Penolakan beberepa komponen umat Islam terhadap isu Kesehatan Reproduksi perempuan, harus dilihat dari sisi identitas politik, dan bukan pada isu dasar kesehatan. Karena dalam Islam, isu kesehatan termasuk isu dasar yang menjadi pembahasan awal persoalan ibadah. Taharah- nazhafah, atau kesucian dan kebersihan adalah isu sentral dan menjadi awal pembahasan hampir setiap kitab-kitab fiqh atau hukum Islam. Perintah menjaga diri dan bersuci dari kotoran dan najis, juga membersihkan diri dengan wudlu dan mandi, adalah ajaran dasar dalam Islam. Ajaran ini telah ditempatkan sebagai awal dari kepedulian Islam terhadap persoalan pangkal kesehatan, yaitu kebersihan. Dari pangkal ini, lalu kepedulian pada isu-isu lain menyangkut kesehatan jasmani semestinya diarahkan dan ditingkatkan, termasuk isu kesehatan reproduksi perempuan.
Dalam beberapa kesempatan, Nabi Muhammad saw. selalu mengingatkan, “ath-thahûru syathr al-imân wal hamdulillâh tamla’ al- mîzân,” (bersuci adalah bagian dari keimanan dan ungkapan syukur pada Allah akan memberatkan timbangan amal). (Hadis Riwayat Imam Muslim dalam Sahih Muslim, no. hadis: 556, bab fadhl al-wudhû, juz 2, hal. 167). Teks hadis di atas merupakan penegasan pada segala hal terkait dengan kebersihan tubuh sebagai amal keimanan, awal segala ibadah murni, dan tentu merupakan pangkal dari kesehatan.
Sahabat Abu Bakr ash-Shiddiq ra., dalam hadis yang diriwayatkan Imam at-Turmudzi, mengisahkan bahwa dalam suatu mimbar khutbah Nabi Muhammad saw. pernah berseru, “Mintalah kepada Allah swt. agar kamu diberi ampunan dan kesehatan, karena tidak ada kebaikan yang diberikan setelah keimanan kecuali kesehatan.” (Ibn al-Atsîr, Jâmi’ al-Ushûl, juz 4, no. hadis: 2358).
Doa istri Nabi Aisyah ra. yang didengar dari Nabi Muhammad saw. di antaranya adalah:
“Alluhmmâ âfinî fî jasadî, wa ‘âfinî fî sam’î wa basharî, waj’alhumâ al-wâritsa minnî, lâ ilâha illallâh al-halîm al-karîm, subhanallahu rabbil ‘arsy al-‘azhîm, wal hamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn,” (Ya Allah, limpahkan lah kesehatan pada jasadku, karuniakan lah kesehatan pada pendengaran dan penglihatanku, jadikan lah pendengaran dan penglihatanku sebagai pewaris (yang menyebarkan kebaikan)-ku, tiada tuhan selain Allah, yang maha lembut dan sayang, maha suci Allah Pemilik kerajaan yang Agung, dan segala puji bagi Allah Penjaga seluruh alam). (Riwayat Imam Turmudzi, lihat: Ibn al-Atsîr, Jâmi’ al-Ushûl, juz 4, no. hadis: 2367).
Di antara doa-doa yang sering kita panjatkan dan kita baca pada saat duduk tasyahhud adalah: “rabbighfirlî, warhamnî, warzuqnî, wa’âfinî, wa’fu’annî,” (Tuhanku, maafkan dosa-dosaku, sayangi aku, limpahkan rezeki padaku, karuniai kesehatan padaku, dan ampuni aku). Doa ini mengajarkan betapa limpahan rezeki akan menjadi lebih baik jika berkait dengan limpahan kasih sayang, kesehatan, dan juga ampunan. Dalam doa qunut, yang dibaca setiap shalat subuh, permohonan kesehatan juga menjadi salah satu doa yang dipanjatkan di antara permintaan-permintaan hidayah atau petunjuk, cinta kasih, dan yang lain. Sebagai isu dasar kesehatan, persoalan kesehatan reproduksi menjadi bagian integral dari cita-cita sosial keislaman, yang selalu dipanjatkan dalam doa-doa suci umat Islam.
Baca Juga:
Dirasah Hadis 1: Menyeimbangkan ‘Wacana Hak’ dan ‘Wacana Kewajiban’ dalam Isu Kesehatan Reproduksi
Dirasah Hadis 3: Isu Eksistensi dan Jati Diri