Masyarakat Indonesia mempunyai ciri-ciri yang beragam terkait dengan membangun keluarga yang ideal. Ada yang menggunakan istilah keluarga sakinah, keluarga sakinah mawaddah warahmah, keluarga sakinah mawaddah warahmah dan berkah, keluarga maslahah, keluarga sejahtera dan lain-lain. Semuanya mensyaratkan keluarga ideal ini terpenuhinya kebutuhan batiniyah dan lahiriyah dengan baik.
Ada yang berpendapat bahwa ciri keluarga sakinah mencakup hal-hal berikut yaitu:
- Berdiri diatas keimanan yang kokoh
- Menunaikan misi ibadah dalam kehidupan
- Mentaati ajaran agama
- Saling mencintai dan menyayangi
- Saling menjaga dan menguatkan dalam kebaikan
- Saling memberikan yang terbaik untuk pasangan
- Musyawarah dalam menyelesaikan persoalan
- Membagi peran secara berkeadilan
- Kompak mendidik anak-anak
- Berkomitmen untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara.
Organisasi keagamaan Muhammadiyah menggunakan istilah Keluarga Sakinah yang dipahami sebagai keluarga yang setiap anggotanya senantiasa mengembangkan kemampuan dasar fitrah kemanusiaannya dalam rangka menjadikan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki tanggungjawab atas kesejahteraan sesama manusia dan alam, sehingga anggota keluarga tersebut selalu merasa aman, tentram, dan bahagia. Berikut lima ciri dalam membangun keluarga sakinah yaitu:
- Kekuatan/kekuasaan dan keintiman (power and intimacy). Suami dan istri mempunyai hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Ini adalah dasar penting untuk kedekatan hubungan.
- Kejujuran dan kebebasan berpendapat (honesty andfreedom of expression). Setiap anggota keluarga bebas mengeluarkan pendapat, termasuk pendapat yang berbeda-beda. Walaupun berbeda pendapat namun diperlakukan sama.
- Kehangatan, kegembiraan, dan humor (warmth, joy and humor). Ketika kegembiraan dan humor hadir dalam hubungan keluarga, setiap anggota keluarga akan merasakan kenyamanan dalam berinteraksi. Keceriaan dan rasa saling percaya di antara seluruh komponen keluarga merupakan sumber penting kebahagiaan keluarga.
- Keterampilan organisasi dan negosiasi (organization and negotiating). Mengatur berbagai tugas dan melakukan negosiasi (bermusyawarah) ketika terdapat bermacam-macam perbedaan pandangan mengenai banyak hal untuk dicarikan solusi terbaik.
- Sistem nilai (value system) yang mejadi pegangan bersama. Nilai moral keagamaan yang dijadikan sebagai pedoman seluruh komponen keluarga merupakan acuan pokok dalam melihat dan memahami realitas kehidupan serta sebagai rambu-rambu dalam mengambil keputusan.
Nahdlatul Ulama menggunakan istilah keluargamaslahah (masalihul usrah) yaitu keluarga yang dalam hubungan suami istri dan orang tua-anak menerapkan prinsip-prinsip keadilan (i’tidal keseimbangan (tawazzun), moderat (tawasuth), toleran (tasamuh) dan amarma’ruf nahi munkar, berakhlak karimah, sakinah mawaddah warahmah, sejahtera lahir batin, serta berperan aktif mengupayakan kemaslahatan lingkungan sosial dan alam sebagai perwujudan Islam rahmatan lil’alamin. Keluarga maslahah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Suami dan istri yang saleh, yakni bisa mendatangkan manfaat dan faedah bagi dirinya, anak-anak–nya, dan lingkungannya sehingga dirinya tercermin perilaku dan perbuatan yang bisa menjadi teladan (uswatun hasanah) bagi anak-anak maupun orang lain.
- Anak-anaknya baik (abrrar), dalam arti berkualitas, berakhlak mulia, sehat rohani dan jasmani, produktif dan kreatif sehingga pada saatnya dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain atau masyarakat.
- Pergaulannya baik. Artinya pergaulan anggota keluarga terarah, mengenal lingkungan yang baik, dan bertetangga dengan baik tanpa mengorbankan prinsip dan pendirian hidupnya.
- Berkecukupan rizki (sandang, pangan, dan papan). Artinya tidak harus kaya atau berlimpah harta, yang penting bisa membiayai hidup dan kehidupan keluarganya, dari kebutuhan sandang, pangan dan papan, biaya pendidikan dan ibadahnya.1
Selain itu, dalam membangun keluarga sakinah ada banyak faktor yang dapat melemahkan ikatan keluarga. Beberapa di antaranya berupa kritik pedas (sikap menyalahkan), sikap membenci dan merendahkan, sikap membela diri dan mencari alasan, serta sikap mendiamkan (mengabaikan). Gottman Institute melalui 20 tahun risetnya menemukan bahwa kegagalan sebuah perkawinan dapat diprediksi dari keempat sikap ini, dengan tanda yang paling utama adalah perbandingan sikap dan kata-kata positif dan negatif pada saat pasangan berinteraksi. Pasangan dengan hubungan perkawinan yang stabil menunjukkan perbandingan 5 kata/sikap positif: 1 kata/sikap negatif. Pasangan dengan hubungan yang labil menunjukkan perbandingan 1 kata/sikap positif: 8 kata/sikap negatif. Karena itu dibutuhkan kesiapan bagi calon pengantin untuk membina kehidupan perkawinannya. Dalam membangun hubungan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Kebutuhan Saya dan Kebutuhan Pasangan Saya adalah sama-sama penting dan perlu diselaraskan. Nilai adil menjadi prinsip utama dalam memahami kebutuhan saya, kebutuhan pasangan, dan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kedua hal ini (QS an-Nisa, 4: 129- 130).
- Rekening Bank Hubungan, di mana masing-masing istri/suami memiliki kesempatan untuk membangun hubungan dengan memperlakukan pasangannya dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf, QS. an-Nisa, 4: 19). Setiap tindakan baik akan menambah saldo rekening, dan setiap tindakan yang menyakiti akan mengurangi saldo rekening.
- Kematangan dalam berinteraksi, yaitu fondasi penting dalam melakukan musyawarah (QS. al-Baqarah, 2:23). Musyawarah hanya akan dapat terwujud bila pasangan suami-istri memahami bahwa demi tujuan perkawinan, diperlukan kesepakatan untuk tidak saling mengalahkan tetapi mencari yang terbaik bagi keluarga.
Ketiga hal di atas akan mempengaruhi proses komunikasi yang terjadi di antara pasangan. Keterampilan komunikasi memang sangat penting, tetapi tanpa perspektif yang tepat, kecanggihan berkomunikasi tidak akan membawa kepada ketenteraman jiwa yang diidamkan.2
1Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam, Fondasi Keluarga Sakinah, Ibid., hlm. 14..
2Nur Rofiah, at all, Modul 1 Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin, Rahima, 2011, hlm. 50..