Sejarah Nabi menginformasikan, menjelang tampil sebagai sosok berpengaruh, Nabi Muhammad melakukan meditasi. Pikirannya dikonsentrasikan untuk mencari jalan bagaimana ia harus memulai langkah transformasinya. Dengan cara mengejutkan, Jibril datang menemuinya dengan membawa petunjuk Tuhan. Isinya, Dia meminta Nabi membaca, memahami penciptaan manusia, dan mengajarkan pengetahuan kepada manusia. Tuhan mengatakan, “Bacalah, dengan Nama Tuhan yang mendidikmu. Dialah Sang Pencipta. Dia menciptakan manusia dari darah yang menggumpal. Bacalah, Demi Tuhan yang mendidikmu Yang Maha Mulia. Dia Yang mengajarkanmu dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Mungkin mengherankan banyak orang mengapa Tuhan tidak langsung saja menyuruh Nabi menyampaikan perintah misalnya, “Hai Muhammad, katakan kepada mereka, “Sembahlah Tuhan Yang Esa” atau “Katakanlah bahwa Tuhan adalah Esa”. Kata-kata itu tidak dapat mereka pahami, bahkan sangat mungkin menimbulkan perlawanan yang keras. Tuhan menyarankan Nabi untuk tidak bicara tentang Kemahaesaan Tuhan terlebih dahulu. Ide Tauhid ini hanya dapat dipahami dan dimengerti melalui pengetahuan dan pemikiran tentang diri dan alam semesta. Tuhan dalam ayat di atas tidak menjelaskan apa saja yang harus dibaca. Para ahli tafsir berbeda-beda dalam mengomentari ayat tersebut. Sebagian mengatakan membaca Alquran. Tetapi umumnya mereka berpendapat, perintah membaca yang dimaksud adalah mempelajari segala sesuatu; mempelajari hakikat diri manusia dan mempelajari realitas.
Adalah menarik, bahwa strategi yang sama juga disampaikan Tuhan kepada Nabi Adam, representasi khalifah (mandataris) Tuhan di muka bumi. Alquran mengatakan, “Dan Tuhan mengajarkan kepada Adam semua nama-nama”. Para ahli tafsir mengatakan, yang dimaksud “nama-nama” (al Asma) adalah “sesuatu yang diberi nama” (al Musammayat). Tetapi segala yang bernama itu tidak sekedar dimengerti makna literalnya, melainkan dipahami karakater dan sifat-sifatnya. Nama-nama itu dapat juga ditafsirkan sebagai realitas-realitas dan fakta-fakta empiris.
Dari uraian tersebut, kita mungkin dapat mengambil inspirasi, kerja-kerja transformasi harus dimulai dengan mendidik masyarakat; menanamkan kesadaran mereka; menghapuskan kebodohan dan mencerdaskan mereka.
Inspirasi lain adalah, organisasi-organisasi advokasi sosial harus memulai gerakannya dengan langkah kajian dan penelitian atas realitas, dinamika masyarakat dan struktur sosial yang membentuknya. ”Siapa yang mengenal realitas, dia akan mengenal Tuhannya”.
Baca Juga:
Tafsir Al-quran 1: Advokasi untuk Kesetaraan dan Keadilan
Tafsir Al-quran 3: Advokasi Hak-hak Perempuan
Tafsir Al-quran 4: Mendengar dan Merespon Suara Perempuan