Foto: unsplash.com
Oleh: Dian Uswatun Hasanah
“Iiih, kamu jerawatan. Kamu suka ya sama dia?”
”Suara kamu kok pecah sih, Pasti kamu lagi puber ya?”,
Itulah kalimat yang sering kita jumpai dalam obrolan anak-anak menjelang remaja. Dari obrolan tersebut kita bisa melihat adanya perubahan pada diri seseorang baik secara fisik maupun psikis, yang secara awam sering disebut sebagai ”masa puber”. Masa puber tidak hanya dikaitkan dengan adanya perubahan fisik saja, namun ada pula perubahan psikis dimana seorang anak menjadi sering membangkang kepada orangtuanya dan lebih mengutamakan kelompok bermainnya (peer-group). Ketertarikan lebih memilih kelompok, mengikuti hal yang negatif agar dapat pengakuan dari kelompok, inilah yang memungkinkan munculnya kenakalan remaja (juvenile delinquency).
Istilah pubertas atau puber berasal dari kata pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual (Monks, 2002). Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa (Prawirohardjo, 1999). Menurut Root dalam Hurlock (2004) Pubertas didefinisikan sebagai suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.
Setiap orang pasti pernah mengalami pubertas, dengan waktu dan pengalaman yang berbeda. Biasanya pubertas dimulai pada umur 8 hingga 10 tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pubertas diikuti dengan perubahan fisik baik pada laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki, perubahan fisik terlihat dari mulai tumbuhnya rambut di atas bibir, lengan, ketiak dan kaki, suara semakin berat, jakun semakin menonjol, dan mimpi basah (wet dream). Sedangkan masa pubertas pada perempuan ditandai dengan tumbuhnya payudara, pinggul, dan mengalami menstruasi pertama (menarche).
Secara fisik, anak di masa pubertas terlihat seperti orang dewasa, namun secara psikologis belum. Pada masa ini intelektual dan emosi anak masih berproses menuju matang. Ketidakstabilan emosi berakibat sering berubah-ubahnya mood (mood swings). Adakalanya anak bersikap patuh pada aturan, atau memberontak pada waktu lainya, merasa diri paling benar, rasa ingin tahu (curiosity) sangat tinggi, dan keinginan untuk dihargai (self-esteem).
Terdapat dua isu utama terkait dengan pubertas yaitu masalah individu dan seksualitas. Umumnya para remaja mulai “menarik diri” dari banyak nilai-nilai (values) yang selama ini didapatkannya. Pada tahun-tahun “rawan” ini para remaja cenderung mengambil nilai-nilai dari peer groupnya dan budaya pop yang melingkar di sekitar hidupnya. Ia mulai enggan untuk bergabung dengan acara-acara keluarga dan malah lebih sering bergabung dengan teman-temannya.
Dalam hal seksualitas, mereka mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Berkaitan dengan ini seringkali mereka tertarik dengan informasi-informasi berupa film, musik, artikel, cerpen, dan novel yang bertema percintaan. Pada masa ini, biasanya mereka mengalami perubahan dalam hal penampilan, baik dalam berpakaian maupun dandanan.
Adanya pengaruh hormonal yang berimbas pada perubahan fisik dan psikis ini tentu akan membuat si anak bingung dan bertanya-tanya tentang apa yang dialaminya. Jika komunikasi dalam keluarga baik, maka si anak akan bertanya kepada orangtuanya. Namun jika tidak, si anak cenderung mengurung diri dan akan bertanya kepada orang lain, misalnya guru atau teman sebaya. Sejatinya anak mendapatkan informasi yang benar dari orang yang sangat disayangi dan dipercaya, yaitu orangtua. Oleh karena itu, kita sebagai orangtua harus mempersiapkan diri dengan ilmu yang cukup untuk menjawab segala kebingungan dan pertanyaan si anak. Selain itu, orangtua juga diharapkan menjadi pendamping setia bagi anak terutama pada masa pubertas.
