Judul: Benarkah Aisyah Menikah dengan Rasulullah saw. di Usia Dini ?
Penulis: O Hashem
Penerbit: Mizania
Tahun Terbit: Maret 2009
Jumlah halaman: 129 hlm.
Ukuran: 18 x 13 cm
Buku kecil ber-cover biru laut dengan judul bertinta emas menggugah saya untuk mengambilnya dari tumpukan buku obral di salah satu toko buku terkenal di Jakarta. Judul bukunya mungkin jamak, karena banyak tulisan seperti itu yang mengarah pada pembenaran. Akan tetapi buku ini berbeda karena justru menggugat pemahaman yang berkembang mengenai hadis tentang usia Aisyah ketika menikah dengan Nabi Muhammad saw. Dibutuhkan kredibilitas dan keberanian yang kuat untuk menyusunnya, karena tidak hanya menghadapi Tokoh Agama namun juga menghadapi kelompok masyarakat yang enggan berfikir ulang.
Sosok pemberani itu adalah O Hashem. Sosok yang di kalangan cendekiawan dikenal sebagai pemikir juga penulis. Seorang dokter yang lahir di Gorontalo tahun 1935. Kecerdasannya yang di atas rata-rata diabdikan tidak hanya untuk orang sakit tetapi juga melalui tulisan-tulisan bermutu, seperti Marxisme dan Agama (1963), Saqifah, Awal Perselisihan Umat (1987), Syiah Ditolak Syiah Dicari (2000), dan masih banyak lagi.
Pada tahun 2008, di tengah komplikasi sakit yang dideritanya, kegelisahannya muncul melihat anak perempuan kecil sering dijadikan istri oleh tokoh-tokoh agama dengan dalih sunnah Nabi. Buku ini pun kemudian disusun dan dirilis dua bulan setelah kematiannya.
Seperti buku lainnya yang lahir karena reaksi atas fitnah yang ditujukan kepada umat Islam, begitu juga dengan buku ini disusun untuk menggugat kebiasaan menikahkan perempuan di usia dini yang dipercaya masyarakat awam sebagai sunnah Rasulullah saw. Buku yang secara tidak langsung sebenarnya ditunggu banyak pihak yang menolak ‘perkawinan dini’, namun tidak paham tentang ilmu hadis sehingga tidak bisa berbuat apapun.
Buku ini dibagi menjadi tiga bab inti, bab pertama biografi singkat dari 3 sosok yang akan menjadi pembahasan dalam buku ini yaitu Nabi Muhammad saw, Aisyah ra. dan Hisyam ibn Urwah sebagai mata rantai pertama dari hadis tersebut. Bab kedua membahas tentang riwayat2 yang disampaikan Hisyam di Irak. Dan Bab terakhir reaksi terhadap riwayat Hisyam ibn Urwah. Pada bab tambahan ada bab kritik terhadap hadis shahih yang dilakukan para sahabat nabi seperti Abu Bakar dan Umar bin Khatab.
Dalam pengantarnya penulis mengutip buku Age of Aishah dari penulis Pakistan Allama Habibur Rahman Siddiqui Kandhalvi. Buku tersebut menolak riwayat Shahih Bukhari tentang umur pernikahan Aisyah dengan Nabi. Menurutnya riwayat yang menyangkut perintah dan larangan, serta halal dan haram selalu diselidiki secara ketat. Tetapi selain itu seperti umur pernikahan Aisyah syarat perawi sengaja diperlunak (hal.26). Hal tersebut dia kutip dari Al Baihaqi yang mengutip dari Abdurrahman ibn Al Mahdi guru Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, tokoh penting dalam biografi perawi. Di sinilah letak masalahnya. Riwayat mengenai umur Aisyah waktu menikah dipandang bukan hal penting, karena bukan menyangkut halal atau haram. Mereka tidak memeriksa perawinya secara teliti (hal. 27).
Dalam biografi singkat Hisyam ibn Urwah ibn Zubair ibn Awwam (hal.43), disebutkan bahwa Asma, kakak perempuan Aisyah adalah nenek Hisyam. Hisyam adalah anak dari Urwah salah satu anak Asma, yang lahir di Madinah dan tinggal disana sampai berumur 70 tahun. Ketika berumur 70 tahun, Hisyam pindah ke Irak karena ia terbelit utang setelah menikahkan putrinya. Meninggal di Bagdad ketika berumur 85 tahun (hal.43).
