”Poligami merupakan salah satu solusi untuk menghindarkan masyarakat dari perbuatan zina, karena angka yang disampaikan UNESCO menunjukan jumlah perempuan dengan laki-laki satu berbanding tiga. Bila tidak ada poligami, mau dikemanakan perempuan ini?” Demikian disampaikan Intan (Tim Kontra).
Sementara Hella Meldi (Tim Pro) membantahnya. ”Masyarakat harus melihat dampak negatif dari poligami. Pertama terjadinya kekerasan ekonomi, satu istri saja terkadang tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonominya, apalagi dua, tiga sampai empat istri? Ini sangat tidak logis apabila dikaitkan dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang menengah ke bawah. Kedua kekerasan seksual, dan ketiga kekerasan politik di antara para istri, salah satunya istri kedua dikuasai oleh istri pertama”.
Ungkapan tersebut muncul saat Rahima bersama MGMP PAI (Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) se-Kabupaten Jember menggelar Kompetisi Debat Pelajar Tingkat SMA/SMK bertema “Membangun Daya Kritis, Merajut Keragaman”. Acara yang diadakan pada 25-27 April 2008 di Pesantren Nurul Islam Antirogo Jember Jawa Timur ini menghadirkan dua puluh empat tim dari 23 SMA, SMK dan MA se-Kabupaten untuk bertanding.
Berbagai tema diperdebatkan dalam kompetisi itu, di antaranya tentang pendidikan agama di sekolah, pernikahan beda agama, siri, poligami, dan sebagainya. Kompetisi ini dilaksanakan dalam 3 ronde. Semua peserta bertanding sebanyak tiga kali pada ronde pertama hingga ketiga dengan lawan berbeda. Setelah itu masuk babak perdelapan final, semi final, dan final.
Di penghujung acara SMAN 4 meraih juara pertama. Diikuti SMAN 2 dan SMAN Arjasa diurutan kedua dan ketiga. Juara harapan diraih SMAN 5, SMAN Ambulu A dan SMAN Ambulu B, masing-masing juara harapan satu, dua dan tiga. Sementara Hella Meldi, peserta putri dari SMAN 4 terpilih sebagai pembicara terbaik.
Acara ini terselenggara atas dukungan berbagai pihak di antaranya Yayasan Tifa, ACT (Association for Critical Thinking), sebuah lembaga yang peduli kegiatan debat pelajar di Indonesia. Dukungan dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan berupa uang pembinan dan Direktorat Pendidikan Agama Islam Departemen Agama yang menyumbangkan medali bagi pemenang, juga cukup memberikan semangat peserta untuk berlomba menjadi pemenang. Acara ini juga menjadi bagian dari gerakan global untuk kerelawanan sosial kelompok muda di berbagai negara (Global Youth Service Day).
Melalui kegiatan ini Rahima berharap para siswa yang mengikuti kompetisi mampu berpikir kritis, mengenal dan memiliki perspektif bahwa kehidupan ini sangat beragam baik suku, ras, maupun golongan. Termasuk pula dalam pemahaman keagamaan (Islam) yang terdapat keragaman pendapat, demikian disampaikan Direktur Rahima AD. Eridani pada saat menyampaikan sambutannya.
Hasil kegiatan ini tampaknya dapat dilihat dari pengakuan salah seorang peserta dalam sesi evaluasi. ”Turnamen Debat Pelajar ini telah memberikan banyak hal, tidak saja merubah cara pandang saya saat melihat sesuatu, namun juga cara berfikir kritis dan menghargai perbedaan”. demikian ungkapnya. Itu artinya gayung telah tersambut baik oleh siswa. Harapan Rahima siswa dapat menghargai perbedaan pandangan yang terjadi dalam masyarakat, setidaknya sudah terlihat.
Sementara ibu Mardiyah, guru PAI di SMAN Jember berpendapat metode debat ini bisa menjadi cara pembelajaran baru yang efektif. Para mitra Rahima tidak hanya guru, namun juga murid-muridnya telah belajar bersama berpikir kritis dan melihat persoalan dari sisi yang belum terpikirkan. Selain itu metode inipun ternyata sangat mencerminkan perspektif keberagaman, sesuatu yang merupakan rahmat dalam wacana keilmuan Islam. Insya Allah. [] Leli