Dr. Sururin, MAg., yang lahir di Bojonegoro, 19 Maret 1971adalah Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ahli Psikologi Agama yang kini menjadi Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) di universitasnya ini menyelesaikan studi S1-nya di Jurusan PAI di IAIN Surabaya (1993), S2 di Jurusan Pendidikan Islam IAIN Padang (1998),  dan S3 Bidang Pengkajian Islam di UIN Jakarta. Saat ini, namanya juga tercatat sebagai Ketua II di Susunan Pengurus Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU 2010-2015, dan juga Ketua Bidang Hukum dan Advokasi PP Muslimat NU. Sebelumnya, ia juga duduk dalam kepengurusan PP Fatayat  saat diketuai Maria Ulfah Anshor. Berikut sajian wawancara Swara Rahima  dengan perempuan dengan panggilan akrab Mbak Rurin, salah satu penulis buku Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantinyang diterbitkan oleh PP Fatayat NU  tahun 2007 ini.

Apakah selama ini perbincangan tentang Kesehatan Reproduksi (Kespro) memang dipandang tabu di kalangan masyarakat muslim. Mengapa?

Ya, memang sebagian orang menganggap hal ini tidak pantas dibicarakan. Kesehatan reproduksi sering kali hanya dipahami sebagai organ reproduksi dan hubungan seksual, sehingga tabu untuk  dibahas.

Namun, kenapa dalam beberapa diskursus keagaaman, misalnya Fiqh sangat terbuka dalam membahas tema-tema yang terkait dengan Kesehatan reproduksi dan  seksualitas?

Kajian fiqh  terbuka dalam membahas  tentang kesehatan  reproduksi, karena beberapa alasan. Pertama, menggunakan bahasa agama dan lebih berfokus pada tata cara bersuci (istinja). Jadi penjelasan yang diberikan tidak hanya tata cara bersuci, akan tetapi sekaligus etikanya. Demikian halnya dengan etika hubungan seksual, juga dibahas dengan bahasa agama, sehingga tidak menjadi tabu. Kedua,Pembahasan fiqh dalam koridor dunia pendidikan sehingga pembahasan tentang kesehatan reproduksi dengan menggunakan pendekatan ilmu fiqh sebagai ilmu yang harus dipelajari dan diamalkan. Dan ketiga, Pembahasan kesehatan reproduksi dalam perspektif fiqh akan mudah dijelaskan dalam forum bahtsul masail, karena bersifat sharing (berbagi pengetahuan dan pengalaman) antar sesama ustad/ustadzah, yang hasilnya juga dapat di-share kepada para santri maupun masyarakat secara luas.

Problem-problem terkait kespro apakah yang selama ini banyak dijumpai di lingkungan pesantren?

Problem terkait kespro yang sering dialami oleh santri, khususnya santri perempuan, antara lain: gatal sekitar kemaluan, keputihan, dan haid tidak teratur. Akan tetapi, bila dikaji lebih luas, problem kesehatan reproduksi tidak hanya masalah keputihan, akan tetapi juga menyangkut berbagai aspek, seperti: seperti masalah asupan gizi, anemia, khususnya pada masa remaja, yang nanti akan mempengaruhi proses reproduksi. Tradisi yang ada di pesantren, khususnya santri putri di pesantren salafiyah, apabila telah menyelesaikan tingkatan pendidikan tertentu atau sudah khatam, maka segera dicarikan jodoh. Santri akan boyong (pulang kembali ke rumah) jika akan dinikahkan.

Dengan demikian penting diberikan materi terkait dengan persiapan berkeluarga. Perlu ditekankan usia terbaik untuk bereproduksi, agar tidak terjadi perkawinan usia anak. Informasi terkait dengan proses bereproduksi—hamil, melahirkan dan menyusui—yang sehat, baik dan benar sesuai dengan ajaran agama Islam, perlu diberikan. Dimulai dengan pembahasan menstruasi dengan berbagai masalahnya, persiapan kehamilan, tanda-tanda hamil dan berbagai masalahnya, menjaga kehamilan, persiapan persalinan, hingga pemberian ASI eksklusif, alat-alat kontrasepsi,  penting untuk disampaikan.

Perlu dipahami, bahwa masih banyak mitos yang dipercayai  masyarakat, termasuk santri, terkait pantangan/larangan/tabu yang sebenarnya tidak berdasar dan malah merugikan serta membahayakan bagi kesehatan. Problem lainnya terkait dengan kesehatan reproduksi dan seksualitas adalah adanya kasus mairil, yang perlu diberikan konseling khusus.

Adakah problem itu muncul terkait dengan tradisi kehidupan pesantren atau lebih karena nilai-nilai yang ditanamkan di pesantren?

Bisa keduanya. Tradisi kehidupan pesantren yang dianggap lembaga pendidikan yang mengedepankan akhlak dan etika, sehingga doktrin yang ditanamkan adalah tabu untuk membahas masalah yang tidak pantas dibahas dengan bahasa yang vulgar.

