Dalam agama Islam keberagaman atau al-ta’addudiyyah merupakan satu keharusan (al-dharuriyyah) dalam kehidupan. Bahkan keberagaman adalah bagian dari tujuan agama itu sendiri. Ia adalah sunnatullah. Dalam Alquran Allah swt. telah berfirman:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ayat ini telah menyebutkan, keragaman itu meliputi jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, suku, bangsa, ruang dan tempat tinggal manusia. Dalam keragaman itu, tidak lain Tuhan menginginkan agar manusia saling mengenal, menghargai perbedaan satu sama lain. Atau bahkan saling belajar, bertukar ilmu dan pengetahuan atas apa yang dimiliki dan tidak dimiliki satu sama lain. Sungguh tak ada kelebihan pada masing-masing perbedaan itu, kecuali atas dasar ketakwaan pada Sang Pencipta.

Allah tidak hanya menciptakan keberagaman itu pada diri manusia. Akan tetapi Allah swt. telah membuat keberagaman itu pada seluruh ciptaannya. Ini tidak lain adalah untuk menciptakan keharmonisan bagi kehidupan seluruh alam. Dalam ayat yang lain Allah swt.  berfirman:

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya yang bermacam-macam itu bila dia telah berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan mensedekahkah pada fakir-miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141)

Inilah bukti, Tuhan telah menciptakan semesta ini dalam kesengajaan yang beragam. Jika keberagaman itu rusak, maka umat manusialah yang hendak menanggung kerugiannya.[i] Tampak Islam sesungguhnya sangat menghormati semua bentuk keberagaman.

Dalam kesempatan haji wada’ Nabi saw. bersabda:

”Wahai umat manusia! Sesungguhnya Tuhanmu Maha Esa. Kalian masing-masing berasal dari Adam, sedang Adam diciptakan dari tanah. Orang-orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas non-Arab, dan sebaliknya tidak ada keutamaan non-Arab atas orang Arab. Juga tidak ada keutamaan orang berkulit merah atas orang berkulit putih. Demikian juga sebaliknya. Kecuali karena ketakwaannya. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan ini semua?! Ya Allah, saksikanlah ini. Dan hendaklah yang hadir di sini menyampaikannya pada yang tidak hadir”. (HR. Ibn Hisyam)

Semakin jelas sudah, keberagaman warna kulit, ras, ataupun golongan, tidak membawa pertentangan, ataupun kelebihan apa-apa di masing-masing pihak. Keragaman itu ada namun bukan untuk dibeda-bedakan. Dengan ayat-ayat agama tersebut, kemajemukan dan semua keanekaragaman itu telah diakui Islam. Tapi, selama ini yang memiliki peluang untuk menerjemahkan semua pengetahuan atau menafsirkan kitab suci adalah ulama laki-laki yang memiliki bias dalam sudut pandang mereka. Jika terjadi bias dalam penafsiran, maka biaslah pengetahuan yang diberikan kepada umat. Hal ini merusak pemahaman umat tentang segala bentuk kemajemukan.

Dalam hal ini Syafiq Hasyim berpendapat, perbedaan antara lelaki dan perempuan itu ada; perbedaan di antara kaum perempuan sendiri pun ada; mulai dari warna kulit, suku, ras, agama, hingga pemikiran. Namun jangan sampai terjadi pembedaan di antara mereka. Diskriminasi itu harus dihilangkan. Sebagaimana anjuran hadis Rasulullah saw. yang lain:

“Sesungguhhya darah dan harta kalian itu suci (haram dinodai), di hari yang suci ini dan di tempat yang suci ini. Tidak ada keunggulan orang Arab dan non-Arab (dan sebaliknya) dan juga orang yang berkulit putih atas orang yang berkulit hitam, kecuali karena takwanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitulah Islam menempatkan posisi setiap perbedaan. Islam juga memberikan perempuan sebuah tempat yang terhormat dan banyak hak. Namun selama bertahun-tahun sistem patriarkal dan kekuasaan politik memang telah memarjinalkan mereka dan membuat hak-hak itu jadi tidak terlihat.

Betapa Tuhan telah menunjukkan hal-hal yang paling mendasar tentang kemajemukan. Manusia itu ada laki-laki dan perempuan. Manusia diharuskan saling mengenal satu sama lain, dan hanya akan dinilai Tuhan dari ketakwaannya, sehingga tak ada alasan untuk merendahkan sesama. Keberagaman sangat dibutuhkan dalam kehidupan semesta. Menghapus perbedaan sama halnya melawan hukum alam, sunnatullah.[]

 

Baca Juga:

Fokus 1: Perempuan Meretas Kemajemukan

 

[i] Syafiq Hasyim: 2008, Islam; Keberagaman dan Dunia Pesantren, dalam Modul Islam dan Multikulturalisme, ICIP  Jakarta

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here