Dra. Hj. Chusna Arifah, SPd.I. MPd.I, lahir di Yogyakarta 10 Oktober 1968. Kandidat Doktor Pendidikan Umum UPI Bandung ini, memperoleh gelar sarjananya di Jurusan Pendidikan Agama Isalam (PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pendidikan Akuntansi Universitas Galuh. Gelar Magister Pendidikan Islam diperolehnya di IAID Darussalam Ciamis. Dosen IAID Ciamis dan guru MTs. Al Fadliliyah Darussalam, MAN Darussalam, dan SMA Plus Darussalam Ciamis ini adalah juga seorang Ibu dari 4 orang putri Hammia Zanzabile, SKG, Haula Hasna Dalila, Nasya Edline Salamah, dan Nazila Apregia Reigane (almh.), buah cinta dari pernikahannya dengan Dr. H. Fadlil Yani Ainussyamsi, MBA. MAg. Berikut wawancara Swara Rahima dengan pemilik hobi traveling yang kini juga menjabat Direktur V Bidang Kesehatan dan Kedisiplinan Pesantren Darussalam.
Bagaimana pandangan Anda tentang kehidupan santri di era kemajuan teknologi sekarang?
Santri sekarang sudah mulai melek informasi. Akan tetapi masih belum paham betul tentang kemajuan informasi, sehingga penggunaan teknologi informasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan masih minim.
Sebagai pendidik, adakah kekhawatiran mengenai perkembangan mereka yang diakibatkan oleh mudahnya mereka mengakses informasi melalui perangkat teknologi?
Jujur, secara pribadi sangat khawatir berdasarkan informasi di koran mengenai perkembangan pemakaian teknologi informasi oleh anak usia SMP/SMA. Hal ini karena teknologi informasi tersebut lebih banyak digunakan pada hal-hal yang negatif terutama akses terhadap film-film porno. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan angka penggunaan internet di Indonesia, terutama setelah kasus penyebaran film porno milik beberapa artis (A, LM, dan CT) , yang sempat menggemparkan publik beberapa waktu yang lalu.
Bagaimana upaya pesantren untuk membekali mereka sehingga bisa memanfaatkan teknologi secara benar, sehat dan bertanggung jawab?
Upaya pesantren dalam membekali dalam pemanfaatan teknologi yaitu memberikan penjelasan tentang dampak positif dan negatifnya. Selain itu juga mengajarkan tanggung jawab secara moral tentang penggunaannya. Beberapa kali, kami juga mengadakan penyuluhan dengan bekerjasama serta mengundang pihak-pihak yang terkait di bidangnya.
Bagaimana upaya pesantren untuk menciptakan iklim yang sehat dalam pemanfaatan teknologi informasi, tidak hanya di kalangan santri tetapi juga para guru/ustad/ustadzah yang dituntut untuk memahami perkembangan kehidupan remaja/santri?
Kami memberikan peraturan dan jadwal tertentu tentang penggunaannya. Dan apabila ada santri yang melanggar, tentu ada konsekuensinya. Di pesantren kami, tidak diperkenankan menggunakan internet pada saat jam-jam mengaji, shalat, dan dibatasi dengan jam malam. Kepada guru diminta untuk memberikan contoh dan tidak menggunakan internet pada jam-jam sekolah, kecuali karena memang ada kebutuhan terhadap hal tersebut. Kami juga mengembangkan lebih banyak kegiatan yang bersifat tatap muka dan lebih mendorong kreativitas para santri sehingga mereka lebih inovatif
Selama ini, apakah pesantren telah menyediakan akses informasi yang cukup kepada para santri (yang kebanyakan berusia remaja) tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas? Melalui upaya apakah berbagai hal tersebut dilakukan?
Sudah. Kami menyampaikannya dengan memberikan penjelasan tentang hal itu melalui pelajaran yang terkait (seperti Biologi ataupun Fiqh), serta penjelasan dari dokter pesantren. Kami juga bekerjasama dengan puskesmas, dan melakukan penyuluhan secara rutin kepada para santri untuk memberikan penjelasan tentang kedua hal tersebut.
