Jika gagasan utama dalam HAM dan HAP demi penghormatan nilai-nilai kemanusiaan, maka apakah ini selaras dengan Islam? Apakah Islam dapat menerima HAM dan HAP atau Islam bertentangan dengan keduanya? Demikian sejumlah pertanyaan yang kerap muncul dalam membicarakan Islam dan HAM.
Sebelumnya, ada baiknya kita mengingat kembali pendapat Imam al-Ghazali (w. 1111 M) dalam kitabnya yang terkenal, al-Mustasyfa. Menurutnya, Islam hadir untuk melindungi lima hal dasar (al-kulliyyat al-khoms), yaitu: hifdzu al-nafs (perlindungan jiwa, hak hidup), hifdz al-din (perlindungan keberagamaan, hak beragama), hifdz al-nasl (perlindungan keturunan, hak melanjutkan generasi), hifdz al-‘aqli (perlindungan akal, hak berpikir, berpendapat), dan hifdz al-mal (perlindungan kepemilikan, hak milik). Pendapat ini diikuti oleh generasi sesudahnya, seperti Imam al-Syathibi dan Ibn Khaldun.[i]
Penegasan lima prinsip tersebut dinyatakan al-Ghazali sekitar seribu tahun lalu. Ia berusaha membuat sari ajaran Islam yang tertuang dalam Alquran dan Hadis Nabi. Dari kelima prinsip tersebut, dapat diketahui secara prinsip Islam berseru tentang HAM. Temuan lima prinsip tersebut menunjukkan, ruh agama adalah kemashlahatan umum atau dikenal sebagai al-mashlahah al-‘ammah. Jika demikian, maka membela hak-hak dasar umat manusia, baik perempuan dan laki-laki dengan segala keragamannya adalah bagian dari membela Islam itu sendiri. Nabi saw. secara tegas menyatakan seorang muslim sejati adalah orang yang perkataan dan tindakannya menyelamatkan orang lain (al-Muslimu man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi, HR. Bukhari-Muslim). Konsekuensi sabda Nabi ini, jika ada perkataan atau tindakan seseorang yang mengancam, merusak, dan merampas kehidupan dan kemerdekaan orang lain, maka tidaklah sesuai dengan prinsip agama.
Sedari awal, Alquran menegaskan bahwa misi kehadiran Nabi merupakan pembawa kasih sayang Allah untuk manusia. Hal ini dinyatakan dalam QS. Al-Anbiya’: 107. Oleh karenanya, semua usaha yang mengarah pada tegaknya prinsip rahmah haruslah didukung dan sebaliknya semua tindakan yang bertentangan dengannya haruslah ditolak.
Melihat titik-titik utama dalam sejumlah deklarasi maupun konvensi tentang HAM, tidak ada ketentuan dalam prinsipnya yang keluar dari prinsip-prinsip dasar Islam, seperti kasih sayang, keadilan, kesetaraan, penghormatan pada kemajemukan, solidaritas sosial, dan sebagainya. Islam maupun konsep HAM/HAP, sama-sama memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap kemanusiaan, laki-laki dan perempuan.
Hal ini akan semakin jelas, jika kita telusuri sejumlah ayat dan hadis yang sangat memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada kemanusiaan. Di antaranya sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah memuliakan anak-anak Adam. Kami tempatkan mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik serta Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan”. (QS. al Isra’: 70)
“Wahai manusia, Kami ciptakan kamu dari lelaki dan perempuan. Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah adalah yang paling bertakwa kepada-Nya”. (QS. al Hujurat: 13)
Dua ayat tersebut menjelaskan kemuliaan dan kesetaraan martabat manusia tanpa melihat asal-usulnya, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan sebagainya. Satu-satunya tolok ukur dalam menilai manusia lain hanyalah pada aspek ketakwaan kepada Tuhan yang diwujudkan dengan sejumlah amal baik atau akhlak mulia.
Menurut Kiai Husein Muhammad, pernyataan Alquran dan hadis tersebut telah digunakan sebagai dasar untuk mendeklarasikan Shahifah Madinah atau Mitsaq al Madinah yaitu ”Piagam Madinah” pada tahun 622 M. Isinya meliputi kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat Madinah. Para ahli sejarah mengatakan bahwa Piagam Madinah ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya. Mereka menyatakannya sebagai deklarasi HAM pertama di dunia.[ii]
Hal itu berarti tidak ada pertentangan antara Deklarasi HAM dan HAP dengan ajaran murni Islam. Hak-hak dasar manusia dan perempuan bukanlah konsep yang dihembuskan oleh Barat, ataupun konsep yang penuh kepentingan Barat. Sangat jelas dalam Islam bahwa hak-hak asasi perempuan dan manusia, sepenuhnya diakui dan dihormati.
Beberapa teks hadis juga telah menyatakan hak-hak perempuan dalam kehidupan rumah tangga, di mana sebelumnya hak itu tidak diakui. Teks hadis itu antara lain diriwayatkan Hakim bin Mu’awiyyah bin Haydah al-Qusyairy, bahwa kakeknya bertanya kepada Rasulullah saw:
“Apa saja hak-hak istri itu?”. Rasul menjawab: “Kamu harus memberinya makan sebagaimana yang kamu makan, memberinya pakaian sebagaimana yang kamu pakai, tidak memukul wajahnya, tidak melecehkan dan tidak memusuhinya dengan meninggalkan rumah”. (Lihat Ibn al-Atsir, Jami’ al-Ushul, juz VII, h. 357) [iii]
Selanjutnya Kiai Husein mengajak umat untuk memandang seluruh teks Alquran maupun hadis Nabi saw. sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai tujuan kehidupan. Tujuan tersebut tidak lain adalah mewujudkan kerahmatan (kasih sayang dan cinta), serta perdamaian bagi seluruh manusia.
Akhirnya, perlu ditegaskan bahwa manusia sejak lahir telah mendapatkan hak-hak dasar sebagai karunia Tuhan. Hak-hak tersebut harus tetap terlindungi dan terjaga. Karenanya setiap tindakan yang hendak memisahkan atau merampas manusia dari haknya, baik perempuan maupun laki-laki adalah bertentangan dengan niali-nilai dasar Islam dan juga semua agama yang diyakini manusia.[ ]
Baca Juga:
Fokus 1: Agama, Perempuan dan Hak Asasi Manusia
Fokus 2: Sekilas tentang HAM dan HAP
[i] Lihat dalam al-Ghazali: al-Mustasyfa, h. 127; Al-Syatibi: al-Muwafaqat, juz II, h. 7-8; dan Ibn Khaldun: Muqaddimah, h. 363.
[ii] http://www.balitbangham.go.id/detail. Ditulis KH. Husein Muhammad, Ham Dan Gender Dalam Perspektif Islam. Dikutip pada 27 Juni 2008
[iii] Faqihuddin Abdul Kodir. Dalam Penegasan Nabi atas Hak-hak Perempuan. Dirasah Hadis, Swara Rahima Edisi 25. 2008.