Apakah tradisi ataupun nilai-nilai itu turut mempengaruhi kehidupan masyarakat muslim secara lebih luas? Dalam hal apa?

Ya, karena Kyai pesantren menjadi tokoh panutan dan rujukan di masyarakat, demikian juga santri dan alumninya sebagian besar menjadi tokoh di masyarakat yang menjadi panutan. Kalau kyai-nya menikahkan putra atau putrinya pada usia dini (anak), maka bisa menjadi sandaran dari orang tua murid untuk melakukannya.

Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mentransfer nilai, dalam hal ini nilai-nilai yang ditanamkan menganggap tabu membahas masalah kesehatan reproduksi yang hanya dipahami sebagai organ reproduksi dan hubungan seksual. Maka masyarakat akan menjadi tabu pula membahas kesehatan reproduksi.

Bagaimana pembelajaran terkait dengan tema Kespro ini dalam tradisi pembelajaran di pesantren? Dapatkah sedikit digambarkan, pembelajaran dalam tradisi klasik pesantren maupun yang  terjadi dalam perkembangan kontemporer di pesantren?

Pembelajaran terkait dengan kespro yang dibahas di pesantren baru sebatas haid, nikah, dan istinja yang dijelaskan saat bab-bab tersebut pada kitab-kitab tertentu.

Selama ini, adakah upaya-upaya untuk memasukkan kesadaran tentang Kesehatan Reproduksi dalam proses pembelajaran di pesantren? Adakah contoh-contoh (piloting) di beberapa pesantren tertentu yang bisa diperkenalkan ke komunitas yang lebih luas?

Telah ada upaya intervensi khusus memasukkan materi kesehatan reproduksi dalam program-program khusus, seperti Posyandu Remaja yang letaknya berada di pesantren putri Langitan, Tuban Jawa Timur, melalui program POSKESTREN dengan menambah materi tentang kesehatan reproduksi. Hal ini biasanya disisipkan di tengah-tengah pembahasan kitab yang dikaji semisal Risalatul Mahidl oleh ustadz/ustadzah yang mengajarkannya.

Upaya lainnya, dengan mengadakan seminar yang terkait dengan kespro yang biasanya di isi oleh  narasumber dari keagamaan dan dari kesehatan. Materi kesehatan reproduksi yang masih menimbulkan khilafiyah/perdebatan maka dibahas dalam forum bahtsul masail, seperti aborsi dan khitan perempuan.

Bagaimana pembelajaran Kespro ini dilakukan di pesantren dan madrasah? Siapakah pihak-pihak yang berperan?

Sebagaimana disebutkan di atas, pembelajaran kespro dilakukan dengan membahas pada bab dan bagian tertentu yang terkait dengan kesehatan reproduksi, seperti istinja, haidl, dan nikah. Yang sangat berperan adalah kyai dan ustad (guru ngaji). Repotnya adalah, sebagian besar kitab-kitab klasik tersebut diajarkan oleh guru laki-laki (ustad), sehingga persoalan yang dibahas tekstual normatif, tidak dikontekstualisasikan dengan masalah-masalah yang terkait dengan kespro di masyarakat.

Materi ajar  apa yang selama ini terkait Kespro yang diberikan? Apakah ia diberikan dalam bentuk kajian kitab kuning ataupun pelajaran formal di madrasah?

Materi ajar kespro di pesantren yang  dibahas antara lain tentang: istinja, haid, dan nikah yang masuk dalam kajian kitab fiqh. Perlu ditambahkan dan dielaborasi lebih jauh sehingga kesehatan reproduksi akan terwujud Sistemnya ketika masuk bab nikah, khususnya tujuan dan hikmah nikah yaitu ibadah dan merupakan nikmat dan rahmat dari Allah, pada bab ini juga dijelaskan etika berhubungan dengan suami istri, serta dianjurkan untuk menjaga kebersihan.

Apa saja rujukan  yang seringkali digunakan ?

Diantaranya:  Kitab Ianatut Thalibin, Syarah Fathul Muin, Bajuri, Syarah Fathul Qorib dan Kitab Kitab Fiqh lain

Selama ini, di beberapa pesantren dikenal ada lembaga bernama Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Apakah poskestren ini dan seberapa jauh ia berfungsi memperkenalkan pemahaman atau memberikan layanan terkait Kesehatan reproduksi di kalangan pesantren?

Sejauh yang saya pahami, POSKESTREN belum menyentuh persoalan kesehatan  reproduksi. Masalah kesehatan pada umumnya yang dialami oleh santri yang diberikan. Poskestren yaitu pos kesehatan Pesantren yang disana fungsinya membantu dan menangani kesehatan santri. Dalam memperkenalkan pemahaman atau memberikan layanan terkait kesehatan reproduksi di kalangan pesantren agak kurang

Adakah lembaga-lembaga (semisal Ormas atau LSM) yang berinisiatif melakukan pendidikan Kesehatan reproduksi di pesantren? Seperti apa kegiatan yang mereka lakukan untuk memperkenalkan Kespro kepada para siswa di madrasah maupun santri di pesantren?