Usia puber antara usia 8-16 tahun juga masuk dalam kategori usia remaja. Masa remaja adalah masa-masa yang paling sulit hampir bagi semua orang. Ada banyak masalah yang terjadi pada masa remaja, mulai dari perubahan fisik, perubahan emosi, hingga masalah yang serius. Masa remaja sering juga disebut masa pemberontakan. Pada masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah di rumah, sekolah, maupun lingkungan pertemanannya.
Masa puber juga sering dikaitkan dengan adanya perilaku yang mengarah pada kenakalan remaja. Menurut Sunarwiyati S (1985), ada 3 kategori kenakalan remaja. Pertama, kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, keluyuran, bolos sekolah, dan pergi dari rumah. Kedua, kenakalan menjurus pelanggaran. Misalnya, mengendarai mobil tanpa SIM dan mengambil barang orang tua tanpa izin. Ketiga, kenakalan khusus, termasuk di antaranya penyalahgunaan narkoba dan seks bebas.
Demikian kompleksnya permasalahan yang dihadapi pada usia pubertas. Pendampingan orang tua sangat dibutuhkan agar anak-anak generasi penerus bangsa tidak terjerumus kepada hal-hal yang negatif. Sejatinya orang tua harus memiliki formula khusus untuk mendampingi anak di masa ini. Cara komunikasi, penetapan aturan, penyelesaian masalah, serta penguatan motivasi pada masa pubertas memiliki kekhasan tersendiri dan orang tua harus memiliki kecakapan untuk melakukan hal tersebut.
Beberapa tips yang dapat dilakukan orang tua dalam menyikapi masalah anak puber antara lain: 1) Menerima bahwa pubertas merupakan proses alami. Tidak usah panik misalnya ketika anak perempuan kita yang kelas 4 SD mendapatkan haid pertama. Atau anak laki-laki kita mimpi basah. Penerimaan yang baik dari orang tua mengantarkan anak-anak pada kedewasaaan dengan sempurna. 2) Memberikan peran dan kepercayaan dalam keluarga. Ini yang memandu mereka pada pemahaman akan tanggung jawab sekaligus memberikan kepercayaan diri bahwa mereka dicintai. 3) Jangan terkejut ketika menemukan anak kita bereksperimen dengan banyak hal baru, yang kadang aneh-aneh. Misalnya, berlama-lama berdandan, kamarnya ganti suasana seperti toko poster, mencoba aneka peran, dan lain-lain. 4) Menghargai pendapat mereka, antara lain dengan berusaha menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Pada masa ini, logika mereka semakin matang. 5) Menjadi teman dekatnya, karena dengan demikian anak akan lebih mudah mengungkapkan isi hati dan problematikanya. Prinsipnya, lebih baik anak curhat ke orang tuanya, dari pada kepada teman, koran, internet dan yang lainnya. 6) Mengenali lingkungan barunya. Salah satunya adalah mengetahui siapa teman-teman dekat anak kita. Tapi, perlu kehati-hatian, jangan sampai mereka merasa diawasi seperti polisi memelototi penjahat. 7) Mengubah gaya kita, dari seorang penasihat yang cerewet menjadi pembimbing yang diidolakan. Tidak ada yang lebih dihargai oleh anak di usia puber selain sosok orang tua yang bijak tetapi tegas. 8. Orang tua seyogyanya memperbanyak doa, karena banyak kemungkinan terjadi di sisi kehidupan anak yang sering tidak bisa diprediksi.
Pemahaman mengenai pubertas merupakan kurikulum yang wajib diketahui orang tua. Bahwasannya usia pubertas dengan segala fenomenanya merupakan hal yang fitrah, yang tidak mungkin dikebiri melainkan perlu diarahkan. Dengan bekal pengetahuan yang cukup, permasalahan-permasalahan seputar remaja dapat disikapi dengan pendekatan yang lebih kooperatif dan humanis. Wallahu a’lam Bishawab {}