Hari masih sangat pagi pada 24 Mei 2012 itu. Saya yang sedang berada di Kediri, baru saja menyelesaikan pekerjaan yang dikirimkan oleh kantor pusat. Sambil menunggu waktu bersiap ke lapangan untuk melanjutkan penelitian, saya membuka home Face Book (FB), membaca status beberapa teman. Tiba-tiba mata saya terpaku pada status Kang Mufid Azis yang di-upload pada pukul 5.27 wib: Innalillahi.. Tlh berpulang kerahmatullah Mupid Azis (yg punya akun ini) td malam di bdg. Rmh duka jl.Sukaati permai 2 no.11. Bdg.Sip.keluarga.

Rasa shock bercampur tak percaya, membuat saya berkali-kali membaca status itu. Kang Mufid meninggal? Sosok pendiam itu meninggal? Kenapa? Sakitkah? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran. Saya lalu teringat, seharusnya Selasa minggu sebelumnya kami bertemu di Yayasan Pekerti, tetapi ketika itu Kang Mufid tidak hadir. Mata saya kembali ke dinding FB Kang Mufid. Beberapa komentar berisi ucapan duka cita kemudian bermunculan. Terbersit pikiran untuk menelpon langsung ke nomor HPnya. Tetapi ternyata saya tak cukup punya keberanian. Saya lalu menelpon Mas Imam, Koordinator  Sekretariat Rahima, memintanya untuk mengecek kebenaran berita itu.

Tak berselang lama, Mas Imam mengabarkan kepastian itu. Kemudian, SMS berita duka dari nomor HP Kang Mufid yang dikirimkan oleh kerabatnya pun menyusul. Saya terpekur diam. Pikiran melayang pada sosok lelaki yang jika datang ke kantor Rahima suka mengenakan kemeja berwarna putih itu. Ketika terakhir kami bertemu pada sekitar Januari 2012 lalu, Kang Mufid masih dengan sapaannya yang khas, ”Apa kabar Dan?” Innalillahi wainnaillaihi rajiun…

 

*****

Bernama lengkap Mufid Aziz Sudibya, lahir 16 Juni 1954 sebagai anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Sejak lahir hingga lulus kuliah di Seni Rupa ITB, Kang Mufid tinggal bersama keluarganya di kota Bandung. Mungkin karena itulah, ia sangat mencintai kota Paris van Java itu. “Jika berada di Bandung, Kang Mufid sangat bodor (suka bercanda). Terlebih jika sudah bertemu dengan saudara atau teman-temannya. Ia telah bertekad akan menghabiskan masa tuanya di kota itu,”terang Elviah Darmudji, perempuan yang dinikahi Kang Mufid pada 1989 lalu.

Dari pernikahan mereka, lahirlah Oya (22, baru usai sidang sarjana S1 nya dari jurusan Sospol Unpad Bandung); Faikar (19, semester kedua di universitas Gunadarma), dan Alaqo (3). Kelahiran Alaqo, merupakan berkah yang ditunggu-tunggu Kang Mufid, setelah sang istri keguguran dua kali. ”Alaqo benar-benar menjadi penyemangat hidup Kang Mufid. Segala aktivitas Kang Mufid di rumah selalu melibatkan Alaqo. Beberapa bulan sebelum Kang Mufid pergi, Ia sedang  mengoleksi tanaman puring. Semuanya ada 29 jenis. Dan, Alaqo hafal semua jenis puring itu,” jelas Guru TK di daerah Tebet, Jakarta Selatan itu.

Kang Mufid mengenal Elviah pada 1983. Ketika itu Kang Mufid bekerja di Unit Pengembangan Wiraswasta dan Managemen (UPWM) milik P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) yang berlokasi di Pesantren Assyafiiyah, Pondok Gede. Sementara Elviah adalah santri di pesantren itu. Kegiatan utama UPWM berupa pelatihan pengembangan produk dan managemen bagi masyarakat di sekitar pesantren jaringan P3M. Jabatan Kang Mufid saat itu Asisten Manager, tetapi dalam pelatihan-pelatihan ia bertugas sebagai fasilitator. Di luar tugas utamanya, dan atas inisiatifnya sendiri, Kang Mufid juga memberikan pelatihan kepada santri-santri. “Kang Mufid mengajari kami melukis, menggambar, bertheater, menulis puisi juga membuat lagu untuk penampilan theater kami. Dia juga membuat skenarionya. Kang Mufid itu multi talent sekali,”demikian Elviah.

