“Saya pikir acaranya pengajian, habis…..namanya tadarus, ternyata bukan, yah?” Pernyataan ini sempat dilontarkan oleh seorang karyawan ketika kami sedang menyelesaikan administrasi di Wisma Primkopkarmar, sebuah arena tempat pelatihan di daerah Cipayung-Bogor. Saat itu kami tengah mempersiapkan pertemuan ketiga sebuah kegiatan bertajuk Tadarus Rahima untuk Aktivis Mahasiswa.
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan rutin pelatihan yang diselenggarakan Rahima tetapi dengan segmen peserta yang berbeda. Selama ini pelatihan yang dilakukan oleh Rahima melibatkan kalangan pesantren, namun kini Rahima mulai memperluas jaringan melalui komunitas mahasiswa dan guru-guru Agama Islam. Nama tadarus sendiri merupakan hasil kesepakatan peserta yang sebelumnya terlebih dahulu mengikuti workshop penyusunan kurikulum belajar bersama ini yang dirancang oleh Rahima dengan para calon peserta pelatihan.
Pelatihan ini dilakukan dengan metode pembelajaran orang dewasa yang dilaksanakan di dua wilayah yaitu wilayah Jember-Jatim dan di DKI Jakarta. Di Jember peserta terdiri dari para guru agama Islam SMU Negeri yang tergabung dalam kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran – Pendidikan Agama Islam (MGMP – PAI) se Kabupaten Jember. Sementara di Jakarta kegiatan ini melibatkan kelompok aktivis mahasiswa yang berasal dari organisasi HMI, PMII, IMM dan kelompok studi mahasiswa yang berbasis di kampus UI Depok, IPB Bogor dan UIN-Jakarta. Tadarus ini dirancang dengan 3 seri pertemuan di masing-masing wilayah dengan tema yang berbeda di setiap pertemuannya.
Pada Tadarus III, tema yang dibahas adalah “Penguatan Pendampingan di Komunitas “ dimana pertemuan ini merupakan rangkaian kegiatan terakhir dari dua pertemuan tadarus sebelumnya. Di Jember, kegiatan ini diselenggarakan tanggal 23-26 Januari 2007 sementara di Jakarta dilaksanakan pada tanggal 13-16 Februari 2007. Materi-materi yang disampaikan pada tadarus ini, lebih bersifat aplikatif seperti pendalaman fiqih perempuan, teknik menulis, pengorganisasian dan pendampingan masyarakat. Materi-materi yang disusun itu bertujuan untuk mendukung aktivitas peserta di organisasinya atau lingkungannya masing-masing.
Alur kegiatan di dua tadarus ini sangat menarik. Peserta nampak antusias melontarkan pertanyaan kepada narasumber. Kepada Ustadz Ikhsanudin, narasumber materi pendalaman fiqih perempuan di Jember, peserta banyak bertanya persoalan terkait dengan hukum Islam yang sehari – hari mereka hadapi di lapangan. Salah satunya adalah soal poligami yang dalam forum memunculkan beraneka ragam pendapat. Di Jakarta, Ustadz Ikhsanuddin yang menjadi narasumber dengan tema yang sama mendapatkan pertanyaan lebih banyak tentang wacana yang berkembang di masyarakat. Melalui forum ini beliau banyak menyampaikan tentang realitas di masyarakat yang banyak dipengaruhi penafsiran ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang masih memposisikan perempuan secara diskriminatif. Selama ini, dalam masyarakat melakukan kajian ushul fiqih lebih mengedepankan pengkajian pada teks dan bukan realitas. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukum Islam kita perla mengkombinasikan pendekatan rasionalisasi dan teleologi.
Untuk materi teknik menulis, pada tadarus di Jember disampaikan oleh Nur Achmad sedangkan di Jakarta disampaikan oleh Asrori S. Karni (wartawan majalah Gatra). Kedua narasumber yang sama-sama penulis aktif ini menyampaikan materi yang tidak berbeda jauh, dan sama-sama menyemangati peserta untuk belajar menulis dimanapun dan kapanpun. Peserta dibekali bagaimana cara menulis secara lebih deskriptif dengan pola reportatif agar dapat lebih menarik perhatian pembaca ketika mensosialisasikan ide-ide di media massa.
Materi pengorganisasian disampaikan dan dipandu langsung oleh fasilitator Helmi Ali yang dalam dua pelatihan tersebut menggunakan metode yang berbeda. Di Jember karena peserta adalah para guru agama Islam di sekolah maka pada diskusi kelompok diarahkan untuk melakukan studi kasus di sekolah mereka masing-masing. Sementara di Jakarta, karena pesertanya lebih beragam maka fasilitator menugaskan mereka untuk melakukan studi lapangan secara langsung kepada masyarakat di sekitar wisma. Mereka dibagi ke dalam 9 kelompok dan diminta untuk mencari responden sebanyak-banyaknya.; seperti kepada penjual kue, pondok pesantren, kantor polisi, tempat wisata, supir angkot dll. Tujuannya agar peserta dapat melihat langsung dan mencari tahu permasalahan masyarakat disekitarnya, sehingga memiliki bekal untuk melakukan pengorganisasian dan pendampingan saat terjun langsung di masyarakat.
Sebagai Rencana Tindak Lanjut (RTL) peserta di Jember berencana untuk membuat suatu organisasi yang akan menyuarakan relasi setara antara laki-laki dan perempuan serta menjadi tempat konseling. Mereka juga akan menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk Pendidikan Agama yang di dalamnya berbicara tentang kesetaraan gender. Adapun para peserta di Jakarta, mereka berencana membuat suatu kelompok penulis di daerah Ciputat serta membuat mailing list bernama madrasah_rahima@yahoogroups.com sebagai sarana berdiskusi, bertukar informasi maupun menyusun rencana kegiatan bersama.
Tadarus ini berakhir dengan pemberian reward untuk hasil tulisan terbaik yang telah dinilai oleh panitia. Terpilih masing-masing 3 penulis dari peserta Jember dan Jakarta. Harapannya peserta lain termotivasi agar menulis dengan lebih baik lagi. Selain itu satu reward lagi juga diberikan kepada salah satu peserta Jakarta yang memiliki komitmen dan disiplin tinggi, sejak awal workshop perencanaan program hingga Tadarus III. (Ulfah & Imam)
Similar Posts:
- Menciptakan Keadilan bagi Perempuan
- Menuju pendidikan Islam berkeadilan Gender
- Antara Cita dan Realita: Sebuah catatan Monitoring II, Almunus Madrasah Rahima
- Dari Forum Refleksi dan Evaluasi Program PUP IV Jateng-DIY: Saat Ulama Perempuan Dituntut Konkrit Berkiprah
- Diskusi Lingkar Baca Swara Rahima : Sang Pionir dari Jember