Kekerasan dalam pacaran adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan yang mencakup kekerasan fisik, psikologi dan ekonomi. Pelaku yang melakukan kekerasan ini meliputi semua kekerasan yang dilakukan di  dalam relasi intim di luar perkawinan seperti oleh mantan suami, mantan pacar, dan pasangan (pacar).

Menurut Office on Violence Against Women (OVW) of the U.S. Department of Justice dating violence “ Dating violence is controlling, abusive, and aggressive behavior in a romantic relationship. It occurs in both heterosexual and homosexual relationships and can include verbal, emotional, physical, or sexual abuse, or a combination of these.” (Kekerasan dalam pacaran adalah tindakan mengontrol, menganiaya, dan perilaku agresif di dalam suatu hubungan yang romantik/intim. Hal ini terjadi di dalam relasi baik yang bersifat heteroksual (berlainan jenis) maupun homoseksual (sesama jenis) dan dapat meliputi tindak kekerasan yang bersifat verbal, emosional, fisik, seksual, maupun kombinasi dari kesemua bentuk ini).

Bentuk-bentuk kekerasan yang cukup  beragam dan relatif umum dijumpai dalam pacaran di antaranya adalah sebagai berikut :

  • Dari segi fisik, misalnya memukul, menendang, ataupun mencubit,
  • Dari segi mental, biasanya, cemburu yang berlebihan, pemaksaan, dan perlakuan kasar di depan umum”.
  • Dari segi ekonomi, misalnya, ada pasangan yang sering meminjam uang, meminta membelikan sesuatu yan berlebihan tanpa pernah mengembalikannya.
  • Dari segi psikologis, misalnya bila pacarmu suka menghina kamu, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat kelebihan kamu, cemburu yang berlebihan dan lain sebagainya
  • Dari segi seksual, adalah pasangan yang memaksa pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, pemerkosaan dsb.

Kekerasan seksual dalam pacaran ini juga termasuk dalam kategori pemerkosaan. Situasi ini terjadi dimana pihak lelaki memaksakan kehendak seksualnya terhadap perempuan padahal pihak perempuan menolaknya. Walaupun ini dilakukan oleh pacar sendiri tetapi perbuatan ini tetap dikategorikan perkosaan. Atau dengan kata lain, pemaksaan untuk berhubungan seks antara dua orang yang saling mengenal satu sama lain adalah “date” atau “acquaintance rape” (perkosaan dalam kencan atau perkosaan yang dilakukan oleh orang yang dikenal). Selama ini orang menyangka bahwa perkosaan selalu dilakukan oleh orang yang tidak dikenal (walaupun ini banyak terjadi juga). Padahal menurut data dari Amerika Serikat, 80% korban perkosaan mengatakan bahwa mereka mengenal pelaku perkosaan. Artinya, pelaku adalah orang yang selama ini dikenal oleh korban seperti pacar, teman, paman, dsb. Sedangkan usia korban paling banyak berkisar antara usia 15-25 tahun. Ingat saja bahwa perkosaan adalah bentuk dari kekuasaan dan kontrol dari si pelaku dan tak ada hubungannya sama sekali dengan cinta!