Bakat Kang Mufid yang lain men-design interior rumah. “Setahun terakhir ini, Ia dimintai tolong oleh adiknya, Yusran, untuk membantu men-design rumah beserta interiornya di Bandung. Kang Mufid antusias sekali karena Yusran membebaskannya untuk berkreasi. Seminggu sekali Kang Mufid pergi ke Bandung untuk mengecek perkembangan proyeknya itu. Jika tiba saatnya ke Bandung, Kang Mufid sangat penuh semangat. Rumah itu sudah jadi. Kang Mufid sangat puas dengan hasilnya. Ia meminta saya dan anak-anak untuk melihat hasil karyanya. Sayangnya saya belum sempat. Rabu 23 Mei 2012 itu, ia pergi ke Bandung bersama Yusran untuk memberi ‘sentuhan terakhir’ pada interior rumah. Usai itu, Yusran kembali ke Jakarta, dan Kang Mufid tinggal di Bandung. Ia ingin menginap di rumah baru itu. Tak ingin sendirian menikmati rumah baru, Ia lalu mengontak adiknya yang lain dan beberapa keponakan untuk menemaninya,” Elviah bertutur.

Ternyata, itulah kali terakhir Kang Mufid menginap di sana. Pukul 1.30, Ia mengalami serangan jantung. Meski sempat dibawa ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak tertolong. Pukul 03.00, 24 Juni 2012, Kang Mufid dinyatakan meninggal oleh tim dokter.

 

*****

Kang Mufid, dipilih oleh Rahima untuk menjadi ‘tukang’ gambar majalah Swara Rahima (SR) edisi perdana – dengan tema “Mengukir Sejarah Baru” – pada Mei 2001 lalu. Pilihan tersebut didasari alasan hasil goresan Kang Mufid sangat tajam (penuh kritikan membangun). Selain itu, beliau dapat dengan cepat dan tepat mewujudkan ide dari sumber tulisan maupun lisan ke dalam bentuk gambar karikatur (pengalaman ini ketika bekerjasama di P3M, lembaga sebelum Rahima lahir). Pilihan tersebut ternyata tepat. Karikatur Kang Mufid sangat pas dengan tema. Puas dengan hasil karya Kang Mufid itu, Rahima lalu metetapkan Kang Mufid menjadi ‘tukang’ gambar tetap bagi karikatur SR untuk edisi selanjutnya (hingga 38).

Kekhasan karikatur SR diamati oleh Wiwik Sushartami, seorang mahasiswa asal Yogyakarta yang sedang kuliah di Universitas Leiden Belanda. Ia kemudian tertarik untuk menganalisanya ke dalam disertasi untuk meraih gelar Doktornya pada 2012 ini. Tak hanya itu, beberapa lembaga lain seperti PP Fatayat yang menerbitkan buku BMI, Buruh Migran Indonesia, juga menggunakan jasa Kang Mufid untuk menggambar karikaturnya. Nurhayati Kaprawi, seorang film maker dari negeri Jiran yang sedang melakukan penelitian tentang Islam di Indonesia juga menggunakan jasa Kang Mufid untuk membuat lukisan komik yang akan digunakannya untuk mengkritik pengharaman penampilan balet di Malaysia. SIS, Sisters in Islam, sebuah NGO yang punya pengaruh kuat di Malaysia juga sudah menggunakan jasa gambar Kang Mufid dalam bukunya.

“Saya kehilangan seorang partner pengembangan media belajar. Kang Mufid itu bisa menyederhanakan materi pembelajaran ke dalam komik, sehingga menjadi mudah dimengerti, ”kata Suharto, rekan kerja Kang Mufid sejak  1984. “He is a great cartoonist with good working etiquette and ethics,” kata Norhayati Kaprawi. “Kami kehilangan seorang fasilitator yang humoris,” kata Yolita Ainun Rahmawati (Humas Yayasan Pengembangan Kerajinan Rakyat Indonesia, Pekerti, dimana Kang Mufid menjabat sebagai salah satu Pembina di sana). Ya, kita semua memang kehilangan Kang Mufid. Semoga pesan-pesan melalui karikaturnya yang sudah tersebar kemana-mana menjadi amal jariyah baginya. Amin ya robbal ‘alamin (Dani)

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here