Judul catatan harian di atas kali ini sebetulnya merupakan sub judul buku saya yang ke 8 (delapan). Buku itu sudah diterbitkan oleh Penerbit Quanta, Elex Media Komputindo, Kompas-Gramedia, Jakarta. Catatan ini harus saya tulis, apalagi ini bertepatan dengan hari Minggu. Hari di mana biasanya kebanyakan orang sedang libur setelah sepekan sibuk bekerja. Terutama para suami yang telah berjibaku mencari nafkah untuk keluarga, ya meskipun juga tidak jarang di antara para istri juga yang tetap memilih berkarir, selain karena kebutuhan juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.

Ketika dalam posisi hari libur, istri dan suami sedang sama-sama berada di rumah, tentu saja ada di antara kita yang memilih berlibur, mengunjungi tempat wisata. Namun juga ada yang lebih memilih beraktivitas di rumah. Nah yang memang sengaja beraktivitas di rumah, sudah saatnya digunakan untuk menerapkan prinsip Islam soal kesalingan dan berbagi peran antara istri dan suami. Tidak menuntut ideal ya, tetapi semampunya, saling mengisi dan berbagi peran. Jika misalnya sedari pagi istri sudah sibuk menyiapkan menu sarapan dan memasak, sebagai suami bisa berbagi peran misalnya mengasuh buah hati yang sudah bangun dari tidurnya.

Sembari istri mengerjakan pekerjaan rumah yang lain, ya terus saja suami mengasuh anak-anak. Apalagi kalau anak-anaknya masih kecil. Istri selesai masak, keduanya sarapan bersama. Setelah itu suami bisa terus bantu istrinya cuci piring bekas sarapan, menyapu lantai, menyiram tanaman atau apapun yang sekiranya mampu dikerjakan oleh suami. Menurut saya, kemampuan dan kepekaan suami dalam berbagi peran saat libur hari Minggu seperti sekarang ini bisa jadi malah membuat istri bahagia.
Karena bagaimana pun, pekerjaan rumah tangga bukanlah mutlak kewajiban istri. Memasak, mencuci pakaian dan lain sebagainya adalah tugas bersama. Jadi tidak perlu lagi ada pengkotak-kotakan pekerjaan, ini pekerjaan istri, sementara itu pekerjaan suami. Di sinilah perlunya mengatur komunikasi agar upaya saling melengkapi dan berbagi bisa semakin efektif. Kemampuan berkomunikasi antara istri dan suami ini sangat menentukan. Agar tercipta sikap saling terbuka, saling mengingatkan dan kepekaan yang terjaga. Indah bukan kalau begini? Kelihatan realitis bukan halu.

Wallahu a’lam

Mamang M Haerudin (Aa)
Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah, 21 Maret 2021, 7.15 WIB

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here