Zainah Anwar, direktur eksekutif Sisters In Islam (SIS), Malaysia, dituduh menghina dan melecehkan Islam. Tuduhan ini tidak main-main, karena diadukan oleh tujuh organisasi keagamaan yang sangat berpengaruh di Malaysia, yakni Persatuan Ulama’ Malaysia (PUM), Persatuan Ulama’ Kedah (PUK), Teras Pengupayaan Melayu (TERAS), Pertubuhan Kebangsaan Pelajar Islam (PKPIM), IMAN International, Majlis Persidangan Mahasisiwa Islam (MPMI) dan Persatuan Graduan Syariah Malaysia.

Pada 4 Febuari 2002 mereka menyerahkan surat aduan kepada pengurus Majlis Raja-Raja Melayu di Pejabat Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja Melayu berkaitan tindakan Zainah Anwar bersama dengan beberapa individu dan penulis di media massa negeri jiran ini yang mereka anggap “secara jelas telah menghina Islam dan mencerca ayat-ayat suci Al-Quran dan Al-Hadis”.

Menurut surat aduan tujuh organisasi tersebut yang diterima redaksi Suara Rahima, beberapa orang penulis dan individu yang diyakini telah menulis di media massa, secara sedar, jelas dan terang-terangan dengan niat dan tindakan untuk menghina Islam. Mereka ini memberi gambaran Islam yang salah dengan mengikut pandangan peribadi mereka semata-mata tanpa dirujuk kepada asas-asas kaidah dan disiplin ilmu penafsiran Al- Quran dan Al-Hadith yang betul dari persepakatan ulama’ yang mu’tabar (yang diterima dan tidak diperdebatkan oleh seluruh ulama’).

Zainah Anwar dituduh menghina Islam berkenaan dengan tulisannya di Utusan Malaysia edisi 26 September 2000. Disamping Zainah Anwar, beberapa penulis lain yang juga ikut dituduh antara lain adalah Kassim Ahmad (The New Straits Times [NST], 12 Oktober 2001), Farish A Noor (NST, 4 November dan 1 Disember 2001) dan Akbar Ali (The Sun 21 Februari dan 12 April 2000).

Yang dipersoalkan oleh tujuh organisasi tersebut dari Zainah adalah tulisannya yang menyatakan bahwa Islam bukanlah milik individu atau mana-mana golongan yang mendakwa mereka sebagai ulama. “Oleh karena itu penafsiran terhadap sumber-sumber Islam seperti Al-Quran bukanlah milik para ulama semata-mata,” tulis Zainah.

Agaknya kita di Indonesia lebih beruntung dibanding orang Islam di Malaysia. Kalau dilihat dari materi tuduhannya, apa yang dikemukakan Zainah sebetulnya bukan sesuatu yang terlalu asing bagi kita di Indonesia. Bahwa Islam bukanlah milik individu yang bernama ulama, sudah lama kita dengar dan banyak pula yang mengatakannya. Begitu pula dengan pernyataan bahwa penafsiran terhadap teks-teks suci (Qur’an, Hadis), bukan hanya hak ulama, juga sudah terlalu sering kita dengar. Karena itu, agak aneh juga jika Zainah Anwar dituduh hanya karena materi tuduhan seperti ini. Sebegitu rigid-kah persoalan agama di Malaysia sehingga sama sekali tidak memberi ruang bagi perbedaan penafsiran? Ataukah tuduhan terhadap Zainah Anwar bukan hanya berkaitan dengan tulisan yang dibuatnya, tetapi juga dengan aktivitasnya?

Sayang, Zainah Anwar tidak berhasil dikonfirmasi duduk persoalannya. Bahkan email yang dikirim ke SIS, organisasi yang dipimpin Zainah Anwar, juga tidak banyak memberikan informasi. SIS bahkan hanya mengirimkan surat tuduhan tujuh organisasi tersebut.***

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here