Rahima mengadakan lokalatih dengan tema “Penguatan Isu Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan dan Anak dalam Pandangan Islam bagi Dosen PTKI” Rabu-Jumat , 25-27 Juli 2018 di Yogyakarta. Lokalatih ini diikuti oleh 25 orang dosen dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga dan Fakultas Ilmu Agama Islam UII Yogyakarta, dua universitas terkemuka pencetak sarjana Islam di Yogyakarta.

Setelah dibuka oleh Direktur Rahima AD. Eridani, pada hari pertama peserta mendapatkan asupan materi dari narasumber Dr. Ema Marhumah, seorang dosen FTIK dan aktivis PSG UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Beliau berbagi pengalamannya dalam mengupayakan pengarusutamaan gender di PTKI. Sejumlah tantangan baik internal maupun eksternal tentu harus dihadapi. Namun, perjalanan puluhan tahun akhirnya melahirkan pusat studi yang kokoh dan mampu mewarnai perjuangan kesetaraan gender di dalam hingga di luar kampus.

Akademisi pada FISIP UIN Walisongo Semarang sekaligus pendiri Aliansi Laki-laki Baru, Nur Hasyim, M.A., sebagai narasumber yang kedua menceritakan perjalanannya meningkatkan keterlibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Untuk mencapai hal ini, terdapat tiga dimensi konstruksi maskulinitas yang harus ditransformasi menuju arah kesetaraan. Dimensi pertama adalah sistem kepercayaan tentang maskulinitas, dimana masyarakat mengkonstruksi keyakinan bahwa laki-laki adalah jenis kelamin superior dengan sejumlah sifatnya yang melekat. Konstruksi maskulinitas ini menghasilkan sejumlah konsekuensi baik bagi laki-laki maupun perempuan, namun ada dominasi yang membawa konsekuensi negatif bagi perempuan. Oleh karena itu, tawaran adanya konsep maskulinitas yang lebih manusiawi adalah sebuah keharusan. Dimensi yang kedua adalah konfigurasi praktik-praktik laki-laki, dimana terdapat pelabelan mengenai hal-hal yang hanya boleh dilakukan oleh laki-laki saja atau perempuan saja. Untuk menghilangkan label pembatasan ini, diperlukan adanya figur contoh yang mampu mempraktikkan hal baru dalam masyarakat. Sedangkan dimensi yang ketiga adalah norma maskulinitas, di mana transformasi dapat dilakukan dengan cara melakukan advokasi serta pengorganisasian terhadap masyarakat.

Hari kedua lokalatih difasilitasi oleh Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Ia mengajak para peserta untuk menelaah lagi pemahaman keagamaan yang berhubungan dengan gender. Dimulai dari penelaahan tentang Bahasa Arab. Masyarakat Arab ternyata menjadikan gender sebagai pusat kesadarannya. Hal ini tercermin dalam Bahasa Arab yang banyak menggunakan kata ganti laki-laki untuk hal-hal yang maskulin. Alquran  yang diturunkan di tanah Arab kemudian meminjam cara berfikir orang Arab untuk mengungkapkan makna-maknanya. Hal seperti inilah yang dipahami secara parsial oleh banyak orang, sehingga yang tampak di permukaan adalah perintah Tuhan yang menempatkan laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Ditambah lagi dengan penafsiran Alquran yang didominasi oleh laki-laki, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya penafsiran yang bias gender.

Begitu pula yang terjadi dalam ranah hadis, di mana pesan kesetaraan gender tidak menjadi perhatian para ulama penyusun kitab hadis. Pemahaman tentang Aquran dan Hadis ini kemudian terealisasi pada masyarakat dalam konsep fiqh. Ketika penafsiran kedua sumber hukum Islam sudah didominasi oleh laki-laki sehingga menimbulkan tafsir yang bias gender, maka tentu fiqh yang muncul juga akan bias gender sehingga terjadi ketimpangan posisi antara laki-laki dan perempuan.

Konsep relasi yang diinginkan dalam kehidupan bukanlah salah satu mendominasi yang lainnya, namun sebagai mitra satu sama lain. Oleh karena itu dibutuhkan adanya pendekatan ‘kesalingan’ atau resiprokal atau mubadalah dalam membaca nash, dengan cara menerapkan pesan utama dalam suatu nash kepada laki-laki dan perempuan secara bersamaan. Pendekatan ini akan menghasilkan keadilan yang hakiki bagi keduanya. Kesadaran akan keadilan hakiki inilah yang diharapkan dimiliki oleh para dosen, sehingga dapat menuangkannya ke dalam rancangan pembelajaran dalam rangka membentuk karakter mahasiswa, para calon pelaku aksi perubahan. {} Husnul Khitam, Dosen Fak.Syariah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here