18 April 2010, Wawa, Hilya, Cindy, Dio dan Amir, tampak sumringah dengan penampilan istimewa mereka. “Mau kemana nak-kanak, sudah cantik dan ganteng pagi-pagi begini?” sapa Bu Nur, penjual sayur yang telah lebih dari 20 tahun berdagang di sebelah timur tugu perbatasan Desa Sumberlesung dan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Serentak lima bocah itu menjawab bak koor, “Ke Lapangaaaaan….”. Dan salah seorang menambahkan  dalam dialek Maduranya yang kental, “Bede shalawat Musawa” (Ada Shalawat Musawa). Sambil berlari kecil, bocah yang lainnya menyambung, “Kartinian, Bu Nurrrrr….”  Mentari bulan April yang cerah menyapu hangat kaki-kaki lincah itu.

Perhelatan yang Tidak Biasa
Ada yang lain di Hari Kartini 2010  di kawasan berbukit-bukit yang berjarak  20 km dari Kota Jember ini. Bukan hanya bocah-bocah,  tetapi kaum ibu dan bapak pun berdandan. Bukan hanya masyarakat, ulama dan umara-pun necis dalam balutan pakain tradisional atau busana muslim/muslimah,  Mereka bershalawat bersama. Sebuah shalawat yang tidak biasa pula, ’Shalawat Musawa’. Lantunan religi untuk merayakan kesetaraan  dua makhluk cipytaan-Nya, lelaki dan perempuan

Di antara lantunan shalawat, sesekali terdengar  lagu Ibu Kartini dinyanyikan bersama-sama dengan penuh semangat diiringi musik perkusi kelompok belajar Tanoker. Inilah bagian dari  ikhtiar Ledokombo, sebuah upaya menghadirkan kesetaraan gender sejak dini melalui pendekatan budaya.

’Festival Shalawat Musawa’ ini merupakan kerjasama antara Tanoker, Rahima dan Pesantren NURIS.  Festival yang berpuncak pada lomba melantunkan Shalawat Musawa ini diikuti oleh 16 kelompok. Mereka  berasal dari TPQ dan madrasah di Kecamatan Ledokombo. Sebelumnya beberapa kegiatan telah dilaksanakan antara lain halaqah yang diikuti para guru ngaji dari berbagai TPQ, para ketua Majlis Taklim ibu-ibu dan tokoh masyarakat. Tujuan dari halaqah dengan narasumber KH Muhyidin Abdusshomad, Ketua Syuriah NU Jember ini bertujuan untuk mensosialisasikan sejarah dan makna shalawat Musawa. Di forum ini  masyarakat didorong juga untuk melantunkan ’Shalawat Musawa’ dalam berbagai kegiatan mereka.

Sebelum lomba dimulai para peserta pada saat pendaftaran juga diberikan copy CD berbagai versi lantunan ’Shalawat Musawa’ yang telah dipublikasikan oleh Rahima dari berbagai lomba yang telah dilakukan sebelumnya. Dan juga dilakukan rapat-rapat dengan mengundang perwakilan mushala yang tersebar di Kecamatan Ledokombo untuk mengoptimalkan penghayatan  dan penampilan para peserta.

Selain itu, diawali pula dengan kunjungan anak-anak komunitas Tanoker ke beberapa TPA/Mushala calon peserta lomba. Anak-anak komunitas Tanoker yang telah lebih lancar menyanyikan ’Shalawat Musawa’ menyanyi bersama dengan anak-anak mushola/TPA yang dikunjungi. Tujuan kegiatan ini adalah memberi semangat, sosialisasi nilai keadilan kepada anak lelaki dan perempuan melalui shalawat Musawa  dan sejenis briefing -buat calon peserta- tentang apa yang perlu dipersiapkan dalam mengikuti lomba.

Pada hari pelaksanaan lomba,  para  peserta berkumpul di depan kantor Kecamatan Ledokombo. Bersama masyarakat yang memadati jalanan sekitar kantor kecamatan ini mereka mendengarkan mendapat taushiyah dari KH Muhyidin yang juga pemimpin Pesantren NURIS  tentang makna dan pentingnya ’Shalawat Musawa’ bagi anak-anak dan kehidupan sehari-hari serta konteksnya dengan peringatan hari Kartini.

