Bagaimana posisi dan peran perempuan dalam KAMMI?
Di lembaga kami, perempuan memperoleh akses yang sama dengan laki-laki, tidak ada perbedaan seksis disini. Dari jumlah yang cukup besar, sedikit sekali yang bisa menempati posisi strategis, paling tinggi di koordinator bidang. Muslimah di KAMMI itu hanya jadi floating mass, artinya ada ketika ada aktivitas atau aksi. Kami hanya dijadikan sebagai supporting system saja. Akhwat (sebutan untuk perempuan di KAMMI) hanya dimamfaatkan saat pemilihan, karena jumlah suaranya cukup signifikan.
Bagaimana gambaran anda tentang perempuan ideal dalam pandangan Islam?
Menurut KAMMI, muslimah boleh melakukan peran publik, selama peran domestik tidak ditinggalkan. Itu yang dijaga dari ayat khatida, khadijat, shaliha. Masalahnya, di KAMMI sebagian muslimahnya sudah menikah. Ada yang kita andalkan menikah, kemudian peran domestik menjadi prioritas utamanya. Mereka menarik diri dari kegiatan. Kita sangat sayangkan itu.
Apa pendapat Anda tentang pemberdayaan perempuan yang akhir-akhir ini menjadi isu hangat ?
Menurut saya, ketika akses sudah dibuka secara luas maka poin pertama pemberdayaan sudah terjadi. Isu feminis kan meminta akses-akses itu dibuka, termasuk dalam bidang sosial, politik. Selanjutnya adalah persoalan kuantitas.Banyak muslimah di KAMMI , tapi yang bisa sampai pada posisi strategis sangat sedikit. Ini seharusnya yang perlu diberdayakan! Artinya, muslimah harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, , bukan sebagai penggembira.
Isu-isu apa saja yang menjadi konsentrasi kelompok putri KAMMI?
Salah satu isu terpenting yang jadi pembicaraan muslimah KAMMI adalah membentuk departemen sendiri bagi perempuan. Tapi itu masih kontrovresial. Ada yang mengatakan melembagakan perempuan dalam satu wadah itu merupakan set back. Menyatukan muslimah dalam satu wadah berarti kembali ke hal-hal yang konvensional. Tanpa wadah tertentu pun muslimah sudah terakomodasi . Tapi ada juga yang berpikiran bahwa kita tetap butuh wadah karena banyak permasalahan perempuan yang tidak bisa melibatkan ikhwan (sebutan untuk saudara laki-laki).. Di pengurusan Andi Rahmat ( Ketua Umum KAMMI), dibentuk tim adhoc untuk merumuskan perlu tidaknya lembaga khusus tersebut.
Bagaimana pendapat anda tentang gerakan feminis islam dan isu-isu yang mereka angkat?
Ada sedikit kesalah pahaman tentang gerakan perempuan. Misalnya, banyak sekali ikhwan (sebutan untuk laki-laki di KAMMI) dan akhwat dibesarkan dengan pemahaman bahwa feminis itu buruk, feminis itu barat dan harus ditolak. Atau feminisme itu dekat dengan liberalisasi, dan liberal itu produk yahudi. Penyederhanaan seperti itu kemudian mengerdilkan kita. Padahal, menurut saya, tidak semua produk barat itu buruk. Ada hal-hal baik juga yang bisa kita ambil dari barat.
Bagaimana pendapat KAMMI tentang kelompok yang mencoba melakukan rekontruksi terhadap beberapa penafsiran keagamaan yang dianggap bias gender?
Muslimah KAMMI berhati-hati sekali dalam menginterpretasi ayat. Hal itu juga terjadi di Gema Khadijah dan LDK. Salah menginterpretasi, kita akan diberi stigma seperti feminis, keluar dari khitoh, dll. Tetapi dalam menginterpretasikan ayat seperti arrijalu qawwamu ‘alannisa, Gema Khadijah dan KAMMI memiliki kesamaan pandangan. Bagi kami kepemimpinan laki-laki bukan dalam artian fisically tapi lebih berhubungan dengan emosional dan permasalah yang sifatnya emotif, intuitif. Ayat itu bisa ditafsirkan bahwa baik laki-laki dan perempuan harus mempunyai jiwa kepemimpinan. Pemimpin laki-laki dan perempuan harus terdapat aspek-aspek kepemimpinan.
Bagaimana dengan kepemimpinan perempuan di KAMMI?
Waktu ketua Humas KAMMI pusat, Mbak Aji, berbicara di forum pada pertemuan nasional di Jokja, terjadi kontroversi. Di KAMMI pusat sendiri masih terjadi tarik-menarik tentang kemunculan perempuan memimpin. Dalam AD/ART KAMMI dicantumkan bahwa ketua umum itu harus laki-laki. Tapi apa yang terjadi di beberapa daerah di Jawa , menarik sekali. Ada ketua departemen kajian syafiqi—yaitu departemen yang syarat dengan kajian-kajian politik—dipegang oleh muslimah. Kami yang berada di pusat sempat terbengong-bengong..
Bagaimana tentang perjuangan perempuan di struktur KAMMI?
Struktur merupakan hak prerogatif ketua umum. Ketua umum di-back up oleh dewan syuro (badan permusyawaratan) yang terdiri dari pengurus demisioner. Sekarang ada dua orang perempuan di sana. Tapi masih ada cacatnya. Bila ketua umum yang memiliki perspektif gender , perempuan akan terakomodir disana. Jika tidak, maka akan lepas begitu saja.
Ngomong-ngomong bagaimana pendapat perempuan KAMMI tentang poligami?
Banyak diantara mereka mengatakan “ Kalau untuk orang lain silahkan, tapi tidak untuk saya.”