Kemajuan teknologi juga memberikan tantangan bagi santri untuk mengisi masa tumbuh kembangnya melalui kegiatan positif. Apa sajakah kegiatan yang bisa dilakukan remaja dengan memanfaatkan teknologi informasi ini?
Kegiatan positif yang dilakukan dalam rangka pemanfaatan teknologi dan informasi kami lakukan dengan berbagai cara. Yaitu memanfaatkan internet untuk menambah pengetahuan, mencari sumber bahan ajar, mengenal dunia luar secara cepat tentang perkembangan pengetahuan tersebut, serta mengikuti lomba-lomba secara online. Kami juga menerima secara online penyerahan tugas yang dikerjakan siswa, meminta mereka untuk mencari sumber dari blog maupun situs-situs website, sebagai media komunikasi dengan para alumni yang sudah terlebih dulu sukses, serta untuk mempublikasikan karya tulis sendiri, serta ajang praktek berbisnis sekaligus praktik kewirausahaan bagi siswa yang mengambil jurusan IPS. Selain itu kami juga gunakan media ini sebagai sarana berkomunikasi dan menyampaikan informasi kepada para orang tua santri.
Bagaimana pesantren bekerjasama dengan orang tua untuk membimbing dan mengarahkan putra putrinya dalam memanfaatkan teknologi informasi?
Memberikan penjelasan pada orang tua saat pertama masuk untuk sama-sama bertanggung jawab dengan tidak memberikan kemudahan fasilitas bagi santri.
Menurut Anda, perlukah cara mengakses dan memanfaatkan teknologi informasi diberikan di pesantren? Adakah dampak yang perlu dikhawatirkan? Bagaimana mengantisipasinya?
Perlu karena jangan sampai orang pesantren tidak mengenal sehingga kita mudah dibohongi karena tidak faham dengan perkembangan dunia luar. kekhawatiran dapat diminimalisir dengan berbagai penjelasan tentang hal tersebut.
Apa saran Anda untuk memaksimalkan peran pesantren dalam memberikan informasi yang sehat dan bertanggungjawab mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan menggunakan teknologi informasi?
Peran pesantren dalam memaksimalkan informasi yang sehat dan bertanggung jawab mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas di antaranya adalah dengan cara membentengi santri dari beragam informasi yang masuk dengan pendekatan spiritual, tidak membiarkan para santri mengenal informasi tanpa aturan dan seenaknya. Dengan demikian mereka bisa mengenal dan mendapatkan informasi secara bebas, akan tetapi tetap bertanggung jawab baik bagi diri sendiri, lingkungannya, maupun bangsa, dan negara.
Bagaimana saran Anda terkait dengan peran pemerintah untuk menjamin kepastian tentang adanya informasi yang sehat dan bertanggungjawab mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan menggunakan teknologi informasi?
Pemerintah agar lebih melakukan proteksi informasi, terutama proteksi dari berbagai masalah pornografi, mengingat pada usia remaja hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan kejiwaan siswa. Oleh karenanya, kurikulum di sekolah semestinya agar lebih diarahkan pada penanaman budi pekerti dan tidak hanya menekankan pada bejibun materi pelajaran yang sangat melelahkan otak siswa yang menyebabkan para peserta didik ini mudah lari pada hal-hal yang negatif karena jiwanya merasa tertekan. Mereka membutuhkan materi-materi yang lebih praktis dalam kehidupan, bukan hanya setumpuk teori dan tetap hanya menjadi teori belaka. Hal ini agar kita dapat memanusiakan manusia dan memperlakukan mereka secara lebih manusiawi. Harapannya, nantinya akan tercipta budaya menyatunya kata dan perbuatan, yang selaras, serasi dan seimbang dalam kehidupan, baik di dunia dan di akhirat. Singkatnya, kita butuh pendidikan yang bertujuan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian yang sehat.