Fenomena dating violence kini juga berkembang dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi sehingga orang bisa saja berpacaran jarak jauh dengan telepon (handphone dating), maupun melalui dunia maya (cyber dating). Penggunaan dua teknologi informasi terakhir  memunculkan kekerasan dalam pacaran melalui dunia maya. Dalam handphone dating,  pelaku kekerasan umumnya menelpon pacarnya pada tengah malam dan memaksanya untuk melayani komunikasi teleponnya selama berjam-jam, melancarkan rayuan dan ujung-ujungnya ajakan untuk berhubungan seksual. Sementara, fenomena cyber dating  violence  semakin marak  semenjak menjamurnya warnet yang memudahkan para pelanggan untuk mengakses situs porno. Di ruang yang bersekat tinggi, si cowok biasanya mengajak sang pacar untuk membuka situs porno bersama dan memaksanya untuk melakukan suatu tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh bukan pasangan suami istri dengan meniru adegan seperti yang dilihatnya dalam situs tersebut, dan adakalanya bahkan merekamnya dan mengunggahnya di situs internet. Bahkan, ada juga pacar yang tega membohongi pasangannya sendiri dan menjadikannya sebagai objek taruhan seksual bagi sesama kalangan peer-groups-nya. Situasi ini pula yangmemicu hadirnya arisan seks di kalangan pelajar seperti  yang terjadi di kota Situbondo sebagaimana  pernah diulas dalam pemberitaan media Beberapa waktu lalu. Kesadaran akan pentingnya upaya sungguh-sungguh untuk memerangi fenomena cyber dating violence ini, menginspirasi hadirnya sebuah gerakan bernama Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK ) yang diluncurkan pada 11 April 2007.  Gerakan ini dimulai oleh sekelompok anak muda dalam sebuah acara diskusi bersama mahasiswa FISIKOM UPN Jogjakarta. Embrio gerakan ini berusaha menyebarkan pesan untuk tidak terjebak dalam arus pornografi.

Dampak Kekerasan dalam Pacaran terhadap Korban
Telah dijelaskan di atas kekerasan dalam pacaran, mengakibatkan dampak baik yang bersifat fisik maupun psikis pada korban. Mengingat, relasi dalam pacaran bersifat sangat intim dan tak jarang bahkan menganggap sang pacar adalah miliknya, oleh karena itu maka fenomena kekerasan dalam pacaran yang dijumpai pun tak jarang merefleksikan kepemilikan ini. Kekerasan yang dialami seseorang atas perlakukan sang pacar acapkali menyebabkan korban mengalami trauma. Salah satunya adalah kasus R, 28 tahun sebagaimana  penuturan yang kami kutip dari sebuah situs  di bawah ini :

Pacar saya sangatlah posesif. Hanya 4 bulan saja masa pacaran terasa indah, sisanya mulai keluar watak aslinya, yaitu temperamental. Jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya maka dia akan mulai marah besar, dengan cara membanting barang pecah belah di kamar kosnya sampai dia harus membeli piring dan gelas setiap minggu. Dan memasuki tahun kedua, mulailah ringan tangan. Bahkan pernah kedua lengan saya dipegang erat-erat dan digoncang-goncangkan saat ia marah besar sampai menyisakan tanda biru legam di lengan saya berhari-hari.
Perilaku posesif ditunjukkan dengan kontrol yang ketat, dia harus tahu kemana pun saya pergi dan dengan siapa. Bahkan pernah suatu ketika ia sedang berada di luar kota, namun saya tidak berani pergi kemana pun karena takut jika ia menelepon ke tempat kos saya dan saya tidak ada, maka ia bisa marah besar. Saya hanya berani berdiam diri di kamar sambil ketakutan.”

Dalam kasus kekerasan dalam pacaran sebagian besar korbannya adalah perempuan. Hal ini sering diakibatkan adanya ketimpangan  relasi antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas pada umumnya. Perempuan menurut pandangan laki-laki biasanya dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi alasan utama terjadinya perlakuan yang semena-mena.  Seiring dengan berjalannya waktu, korban kekerasan dalam pacaran akan menganggap perlakuan yang diterima sebagai sesuatu hal yang wajar. Padahal, hal tersebut bisa menghambat perkembangan remaja dalam mempelajari sebuah hubungan yang sehat. Dampak-dampak yang bisa ditimbulkan antara lain : Depresi, menyalahkan diri sendiri, ketakutan merasa dibayangi okeh teror, rasa malu, merasa sedih, bingung, mencoba bunuh diri, cemas, tidak mempercayai diri sendiri dan orang lain, merasa bersalah.

Baca Juga:

Fokus 1: Waspadai Bila Kekasih Pelaku Kekerasan!

Fokus 3: Mencari Faktor Penyebab dan Akar Persoalan Kekerasan dalam Pacaran (KdP)

Fokus 4: Perspektif Islam Mengenai  Kekerasan dalam Pacaran

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here