Keluarga sakinah mawadah warahmah tidak bisa hanya  diterjemahkan sebagai interaksi antara bapak dan ibu kepada anak atau sebaliknya, akan tetapi semua aspek dalam lingkungan keluarga menjadi satu kesatuan. Baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal. Semuanya harus dapat memberikan rasa nyaman dan tentram. Tetapi masyarakat saat ini masuk ke dalam kelompok masyarakat informasi dan jejaring, dimana cara berkomunikasi pun telah berubah tidak lagi face to face, antara istri dengan suami, orang tua dengan anak tapi cukup pakai BBM, Internet, skype. Anakpun lebih senang berdiam di dalam kamar daripada berkumpul di ruang keluarga. Mereka intensif membina hubungan dengan orang lain, sehingga nilai-nilai yang dia miliki lebih dominan dengan teman BBM-nya.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena banyak sekali suami/orang tua yang gaptek sehingga tidak tahu apa yang dilakukan oleh anaknya melalui cyber. Menjadi pertanyaan kemudian bagaimana keluarga sakinah mawadah rohmah dibentuk dalam cyber society? Pertanyaan yang menggelitik bagi kita semua yang disampaikan oleh Dr.Imam B. Prasodjo di akhir presentasi dalam acara peluncuran buku dan seminar yang bertema  Tantangan Membangun Keluarga Sakinah di Era Globalisasi”.

Dua buku yang diluncurkan dalam acara ini adalah buku “Panduan Konseling untuk konselor BP4  Perspektif Kesetaraan” dan buku “Peran BP4 dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah” yang merupakan hasil penelitian di 6 wilayah (Indramayu, Cianjur, Depok, Jakarta Selatan, Jakarta Utara dan Tangerang).

Kegiatan kerjasama Rahima, UNFPA, KPPA dan BP4 ini diselenggarakan di Ruang  Operation Room, lantai 3 Kantor Kementrian Agama-Jakarta Pusat ini,  menghadirkan empat narasumber antara lain Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dari Kementrian Agama RI, Dra.Hj. Zubaidah Muchtar dari BP4 Pusat, Nyi Mas Aliyah dari KPP PA dan Maman A. Rahman dari Rahima yang memaparkan hasil penelitian.

Kegiatan yang dilaksanakan di pada hari Selasa, 26 November 2013 ini dibuka tepat pukul 09.30  WIB oleh AD. Eridani selaku direktur Rahima dan H. Tulus sebagai perwakilan dari BP4. Dalam sambutannya Ibu Dani menyampaikan bahwa buku panduan yang sedang diluncurkan ini sudah diujicobakan dalam bentuk TOT kepada para konselor BP4 yang ada di Kabupaten Indramayu pada bulan Mei tahun 2013 yang diikuti 30 peserta, dimana 25 di antaranya berasal dari unsur BP4 di tingkat Kecamatan dan Desa (P3N). Disampaikan juga bahwa saat monitoring dilakukan (6 bulan  pasca TOT),yaitu pada Oktober 2013, sebagian besar  peserta tersebut mengatakan mereka terbantu sekali dengan adanya buku panduan tersebut. Mereka menjadi lebih mudah dan peka  dalam  melakukan konseling kepada pasangan yang berkonsultasi.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan penyerahan kedua buku tersebut secara simbolik oleh ibu Dra.Hj. Zubaidah Muchtar  dari BP4 kepada 5 orang perwakilan dari peserta. Mereka adalah Lindasari Anggraini (mewakili UNFPA ), H. Abdullah, Kepala KUA Patrol-Indramayu yang juga merepresentasikan Kementerian Agama RI,  KH. Zainuddin, pimpinan pesantren Al Hamidiyah, Depok (perwakilan tokoh agama/pesantren), Nyi Mas Aliyah (perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), dan Nanda dari Yayasan Keehatan Perempuan (mewakili organisasi non pemerintah).

Meski di pagi itu hujan sempat menyapa, namun hal itu tak menyurutkan ketertarikan peserta untuk menghadiri acara Seminar dan Launching buku tersebut. Sekitar 80-an peserta  memadati ruangan di Jl.Thamrin itu.  Mereka berasal dari berbagai lembaga seperti  BP4, KUA, URAIS, Mahkamah Agung,  Pengadilan Agama, LK3, NGO Perempuan, Ormas Islam, individu-individu yang tertarik dan lembaga terkait termasuk para subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Dalam pertemuan tersebut juga disampaikan pemaparan oleh Prof. Dr. Nazarudin Umar selaku Wakil Menteri Agama RI .  Menurut beliau,  ada beberapa hal perlu dicermati oleh para aktivis dan pemerhati sosial keagamaan terkait dengan teori dan praktik  pemahaman agama yang berpotensi melahirkan bias gender.  Ini merupakan tantangan  karena secara  sosiologis dan antropologis hal tersebut susah diluruskan, mengingat pemahaman tersebut sudah mengakar begitu kuat. {} Ulfah Mutiah Hizma

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here