Sikap para ahli hadis terhadap Hisyam setelah pindah ke Irak (hal.56-57). Ibn Hajar Al Asqalani dalam kitabnya Tahdzib al Tahdzib, mewawancarai Ya’qub ibn Syaibah “(Hisyam adalah) orang yang terpercaya, kuat riwayatnya tidak ada yang menolaknya, kecuali setelah ia tinggal di Irak. Di Irak, ia menyebarkan riwayat yang mengatasnamakan ayahnya, tapi ditolak oleh orang Madinah. Di Madinah, ia hanya meriwayatkan hadis yang benar-benar ia dengar dari ayahnya. Tapi di Irak ia mengatakan mendengar dari ayahnya, padahal ia tidak mendengar dari ayahnya tapi dari orang lain.“
Selain itu murid Hisyam waktu di Madinah, Malik ibn Anas pendiri Mazhab Maliki dan Imam Abu Hanifah (mazhab Hanafi) tidak mengutip sama sekali riwayat Hisyam tentang pernikahan dini Aisyah, hadis ini bahkan disebarkan oleh orang-orang Irak maka semakin menguatkan hadis ini lahir waktu Hisyam berdomisili di Irak (hal.43-44).
Pembuktian lain juga dilakukan penulis dengan mengkaji teks-teks hadis yang diriwayatkan Aisyah, terkait peristiwa-peristiwa besar masa Islam yang melibatkan dirinya. Misalnya riwayat bahwa sebelum dipinang Nabi, Aisyah sudah dipinang oleh Jubair ibn Muth’im, putus pinangan karena orang tua Jubair tidak mau anaknya masuk Islam (hal.61). Selain itu riwayat lain menceritakan bahwa Aisyah menjadi saksi mata tatkala nabi berusia 40 tahun. Kisah Nabi datang ke rumah Abu Bakar, ayah Aisyah pagi dan sore adalah kisah hari-hari pertama kenabian, Yaitu tatkala Nabi berumur 49 tahun, kalau umur Aisyah saat itu 6 tahun, 11 tahun kemudian nabi berumur 51 tahun dan Aisyah seharusnya 17 tahun dan kumpul dengan nabi saat berumur 20 tahun. Begitu juga dengan riwayat tentang keterlibatan Aisyah ikut perang Badar (hal.64) padahal nabi menentang keras keterlibatan anak-anak dalam perang besar, jika saat itu Aisyah masih anak-anak tidak mungkin Aisyah terlibat di dalamnya.
Menurut peresensi buku ini sangat menarik dan kritis. Secara judul “Benarkah Aisyah menikah dengan Rasulullah saw. di Usia Dini ?” menggugah kita untuk melihat buku ini. Jarang sekali buku yang mengajak kita berfikir kritis tanpa menggurui, buku ini menampilkan itu. Tetapi bentuk buku yang kecil dan lay-out sederhana membuat tampilan buku ini menjadi kurang menarik, apalagi bila sudah tertindih buku-buku lain, maka informasi yang sangat penting ini bisa hilang seiring dengan waktu.
Kita pun disajikan hal-hal baru yang selama ini ‘tersembunyi’. Tetapi rasanya sayang sekali pembahasan tentang Aisyah menikah di usia dini, terasa seperti meneguk air tetapi tidak bisa menghilangkan dahaga. Buku ini secara isi hanya intents membahas tentang topik terkait kurang lebih 58 halaman, hadis yang disampaikan sangat sedikit. Perensensi merasa waktu menjadi kendala utama penulis (karena saat itu penulis sedang sakit?), akan tetapi pembahasan yang disampaikan dalam buku ini cukup menggugah orang untuk menelaah dan berfikir ulang terhadap hadis tersebut. Semoga keberadaan buku ini dapat ‘melecut’ sosok pemberani lainnya untuk tampil, guna melengkapi buku ini, sehingga tujuan penulis untuk mensyiarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dapat tercapai. {} Ulfah