Secangkir kopi panas ini tak boleh disia-siakan
Satu hirupannya merasuki diri dengan sebuah semangat
Semangat kesyukuran meneruskan perjuangan sang perempuan
Menjadikan apa yang belum diraihnya menjadi sebuah kenyataan
Kenyataan yang mampu membuat siapapun tersenyum
Tersenyum dalam keharmonisan
Seluruh manusia dan alam

Petikan puisi di atas ditulis bulan November 2010 di sebuah blog pribadi. Bercerita tentang sebangkir kopi panas yang bisa membuat peminumnya mempunyai semangat hidup untuk memperjuangkan mimpinya. Mimpi untuk memperjuangkan nasib perempuan yang lebih baik.

Mungkin pembaca bertanya-tanya, siapa gerangan penulis puisi yang mencerminkan gelora semangat hidup yang luar biasa dan penuh optimisme itu. Ia memperkenalkan dirinya sebagai seorang “ibu pemikir”. Di lain tempat ia menyebutnya “Ibu penyayang dan pembelajar yang suka filsafat”.

Seorang ibu muda dengan segudang mimpi dan aktifitas. Bekulit putih bersih dengan bibir yang senantiasa mengembang menemani sikapnya yang ramah dan penuh semangat. Perempuan itu bernama Neng Hannah. Ia lahir 31 tahun yang lalu tepatnya pada 24 Juli 1979 di Pandeglang Banten. Perempuan yang rajin menulis ini adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan bapak H. Musoffa  Abdulhaq dan ibu Hj. Suhermi. Di usia yang relatif masih muda, Hannah, begitu teman-temannya menyapa, seringkali digolongkan sebagai aktivis yang memperjuangkan kesetaraan dengan semangat keadilan Islam. Ia selalu aktif mengkampanyekan kesetaraan gender dalam setiap langkahnya.

Menurut perempuan yang bersuamikan Abdul Hakim ini, menuliskan pengalaman dalam memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sebuah tulisan adalah sesuatu yang penting. “Peranan tulisan dalam sebuah peradaban manusia begitu signifikan. Karena tulisanlah ilmu pengetahuan bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia. Demikian pula halnya dalam sebuah perjuangan yang tak kan mungkin dilakukan tanpa peranan tulisan. Termasuk dalam perjuangan menciptakan kehidupan yang berkesetaraan dan berkeadilan.”  Demikian perempuan yang tinggal di Bandung ini menuliskan.

Pernikahan dan status ibu dari dua anak perempuan ini tidak mengurangi aktivitasnya yang padat.  Sehari-hari perempuan bermata sipit ini aktif mengajar di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung memegang mata kuliah Filsafat Sosial. Selain mengajar, ia juga aktif menjadi pengasuh sebuah Majlis Taklim dekat tempat tinggalnya. Menurutnya, hal itu dilakukan sebagai amanah yang diemban sebagai seorang alumni santri Pondok Pesantren Ashiddiyiqah Jakarta Barat.

Kepedulian ibu dari Isyqie (8) dan  Ain (5 thn) ini pada persoalan-persoalan perempuan membawa penulis skripsi  “Analisis Kuasa Michel Foucault terhadap Gender dan Pembangunan (Gender and Development/GAD)” ini pada kegiatan-kegiatan pemberdayaan perempuan. Dari persoalan perdagangan perempuan, ekonomi, KDRT, lingkungan sampai pada wacana tentang perempuan dalam Islam.

Kepeduliannya terhadap persoalan perempuan ia wujudkan bersama temen-temannya dengan mendirikan sebuah lembaga yang bergerak pada penanganan persoalan perempuan dan lingkungan, RESIC (Research of Environment and Self Independent Capacity).

Selain mendirikan dan mengembangkan RESIC, perempuan yang pernah menjabat Ketua Korp-HMI-wati Cabang Kab Bandung (KOHATI) itu aktif juga sebagai konsultan agama di P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) provinsi Jawa Barat. Lembaga ini dibentuk sekitar awal tahun 2010 oleh BPPKB  (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana). Menurut Neng Hannah,  P2TP2A merupakan tempat pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak.

Perhatiannya pada persoalan perempuan ia curahkan juga dengan melakukan sejumlah penelitian. Diantara penelitian yang pernah ia lakukan adalah   “Pendampingan Teologis terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bandung (Studi Terhadap pendampingan Sapa Institute) UIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2008”, “Peran Mubalighoh dalam Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi terhadap Bale Istri  di Pabean Kabupaten Bandung) DIKTIS tahun 2008” dan  “Pemberdayaan Perempuan Pemulung  di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Babakan Ciparay Kabupaten Bandung (Riset Aksi) DIKTIS tahun 2010.”

Selain melakukan penelitian, Ulama Perempuan jebolan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima Jawa Barat ini seringkali diundang untuk menyampaikan pandangannya di sejumlah seminar dan pertemuan terkait isu-isu perempuan.  Seperti   Sekolah Perempuan “Fiqih Munakahat yang Berkeadilan Gender, PMII  Komisariat UIN Bandung Cabang Kota Bandung dan Lokakarya Pengembangan Wawasan Multikultural di Kalangan Majils Taklim, Puslitbang Kemenang RI dan yayasan Taman.

 

Perempuan yang menulis tesis “Kesetaraan Gender dalam Pemikiran Tasawuf Ibnu Arabi” pada konsentrasi studi Pemikiran Islam Pasca Sarjana  IAIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun  2004 ini rajin mendokumentasikan pengalaman melakukan pembelaaan terhadap perempuan dan perjalanan hidupnya dalam sebuah tulisan.

Media yang menjadi pilihannya adalah media online. Selain membuat akun facebook, ia juga menyimpan sejumlah tulisannya di blog pribadinya, kompasiana dan blogspot. Pemikiran, perasaan dan jejak-jejak aktivitasnya ia tuangkan di media ini.

Ia sadar betul betapa pentingnya sebuah tulisan untuk sebuah perubahan. Pada peringatan 10 tahun Rahima beberapa bulan yang lalu, perempuan yang sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya ini, menulis sebuah artikel dengan  mengutip Gus Inal, penulis buku Bramma Aji Putra    “Jika anda ingin mengerti dan dimengerti, menulislah. Jika anda bukan anak seorang raja atau pembesar, menulislah. Jika anda ingin menghormati dan dihormati, menulislah. Jika anda ingin menghargai dan dihargai, menulislah. Jika anda ingin dikenang dalam keabadian, menulislah”.

Ditengah kesibukannya, mengajar dan melakukan pendampingan perempuan korban, perempuan bersuara lembut ini rajin menulis catatan harian, artikel dan reportase di blog pribadinya. Ketika ditanya  mau jadi intelektual selebritis? Ia menjawab dengan pasti “Ogah… ah jadi intelektual kritis emansipatoris dan berguna buat masyarakat aja.” Sebuah jawaban kepedulian atas persoalan masyarakat terutama perempuan. Satu cermin ulama perempuan masa depan. Semoga.[] Maman A. Rahman

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here