciptaan-Nya yang lain ; “wa laqad karramna bani Adam”. (al Qur-an).
Teks-teks normatif Islam tidak hanya menekankan tindakan-tindakan positif manusia terhadap sesamanya, melainkan juga menekankan penghapusan segala bentuk pelanggaran terhadap kemanusiaan termasuk tindakan-tindakan yang merendahkan, melecehkan martabat manusia dalam bentuknya yang mungkin sederhana seperti menggunjing atau menyebut orang dengan nama panggilan yang buruk. Perbuatan ini dipandang sebagai bentuk kezaliman. Al Qur’an menegaskan : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan janganlah perempuan-perampuan mengolok-olok perempuan yang lain karena boleh jadi perempuan-perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu meencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan julukan-julukan yang buruk”. (Q.S. al Hujurat,[49]; 11). Logika analogis dari kasus ini tentu saja mengarah pada pelarangan sekaligus menyatakannya sebagai kezaliman segala bentuk perendahan manusia apalagi kekerasan, pelukaan, penelantaran dan penghilangan nyawa. Dan akhirnya sebuah kesimpulan umum menyatakan : “la dharar wa la dhirar”.(tidak merugikan diri sendiri dan orang lain).
Islam adalah agama yang selalu menghendaki tegaknya konstruksi dan sistem kehidupan sosial yang adil, sejahtera, aman dan menghormati martabat manusia di satu sisi dan tidak mentoleransi segala bentuk perendahan martabat manusia apapun alasannya di sisi yang lain.
Dari sedikit uraian di atas kita dapat menyimpulkan dengan tegas bahwa Islam adalah agama yang selalu menghendaki tegaknya konstruksi dan sistem kehidupan sosial yang adil, sejahtera, aman dan menghormati martabat manusia di satu sisi dan tidak mentoleransi segala bentuk perendahan martabat manusia apapun alasannya di sisi yang lain. Dengan begitu kita dapat mengatakan pula dengan tegas bahwa keputusan syari’ah (agama) apapun bentuknya yang melahirkan praktik ketidakadilan, diskriminasi dan mereduksi martabat kemanusiaan bukanlah bagian dari keputusan agama dan bukan keputusan atau kehendak Tuhan. Ketentuan normatif ini berlaku bagi siapa saja, tanpa melihat latarbelakang sosio-kultural-politik, ras warna kulit, jenis kelamin maupun agama dan keyakinannya.
Fokus 1: Kekerasan terhadap Perempuan
Fokus 3: Tafsir Teks Kekerasan