Setahu saya, RAHIMA dan Fahmina yang intens dan konsisten melakukan pendidikan kesehatan reproduksi di pesantren. Fatayat NU juga melakukan, akan tetapi  tidakseintens 2 LSM (Rahima dan Fahmina), Hal ini sangat dipahami, karena sebagai organisasi kader, kepengurusan Fatayat NU dibatasi.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperkenalkan kespro di pesantren/madrasah. Misalnya a) Memasukkan dalam kurikulum. Sebenarnya sebagian masalah kesehatan reproduksi sudah dibahas dalam materi fiqh yang termuat dalam kitab-kitab klasik. Perlu dielaborasi lebih jauh materi fiqh dengan dikontekskan pada persoalan kespro yang terjadi di masyarakat. Bagi madrasah di luar lingkungan pesantren juga perlu memasukkan dalam kurikulum khusus. b) Jika sudah masuk kurikulum, Guru/ustadz menjadi faktor penting dalam proses pendidikan kespro. Oleh karena itu, perlu diberikan pelatihan (penguatan kapasitas dan kompetensi) dalam bidang kesehatan reproduksi. Apabila guru telah mempunyai perspektif kespro yang baik, diharapkan akan memberikan materi-materi pelajaran dengan dikaitkan dengan kepro. Dan c)Melakukan pendidikan kespro melalui program khusus, seperti pelatihan atau workshop. Kegiatan ini biasanya lebih intensif karena khusus dilakukan intervensi khusus dengan mendatangkan fasilitator/narasumber yang kompeten dengan pendekatan PAIKEM (peserta aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Karena berbasis program, sehingga sangat terbatas, belum mampu mengakomodasi semua pesantren/madrasah.

Adakah strategi lain yang bisa dilakukan agar upaya pendidikan kespro ini bisa menjadi lebih efektif?

Ada berbagai strategi lain yang bisa dilakukan. Yakni a) Strategi yang paling efektif untuk pendidikan kespro usia remaja (santri/peserta didik) adalah dengan pendidik sebaya. Oleh sebab itu perlu dikembangkan dan diperkuat pendidik sebaya. b) Memasukkan dalam program kesehatan pada lainnya, seperti dalam program Poskestren, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) berbasis pesantren, Posdaya pesantren, dan sebagainya. c) Yang tidak kalah penting adalah memasukkan program kespro dalam program pesantren dan juga program daerah. Oleh karenanya advokasi kepada pemegang kebijakan dan pengambil keputusan, baik di tingkat pesantren maupun pemerintah, harus menjadi satu strategi dalam mensukseskan pendidikan kespro di pesantren. Dan d) media tidak kalah penting sebagai sarana untuk belajar kespro

Seperti apakah konsep pendidik sebaya (peer-educators) yang pernah dilakukan oleh beberapa lembaga di kalangan para siswa di madrasah maupun santri di pesantren yang selama ini terjadi?

Peer educators belum optimal dikembangkan di pesantren. Untuk lingkungan pesantren, peran Kyai/Bu Nyai dan ustad/ustadzah lebih kuat dari pada temannya. Meskipun demikian pendidik sebaya perlu untuk dilakukan ketika program kespro tidak mampu mencapai semua sasaran (santri).

Upaya pendidikan Kesehatan reproduksi seperti apakah yang menurut Anda perlu dikembangkan lebih jauh melalui pembelajaran di pesantren dan madrasah? Bagaimana cara melibatkan para pengambil keputusan sehingga perubahan kebijakan ini bisa terjadi?

Sebenarnya jawabannya hampir sama dengan jawaban sebelumnya, yaitu memasukkan dalam kurikulum, penguatan dan pengembangan materi kespro,  melatih guru/ustad, advokasi kepada kyai, menyiapkan media dan sumber belajar yang memadai, dan sebagainya.

Yang perlu ditekankan, pengambil kebijakan untuk dunia pesantren ada pada Kyai. Apabila pemegang kendali utama pesantren sudah terbuka untuk memberikan pendidikan kespro bagi santrinya, maka akan mudah melakukan berbagai program. Apabila pendidikan kespro berbasis kesadaran dan kebutuhan, maka dana tidak menjadi masalah. Yang terjadi selama ini program kespro berbasis proyek, maka jika habis kontrak proyek, maka selesai pula pendidikan kespro.

Oleh karena sulitnya membuka pintu Kyai untuk pendidikan kespro, maka perlu strategi khusus. Antara lain memasukkan materi-materi kespro dalam bahtsul masail  dalam lingkup pesantren atau perkumpulan para kyai, yang seringkali masuk dalam jajaran kepengurusan NU, baik di tingkat anak cabang, cabang, wilayah maupun pusat (PBNU).

Sistem pemilihan kepala daerah yang langsung oleh rakyat, memungkinkan program kespro menjadi andalan bupati/walikota, sehingga perlu dilakukan pendekatan khusus kepada pemerintah daerah setempat. {} AD. Kusumaningtyas

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here