Sejumlah masyarakat sipil dan Gugus kerja SEPERLIMA (Seputar Informasi Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas) yang terdiri dari sejumlah lembaga yaitu PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), RAHIMA, Pusat Kajian Gender dan Seksualitas FISIP Universitas Indonesia (Puskagenseks FISIP UI) dan Pamflet mengajukan Judicial Review (JR) atau Uji Materi Undang-undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang disoal adalah Pasal No 37 ayat (1) huruf h-tentang muatan kurikulum pendidikan jasmani dan kesehatan. Frasa ‘pendidikan jasmani dan kesehatan’ pada pasal itu diusulkan agar juga harus dimaknai ‘termasuk pendidikan kesehatan reproduksi di dalamnya’. Dalam mempersiapkan JR ini SEPERLIMA juga menggalang dukungan dari media dan mengajak berbagai pihak yang yang mempunyai perhatian pada soal kesehatan reproduksi perempuan seperti Komnas Perempuan, KPAI, ARI, YKP, dan lain-lain untuk terlibat menjadi pihak terkait dalam pengujian UU Sisdiknas ini.
Ada sejumlah argumentasi yang disampaikan dalam pengujian UU Sisdikanas ini. Di antara argumen yang diajukan adalah bahwa usia 10-18 tahun adalah sebagai masa perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional, kurun waktu tersebut juga dapat diartikan sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dalam masa tumbuh kembang anak dihadapkan kepada kebiasaan yang tidak sehat dan juga dihadapkan kepada perilaku seksual yang beresiko, untuk itu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan dan sebagaimana diatur dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Dengan pengujian UU Sisdiknas ini, para pemohon mengajukan petitum (tuntutan) kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa ketentuan Pasal 37 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib dimaknai juga pendidikan kesehatan reproduksi.
Proses pengujian UU Sisidiknas ini sudah melalui dua sidang yaitu sidang pertama tentang Pemeriksaan Pendahuluan yang dilaksanakan pada 5 Maret 2015. Pada sidang pertama yang dipimpin oleh Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. ini ada sejumlah masukan dari para hakim konstitusi yang menghadiri sidang pendahuluan tersebut. Salah satu masukannya adalah perlunya kejelasan atas kerugian-kerugian yang dialami oleh para pemohon terkait dengan hak konstitusinya. Sedangkan sidang kedua dilaksanakan pada 18 Maret 2015 dengan agenda perbaikan permohonan.
Sidang kedua ini dipimpin oleh hakim yang sama dengan sidang pertama. Dalam sidang kedua ini hanya butuh waktu 4 menit yaitu mulai pukul 13.41 WIB dan berakhir pukul 13.45. Pada sidang ini ketua sidang mengesahkan permohonan yang diajukan oleh para pemohon melalui kuasa hukumnya yaitu Muhamad Isnur dan Rahmawati Puti dari LBH Jakarta. “Baik, terima kasih. Saudara mengajukan alat bukti ya P-1 sampai dengan P-73, benar?” Kuasa hukum menjawab, “ya”. Kemudian ketua sidang mengatakan “Ya, ini sudah lengkap dan dinyatakan sah”. Kemudian palu pun diketuk satu kali oleh ketua sidang sebagai tanda sidang dianggap sah.
Tentu nanti akan ada proses-proses sidang berikutnya yang perlu dikawal dan pantau bersama-sama baik oleh pemohon maupun berbagai pihak termasuk pihak terkait. Mari kita pastikan agar ‘kespro’ menjadi bagian dari materi ajar di sekolah. {} Maman Abdurrahman
Similar Posts:
- Menentukan Batas Kedewasaan bagi Penentuan Usia Minimum untuk Menikah
- Inpres No. 5 tahun 2014 dan PP No.61 tahun 2014 Legacy Pemerintahan SBY di Bidang Kesehatan Reproduksi?
- Advokasi PKRS di Sekolah: Upaya Publik Mendorong Pemerintah Penuhi Hak-hak Reproduksi
- Guru MA di Banyuwangi Dorong Kespro Masuk Raperda
- Diskusi Kespro Remaja; Mahasiswa Diajak Berprilaku Sehat dan Bertanggungjawab