Jika di kita masih memperdebatkan soal etika penggunaan internet untuk informasi seks, pendidikan seks, dan bacaan maupun gambar-gambar porno, maka di Barat perdebatan itu sudah merambah pada kemungkinan internet menjadi media yang aktif memberi layanan seks dan memuaskan kebutuhan seks para penggunanya. Pada tahun 2013, koran The Huffington Post membicarakan etika soal “teledildonik”, dimana tehnologi internet berbasis “RealTouch” dan “brainwave” yang tersambung dengan dildo tertentu sanggup memberi layanan masturbasi, onani, dan oral seks secara real time kepada para pengguna. Layanan ini bisa diberikan oleh pasangan yang sah yang tinggal berjauhan, atau tentu saja oleh para provider yang sukarela maupun komersial.
Saat ini, koran-koran di Barat sedang memperdebatkan etika penciptaan dan penggunaan Robot Sex yang semakin hari semakin canggih. Pada tahun 2007, David Levy dalam bukunya Love and Sex With Robots: The Evolution of Human-Robot Relationships, sudah memprediksi bahwa bahwa tehnologi robot akan mampu menciptakan dildo seks yang persis seperti manusia. Pada saat ini sejak pameran teknologi “brain wave” di Consumer Electronics Show (CES) di Las Vegas tahun 2013, industri dildo seks telah mencoba membuat robot yang bisa membaca sensasi seks dalam otak manusia (pengguna) lalu meresponnya dengan layanan-layanan yang bersifat aktif tanpa perlu digerakkan oleh pengguna.
Robot yang sudah dipasangi teknologi “brain wave”, ketika membaca “sinyal seks” dalam otak penggunanya, ia akan langsung tersenyum, mengucapkan kata-kata menggoda, mendekat, merengkuh, bahkan bisa mengeluarkan cairan lubrikasi dari vagina/penis artifisialnya. Yang saat ini sedang disempurnakan adalah jenis lateks robot agar kulitnya sebisa mungkin mirip kulit manusia, sementara teknologi robotiknya relatif sudah siap untuk bisa mirip dengan manusia. Perkawinan antara teknologi robot dan internet, dalam urusan seks, akan melahirkan temuan-temuan yang lebih dahsyat lagi, dan pasti mengancam relasi sosial kemanusiaan konvensional yang selama ini terbangun.
Baru-baru ini, pakar robotik Dr. Kathleen Richardson, peneliti senior di De Montfort University Leicester Inggris, meminta secara lantang kepada para industri robot seks untuk segera menghentikan upaya penciptaan robot yang mirip manusia. Katanya, penciptaan dan penggunan robot-robot ini akan menghancurkan relasi-relasi manusiawi antara laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak, bahkan antara perempuan dan perempuan, serta laki-laki dan laki-laki.
Mungkin isu robot ini belum menjadi isu sebagian besar kita di Indonesia, karena masih berkutat dengan masifnya gelombang informasi seks dan pornografi yang mengancam dan menjerumuskan anak-anak muda/dewasa yang belum matang ketika menggunakan teknologi informasi. Tetapi karakter teknologi, apapun dan kapanpun, adalah sama. Ia mendatangkan kemudahan dan kesenangan di satu sisi, tetapi juga mengancam tradisi-tradisi baik yang sudah mengakar di sisi yang lain. Dampak positif dari teknologi informasi komunikasi (TIK), terutama internet, sudah banyak dirasakan dalam hal pendidikan, pengembangan diri, pekerjaan, dan terutama jaringan sosial dan komersial.
Dampak positf TIK dalam hal seks, ia menghadirkan informasi lengkap, mudah, dan cepat tentang kesehatan reproduksi, konsultasi seks, dan perbaikan hubungan pernikahan yang sumbernya masalah seksual. Namun dampak negatifnya, terutama bagi remaja, juga tidak sedikit dan mengancam masa depan mereka. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban kekerasan seks yang bermula dari media sosial, dijerumuskan dalam pelacuran, penipuan, dan perdagangan manusia. Di samping misinformasi soal seks, kasus-kasus penyimpangan seksual, upload selfie foto diri telanjang atau video hubungan intim dan kehamilan di usia dini, serta resiko penyakit kelamin, dan segala jenis kerusakan organ-organ reproduksi, terutama bagi remaja perempuan.
Baca Juga:
Dirasah Hadits 1: Respon yang Arif terhadap Booming Teknologi Seks
Dirasah Hadits 3: Cara Pandang Positif terhadap Seks
Dirasah Hadits 4: Perspektif Mubadalah dalam hal seks