Siapa bilang keputihan tidak ada hubungannya dengan pengorganisasian? Guru-guru dari empat pondok pesantren peserta program PKRS Rahima di Banyuwangi dapat membuktikannya. Tidak hanya sekedar membuktikan, mereka membawa isu itu kehadapan anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi Mei lalu. Mau tahu cerita lengkapnya?

Cerita bermula dari sebuah forum pelatihan bertema ‘Pengorganisasian bagi Guru untuk Penguatan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) Remaja di Komunitas Muslim’ yang berlangsung di PP Bustanul Makmur, Genteng, Banyuwangi pada 7 – 9 Mei 2013. Dalam salah satu diskusi mengenai ANSOS, analisis sosial, duet fasilitator, Mukhotib MD dan Gama , meminta guru-guru yang berasal dari 4 pesantren (Darul Aitam, Bustanul Makmur, Mambaul Huda dan Mambaul Ulum) untuk menganalisis permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang terjadi di sekitar pondok pesantren. Salah satu hasil diskusi yang muncul adalah soal keputihan.

Diskusi tersebut berhasil mengidentifikasi beberapa penyebab keputihan. Di antaranya, kurangnya pengetahuan menjaga kebersihan organ reproduksi perempuan. Selama ini, remaja di pesantren belum bisa membedakan tiga macam cairan tubuh perempuan (antara wadi, madli, dan mani). Meskipun pada ilmu fiqh sudah diajarkan tentang ketiga hal itu, tetapi tidak mendetail ke permasalahannya. Persoalan lain yang muncul juga karena malu bercerita pada orang terdekat tentang keputihan yang dialami karena takut dianggap berpenyakit, membicarakan masalah kespro masih dianggap tabu, belum adanya inisiatif dari pihak keluarga, sekolah dan pondok pesantren untuk membahas soal kesehatan reproduksi, serta belum ada layanan kesehatan dan kebijakan yang berfokus pada persoalan remaja.

Upaya penyelesaian soal keputihan yang diusulkan, adalah dengan menggandeng berbagai pihak/pemangku kepentingan di Banyuwangi yang terkait masalah kespro seperti pesantren, sekolah, tokoh, agama, BPPKB, tokoh masyarakat. Diperoleh masukan agar juga dilakukan advokasi kepada DPRD/ lembaga pengambil kebijakan. Nantinya, kebijakan itu dapat ditidaklanjuti oleh Dinas Kesehatan selaku penyedia layanan teknis dalam bidang kesehatan, yang dalam prakteknya dilakukan oleh Puskesmas terutama dalam hal penyuluhan, pemeriksaan, dan pengobatan.

Workshop yang sebenarnya membahas materi Ansos, Pengorganisasian tersebut mendapat momen untuk langsung dipraktikkan pada 15 Mei 2013. Bersama P2TP2A dan berbagai stakeholder lain yang ada di Banyuwangi, Guru-guru PKRS Rahima yang diwakili oleh Zulfi Zumala, Syaichu dan Khotibul Umam melakukan hearing dengan DPRD mengenai Raperda Layanan Kesehatan. Raperda yang akan berisi 4 tema: Kesehatan Balita, Kesehatan Remaja, Kesehatan Ibu dan Kesehatan Lansia itu sudah masuk pada Prolegda, Program Legislasi Daerah, tahun 2013.

Pada hearing itu Zulfi menyampaikan program PKRS Rahima yang berfokus pada remaja terutama di komunitas Muslim. Berbagai kegiatan PKRS Rahima di Banyuwangi juga disampaikannya termasuk permasalahan keputihan dan hubungannya dengan minimnya informasi kesehatan reproduksi dalam pembelajaran di kelas melalui mata pelajaran yang sudah ada, juga mengenai minimnya layanan kesehatan remaja baik di sekolah maupun di puskesmas.

Ibu Nashiroh, salah satu anggota DPRD sangat mengapresiasi usulan tersebut. Beliau berkata naskah akademik untuk RAPERDA memang belum siap. Tetapi beliau berjanji akan meneruskannya menjadi PERDA. Respon positif lain datang dari Dinas BPP KB. Bapak Edy Hartoyo, menawarkan pembentukan PIK-R di pondok pesantren. Syaratnya, disediakan ruangan dan kepengurusan PIK-R. Untuk pelatihan akan difasilitasi langsung oleh BPP KB. {} AD. Eridani

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here