Saat ini, kurang dari 111 juta kasus infeksi menular seksual diderita oleh kelompok usia di bawah 25 tahun (WHO/UNFPA/UNICEF,1999). Yaitu kelompok kaum muda dan remaja  yang memang sangat berisiko tinggi terhadap IMS termasuk HIV/AIDS. (Best, 2000, Mc Cauley and Salter, 1995; WHO/UNFP/UNICEF, 1999). Setiap 5 menit remaja atau kaum muda di bawah usia 25 tahun terinfeksi HIV  dan setiap menitnya 10 wanita usia 15-19 tahun melakukan aborsi tidak aman (Annual Report 2001, IPPF).

Hasil sebuah studi menyatakan bahwa lebih dari 500 juta usia 10-14 tahun hidup di negara berkembang, dan rata-rata pernah melakukan hubungan suami-isteri (intercourse) pertama kali di bawah usia 15 tahun (Sedlock, 2000; US Bureau of The Cencus, 1998). Kurang lebih 60% kehamilan yang terjadi pada remaja di negara berkembang adalah tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) dan 15 juta remaja pernah melahirkan (UNFPA, 1997; Safemotherhood, Inter-Agency Group).

Di Indonesia, kita juga nampaknya tidak bisa menutup mata, sebab kasus-kasus seperti itupun tinggi terjadi, bahkan diperparah dengan kurang adanya komitmen dan dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual dan reproduksi bagi remaja terutama di tiap sekolah. Lalu lemahnya kerjasama lintas sektor (depkes-depdiknas-depsos) dan kecenderungan menganggap LSM pesaing sekaligus musuh pemerintah menjadi hambatan penyelenggaraan program tersebut. Kita akui  memang norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian besar masyarakat Indonesia juga menjadi tantangan terbesar  dalam penyelenggaraan pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah. Semisal masih banyaknya pendapat, permasalahan seks itu tabu untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, dengan pendidikan seks justru akan meningkatkan kasus-kasus seperti  kehamilan di luar nikah, aborsi, dan IMS termasuk HIV/AIDS.

Padahal berbicara seksual bukan sebatas intercourse tetapi banyak hal yang harus diketahui mulai dari organ kelamin, perihal kontrasepsi atau KB, sampai dengan bagaimana seorang wanita melahirkan? Oleh karena itu, kaum muda atau remaja jangan lagi ditabukan dengan seks dan reproduksi, hal itu malah akan memancing rasa kepenasaran mereka yang berakhir pada perilaku seksual yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab.

Pendidikan seksual dan reproduksi yang berbasis sekolah mungkin merupakan cara yang efisien dalam menjangkau  remaja dan keluarganya (Birdthistle and

Vince-Whitmann, 1997). Indonesia memang tidak mungkin dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan negara-negara Amerika dalam hal perkembangan teknologi dan informasi kesehatan termasuk kesehatan seksual dan reproduksi. Tetapi, jika yang menjadi kompetitornya adalah Malaysia yang sejak 1979 telah mendirikan Youth Advisory Center dan Filipina dengan Developing Programme and Life Education-nya, Kita masih amat tertinggal.

Dalam hal ini, SIECUS (Sexuality Information and Education Council United States) mengusulkan beberapa materi pokok yang harus terdapat dalam pendidikan seksual dan reproduksi:

  1. Perkembangan manusia (anatomi dan fisiologi system reproduksi)
  2. Hubungan antar manusia (baik dengan keluarga, teman sejawat, dan pacaran dengan pernikahan)
  3. Kemampuan personal (nilai, pengambilan keputusan, komunikasi, dan negosiasi)
  4. Perilaku seksual (kontrasepsi, IMS, dan pencegahan HIV/AIDS serta aborsi maupun kejahatan atau pelecehan seksual)
  5. Budaya dan Social (peran jender, agama, dan seksualitas).

Adapun komponen-komponen yang turut menentukan kesuksesan program pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah, yakni:

  1. Ketepatan identifikasi dan memahami karakter setiap kelompok
  2. Melibatkan remaja dalam perencanaan program
  3. Bekerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan orang tua
  4. Komunikasi interpersonal
  5. Jejaring
  6. Sumber daya (baik sumber daya manusia dalam hal ini tenaga pengajar maupun sumber daya alamnya atau fasilitas yang tersedia).

 

Sumber tulisan diambil dari milis wanitamuslimah, 30 Desember 2002 atas nama penulis Siswandi Suarta (mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Peminat Kesehatan Reproduksi, Semester 7).

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here