Selanjutnya acara dibuka oleh ibu Umi Farida—ibu Camat Ledokombo yang menyambut baik perayaan hari Kartini dengan festival Shalawat ini. Sebelum ditutup dengan do’a oleh KH Saiful Bahri dari Pesantren Raudatul Ulum Ledokombo, masyarakat dengan penuh perhatian mendengarkan  sambutan  para juri. Mereka terdiri dari ibu Masruchah, wakil ketua KOMNAS  Perempuan, ibu Maria Ulfah Anshor (mantan Ketua PP Fatayat NU), bapak Maman Abdurahman (Rahima), dan ibu Anne Francois Guttinger (Dosen Ilmu Sosial Politik UNAIR Surabaya,  asal Perancis). Prosesi selanjutnya seluruh peserta, para tamu undangan dan dewan juri berpawai sambil melantunkan ’Shalawat Musawa’ menuju lokasi lomba di kebun Tanoker (sekitar 500 meter dari kantor kecamatan).  Dalam waktu singkat 500 copy lirik shalawat Musawa habis terbagi.

Tanpa terasa dalam waktu kurang lebih tiga jam 16 wakil TPA/Madrasah tampil melantunkan ’Shalawat Musawa’ dengan berbagai kreasi, gaya, suara dan musik pengiring. Dua ribuan penonton yang datang dari Kecamatan Ledokombo dan sekitarnya menyaksikan penampilan itu. Ada beberapa tamu juga hadir dari kota Jember seperi pengurus Fatayat NU, disamping ketua syuriah NU dan ibu Nyai Fatimah dari PP Nuris Antirogo.

Satu hal yang menarik dari lomba ini adalah justru keterbatasan instumen pendukung bukannya menjadi  hambatan bagi para peserta tetapi justru menjadi lahan untuk berkreasi. Di arena lomba  alat musik alternatif menggema, misalnya ’ensemble’ barang bekas atau ’symphoni’ pacul. Penampilan ini sangat menghibur para penonton.

Dalam acara lomba, kelompok Tanoker dan beberapa mushala di Ledokombo menyumbangkan penampilan khusus untuk memeriahkan acara. Panitia juga membagi berbagai hadiah hiburan kepada penonton yang beruntung (10 hadiah doorprize) dan cinderamata kepada pemimpin TPQ/madrasah.

Bergerak Bersama Menuju  Kesetaraan
Sebagai gerakan untuk memasyarakatkan kesetaraan dan keadilan relasi antara lelaki dan perempuan festival ini mempunyai beberapa tujuan diantaranya: (1) Mendorong munculnya sensitifitas gender (Terutama untuk anak-anak, TOGA, dan TOMAS melalui Shalawat Musawa). (2) Memotivasi  para guru ngaji, murid ngaji, jama’ah majlis taklim  agar bergairah untuk melantunkan shalawat Musawa di masing-masing Surau/Majlis Taklim di wilayah Kecamatan Ledokombo; dan (3) Membangun tradisi silaturahmi antar surau melalui media ’Shalawat Musawa’.

Alhamdulilah ikhtiar tersebut sedikit demi sedikit telah menjadi fondasi bagi sebuah proses memanusiakan manusia, lelaki dan perempuan. Kini semakin banyak masyarakat di Ledokombo memahami makna ’Shalawat Musawa’. Di beberapa surau dan mushala ’Shalawat Musawa’ adakalanya dilantunkan sebelum atau menjelang sholat Maghrib/Subuh.  Beberapa majelis taklim juga telah mempraktikkannya dan memakainya untuk menyambut tamu misalnya pada waktu ibu Ketua PKK Kabupaten Jember datang dalam acara pengajian ibu-ibu di balai desa Sumber Lesung, Ledokombo).

Kini semakin banyak anak-anak di desa Ledokombo dapat melantunkan ’Shalawat Musawa’ dengan lancar, sehingga banyak musholla tidak terlalu kesulitan ketika diundang untuk mengikutsertakan santrinya.  Salah satu capaian ”gerakan shalawat di Ledokombo” ini  adalah terpilihnya Musholla Nurul Huda sebagai juara 1 lomba ’Shalawat Musawa’ tingkat kabupaten Jember yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Nuris Antirogo tanggal 19 Juli 2010.
”…….Huwa khalaqa huma min nafsin wahidah; fabatstsa minhuma rijalan wa nisa’….”

Suara merdu pak Aziz takmir Mushalla Sumber Lesung memecah kesunyian dini hari. Kini kumandang larik-larik religius yang menegaskan pesan dasar Islam tentang  kesetaraan lelaki dan perempuan semakin sering bergema.  ’Festival Shalawat Musawa’ memang telah lama usai, namun jejak-jejaknya tidak ikut pergi. Ia tinggal dan berkembang di tengah komunitas yang terus bebenah di Ledokombo.  Semoga semangatnya semakin merasuk dalam sanubari masyarakat  dan dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Amin ya rabbal ‘alamien. {}Farha Ciciek

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here