Oleh: Tutik N. Janah
Beliau adalah ibunda Nafisah binti KH Abdul Fattah Hasyim yang lebih dikenal dengan nama Nafisah Sahal. Lahir pada 8 Februari 1946. Ayahanda beliau adalah KH. Abdul Fattah Hasyim dan ibunda beliau adalah Nyai Musyarofah Bisri.
Nyai Nafisah Sahal memulai proses belajarnya di bawah pengampuan sang nenek (Istri KH Bisri Syansuri). Di Denanyar Jombang, kakek dan neneknya adalah pendiri madrasah perempuan pertama di Jawa Timur. Nyai Nafisah diasuh oleh kakek dan neneknya pada usia 4 hingga 8 tahun.
Usai neneknya wafat, Nyai Nafisah kembali ke Tambakberas dan dididik langsung oleh abah ibuknya yang juga pendiri PPP Al Fathimiyyah dan Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Tambakberas. Di Tambakberas, Nyai Nafisah melanjutkan pendidikannya di MI dan Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum.
Beliau hidup dalam keluarga pecinta ilmu dan pejuang pendidikan. Pada masanya perempuan belum banyak mengenyam pendidikan tinggi, ibunda Nafisah telah berkesempatan untuk kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat itu, (sekitar tahun 1965), perguruan tinggi yang kini dikenal sebagai UIN Sunan Kalijaga itu, belum lama didirikan. Karenanya, maklum jika nomor induk mahasiswa beliau saat itu adalah 933. Dua tahun mengenyam bangku kuliah, beliau dinikahkan dengan Kiai Sahal Mahfudh yang sebenarnya masih terhitung saudara dari garis mbah kakungnya (Kiai Bisri Syansuri).
Beruntung bagi Nyai Nafisah, suami tercintanya, KH Sahal Mahfudh, memberikan kesempatan kepadanya untuk melanjutkan kuliah hingga selesai. Dan terus membersamai, saling mendukung dan saling menguatkan dalam membangun rumah tangga, mendidik anak bangsa, serta berkiprah di masyarakatnya.
Saat kuliah, beliau berkesempatan diajar oleh Prof. Hasbi Ash-Shiddieqy dan KH Ali Maksum (Krapyak). Hal yang paling berkesan saat diajar Kiai Ali Maksum pada mata kuliah Tafsir adalah kala ujian semesteran tiba. Kiai Ali Maksum meminta mahasiswinya itu untuk ujian lisan berupa membaca kitab Bidayatul Mujatahid secara gundulan (tanpa harakat dan makna).
Ibu Nyai Nafisah Sahal tercatat memiliki kiprah di berbagai bidang perjuangan. Baik dalam bidang pendidikan, bidang politik, maupun dalam organisasi sosial keagamaan. Di ranah politik, Nyai Nafisah pernah tercatat sebagai Anggota DPRD kab. Pati, dan Anggota DPD RI. Di ranah pendidikan, Nyai Nafisah adalah pendiri Pesantren Putri al Badi’iyyah, Lembaga Pendidikan Terpadu Sekolah An Nismah, guru di Perguruan Islam Mathali’ul Falah dan penggagas berdirinya HISMAWATI (semacam OSIS untuk santri putri di Perguruan Islam Mathali’ul Falah). Sedangkan di ranah organisasi sosial kemasyarakatan, Nyai Nafisah tercatat pernah menjadi ketua PC Muslimat NU Kab. Pati, ketua PW Muslimat NU Provinsi Jawa Tengah, Dewan Pakar PP Muslimat NU. Dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pada era kepemimpinan Kiai Said Aqil Siraj, Nyai Nafisah tercatat sebagai salah satu dari tiga ulama perempuan yang berada dalam jajaran Mustasyar PBNU (Nyai Nafisah Sahal, Nyai Nuriyah Abdurrahman Wahid, Prof. Huzaimah). Saat ini, pada kepemimpinan Kiai Yahya Staquf, nama Nyai Nafisah kembali tercatat sebagai salah satu dari 11 ulama perempuan dalam jajaran kepengurusan PBNU.
“Aku wis tuwo tik. Kok iso isih mlebu Mustasyar NU”. Dawuh ibu pasca pengumuman kepengurusan PBNU.
“Dikersaaken ngoten buk.. menawi mawon damel menyemangati ingkang muda-muda.” Jawab saya sembari menyebutkan nama Nyai Nuriyah Abdurrahman Wahid, teman sekelas beliau semenjak kelas 5 MI di Tambakberas hingga saat duduk di bangku kuliah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan nama Nyai Masriyah Amwa, santri Nyai Nafisah Sahal
yang juga masuk dalam jajaran kepengurusan PBNU era Kiai Yahya Staquf.
Selamat dan sukses kagem KH Mifahul Akhyar dan KH Yahya Staquf serta poro Kiai, gus, Ning dan Nyai dalam kepengurusan PBNU hasil Muktamar NU Lampung 2021.
*Berdasarkan catatan saat bincang santai dengan ibunda Nafisah Sahal
pada ba’da Maghrib, 6 Oktober 2017 dengan tambahan data yang disesuaikan dengan perkembangan kekinian.