Rahima hadir untuk merespon hak-hak perempuan dalam satu tatanan masyarakat yang demokratis. Upaya yang dilakukan untuk merespon persoalan-persoalan  ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat, salah satunya melalui Tadarus Penguatan Kepemimpinan Ulama Perempuan. Kegiatan dengan tema “Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Ulama Perempuan tentang Keberagaman, Hak Asasi Manusia, dan Tindak Penghapusan Kekerasan untuk Mewujudkan Nilai-Nilai Kesetaraan dan Keadilan” ini  berlangsung di Depok pada 2 – 5 Oktober 2013. Ada 21 peserta hadir pada tadarus itu. Mereka datang dari berbagai wilayah di pulau Jawa; Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. Peserta merupakan perwakilan dari Pendidikan Ulama Perempuan angkatan 1, 2, 3.

Kegiatan ini dipandu oleh Tim Fasilitator yakni AD. Eridani, AD. Kusumaningtyas (Rahima), Dini Anitasari dan Nurhaeni Nasution (IWE-WELDD). Selain itu ada tiga Narasumber yaitu Dr. Nur Rofiah (Perhimpunan Rahima) yang menyampaikan tentang ‘Islam Agama Keadilan’, Vivienne Wee (IWE-WELDD) yang menyampaikan materi ‘Strategi Kepemimpinan Perempuan dan Keberagaman’ dan Ninik Rahayu (Komnas Perempuan) yang menyampaikan tentang  ‘Memahami Instrumen dan Mekanisme HAM dan HAP’.

Hari pertama, acara dibuka dengan sambutan perwakilan dari IWE-WELDD yaitu oleh AD. Eridani selaku Direktur Rahima dan Vivienne Wee selaku Direktur IWE. Forum kemudian dilanjutkan dengan perkenalan antar peserta, kontrak belajar untuk 4 hari selama kegiatan berlangsung. Materi tentang ‘Islam Agama Keadilan’ yang disampaikan oleh Nur Rofi’ah menjadi materi berikutnya, yang kemudian dilanjutkan dengan refleksi dimana setiap peserta menceritakan kejadian ketidakadilan yang paling membekas bagi dirinya.

Hari kedua, penyampaian materi mengenai Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Vivenne, dilanjutkan dengan menonton film “Atas Nama” yang membahas tentang Tiga Perda: di Aceh tentang larangan duduk mengangkang ketika naik motor bagi perempuan, di Tangerang tentang jam malam bagi perempuan, dan di NTB mengenai jamaah Ahmadiyah yang secara tiba-tiba diserang oleh sebuah kelompok masyarakat.

Tiga perda di atas menjadi pembahasan yang dikritisi oleh peserta karena kenyataannya di lapangan penerapannya terkadang lebih banyak yang tidak berpihak kepada perempuan dan berpotensi salah sasaran. Seperti yang terjadi pada Lilis Lisdawati asal Tangerang, Banten yang menjadi korban salah tangkap karena disangka sebagai seorang Pekerja Seks oleh Satpol PP. Padahal saat itu dia habis pulang kerja. Kisah Lilis ini begitu menyayat hati karena  berakhir tragis. Lilis meninggal.

Hari ketiga, membahas Memahami Istrumen dan Mekanisme HAM dan HAP yang disampaikan oleh Ninik Rahayu. Dan di hari keempat peserta dikelompokan berdasarkan asal daerah kemudian mereka mempresentasikan kekhasan asal daerah masing-masing. Di sesi akhir, peserta membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL).

Peserta sangat antusias dalam mengikuti setiap materi yang disampaikan oleh tim fasilitator maupun narasumber. Metode pendidikan yang partisipatif diterapkan membuat peserta nyaman untuk mengungkapkan pendapatnya. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan peserta dapat menyampaikan pengetahuan yang didapatkan selama kegiatan berlangsung kepada komunitasnya masing yang -masing. {} Mustika

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here