Dalam upaya menjaga kemaslahatan kedua belah pihak, Nabi juga mengingatkan bahwa seorang laki-laki dan perempuan sepatutnya saling menjaga nama baik dan kehormatan pihak lain. Hal demikian tersirat dari hadis berikut:
“ Dari Buraidah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada Ali (bin Abi Talib): “Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan pertama (kepada lawan jenis) dengan pandangan berikutnya. Sungguh, boleh bagimu pandangan pertama dan berdosa bagimu, pandangan selanjutnya.“(HR. Abu Dawud, no. 2151).
Dalam membaca hadis ini perlu ditangkap pesan utamanya, yaitu saling menjaga kehormatan masing-masing. Pandangan pertama bersifat manusiawi dan pandangan kedua adalah pandangan melotot yang berlebihan yang dikhawatirkan cenderung memperturutkan hawa nafsu. Dengan kata lain, kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan perlu senantiasa menjaga nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama dan sudah menjadi budaya luhur dan adil suatu masyarakat.
Beberapa nilai kebaikan yang patut diperhatikan, antara lain: Pertama, kedua belah pihak perlu meniatkan hubungan perkenalan tersebut sebagai ikhtiar menuju perjodohan yang baik untuk rumah tangga yang diidamkan, jika memang ada kecocokan, bukan dipahami sebagai hubungan coba-coba, gonta-ganti yang seringkali berujung pada pelecehan perempuan. Jika memang ada itikad baik, hubungan tersebut dapat diarahkan sampai pada pernikahan sebagai upaya sah menuju keluarga sakinah (tenteram dan saling menenteramkan), mawaddah (cinta dan saling cinta), dan rahmah (sayang dan saling sayang).
Kedua, keduanya perlu meyakinkan diri bahwa manusia itu (laki-laki dan perempuan/calon suami dan calonistri) adalah hamba-hamba Allah yang memiliki kehendak, pikiran, dan cita-cita yang merdeka. Karenanya, berikan kesempatan kepada calon pasangan kita sebagai makhluk pribadi dan sosial untuk berperan secara merdeka tanpa tekanan sebagai wujud nyata amal saleh yang bernilai ibadah.
Ketiga, keduanya perlu saling menjaga kejujuran, kepercayaan, kehormatan diri, dan hubungan (relasi) kepada Allah serta hubungan (relasi) kepada keluarga dengan penuh tanggung jawab dunia akhirat. Inilah yang dalam shalat disimbulkan dengan takbir dan salam, menebarkan salam kepada lingkungan kita, sesama makhluk Tuhan.
Keempat, keduanya perlu memahami bahwa sebaik apa pun calon pasangan kita, sesempurna apapun dia, tidak luput dari kekurangan. Di sinilah terbuka peluang saling melengkapi kekurangan tersebut, saling mengingatkan, dan memotivasi. Kekurangan yang ada bukan untuk dicemooh, dilecehkan, atau dibeberkan kepada khalayak ramai, jika terjadi konflik di suatu waktu, namun menjadi ladang bagi semua pihak (calon suami/istri) untuk beramal salih, mengingatkan dan memperbagus keadaan.
Memilih Pasangan Yang Shalih/Shalihah
Rasulullah saw. memberikan petunjuk tentang apa kriteria yang dipakai dalam memilih jodoh. Dari 4 kriteria utama, kriteria nilai atau ketaatan dalam beragama menjadi pedoman pertama yang harus diperhatikan. Rasulullah bersabda:
“Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Perempuan dinikahi karena 4 alasan; kekayaan, keturunan, kecantikan, dan keimanan/ketaatan agamanya. Utamakan perempuan yang memegang agamanya, jika tidak, sengsaralah kedua tanganmu.” (HR. Muttafaq Alaih dan Imam Lima) .
Hadis ini juga perlu dipahami secara timbal-balik. Artinya calon perempuan juga demikian dalam menerapkan kriteria memilih jodoh. Nilai agama yang dimaksud lebih pada ketaatan atau keteguhannya dalam menaati Allah dan Rasul-Nya. Jika seorang calon taat kepada Allah dan Rasul, insyaallah ia akan menjadi pasangan yang baik dan bertanggung jawab.
Seringkali terdengar nasehat agar perempuan menjadi salehah karena perempuan adalah tiang negara. Demikian pula nasehat agar istri harus menjadi istri salehah. Selain itu, para calon suami juga berdoa memohon calon istri yang salehah. Pada pokoknya ini benar dan baik, namun sepatutnya pemahaman demikian juga berlaku dan harus diberlakukan juga bagi laki-laki. Artinya, para lelaki juga harus menjadi lelaki saleh, para suami menjadi suami yang saleh, dan para calon istri berdoa memohon calon suami yang saleh. Di ayat 34 surat al-Nisa’ ditegaskan tentang perlunya perempuan menjadi shalihat (baik), qanitat (taat), dan hafizat (menjaga diri). Namun demikian, tidak bisa disimpulkan bahwa hanya perempuan yang perlu menjadi shalihah. Di sejumlah ayat lain, laki-laki juga diperintahkan menjadi shalih. Kesalehan merupakan dambaan setiap orang tua kepada anaknya, seperti tercermin dalam doa Nabi Zakaria tatkala memohon diberi keturunan: Robbi hab li minash-shalihin (Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) dari yang saleh-saleh).
Di ayat lain seperti surat al-Ahzab: 35 ditegaskan bahwa semua manusia (laki-laki dan perempuan) diperintahkan oleh Allah menjadi baik-baik, yakni berislam, beriman, qanitin/qanitat (taat-taat) kepada Allah, shadiqin/shadiqat (benar/jujur), shabirin/shabirat (bersabar), khasyi’in/khasyi’at (khusu’ dalam ibadah), mutashaddiqin/mutashaddiqat (gemar bersedekah), shaimin/shaimat (berpuasa), hafizin/hafizat lil furuj (menjaga kehormatan), dan zakirin/zakirat (selalu ingat Allah). Nilai-nilai utama tersebut sepatutnya dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Mereka inilah yang akan diberi reward/pahala berupa ampunan dan ganjaran yang agung. Karenanya, terasa aneh jika seorang laki-laki (suami dan juga calon suami) menuntut perempuan (istri dan calon istri) menjadi perempuan salehah (mar’atun shalihah), namun ia sendiri lupa, tidak menuntut dirinya menjadi laki-laki saleh (rajulun salih).
Begitupun halnya jika di ayat 34 surat al-Nisa’, disebutkan bahwa ada potensi terjadi pelanggaran serius (nusyuz) oleh perempuan (istri) terhadap aturan Allah dan Rasulullah, di ayat lain juga dinyatakan bahwa ada potensi terjadi pelanggaran yang sama (nusyuz) oleh laki-laki terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya. Jadi keduanya sama-sama berpotensi menjadi baik, juga berpotensi melanggar atau berbuat nusyuz. Keduanya sama-sama berpotensi, bukan hanya perempuan. Karena itu ayat di atas tidak selalu harus dijadikan cermin bagi perempuan saja, namun juga bagi laki-laki untuk sebuah hubungan rumah tangga yang sakinah.
Penutup
Demikian sejumlah pesan penting yang dapat digali dari hadis Nabi bagi mereka yang sedang menjalin hubungan perkenalan atau taaruf yang sedang merencanakan atau bagi mereka yang sedang menjalani biduk rumah tangga. Semoga dapat meraih bahagia, di dunia dan akhirat. Dengan memahami dan mengamalkannya, disertai kehati-hatian dan kebijaksanaan, diharapkan dapat menjalani masa-masa perkenalan dan masa pernikahan dengan baik, benar, dan saling memuliakan. Wallahu a’lam. (NA).
Baca Juga:
Dirasah Hadis 1: Menggugat Penistaan dalam Masa Perkenalan