Foto: Dok.Net
Oleh: Sari narulita*
Wacana upaya penghapusan kekerasan seksual masih menuai pro kontra. Beberapa dari pasal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU Pungkas) dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam, yakni pasal kekerasan seksual terhadap pasangan yang sudah terikat pernikahan. Padahal, Islam merupakan agama yang sangat menentang kekerasan, pun yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Kontributor Majalah Swara Rahima, Sari Nuralita mewawancarai Musdah Mulia untuk mengkonfirmasi lebih lanjut perihal Islam dan Penghapusan Kekerasan Seksual. Saat ini Musdah Mulia aktif sebagai Direktur Indonesian Conference on Religions for Peace (ICPR) dan pendiri Muslimah Reformis.
Menurut Ibu, apa konsep dasar Islam itu?
Hal yang mendasar dalam ajaran Islam adalah konsep Tauhid. Tauhid bagi saya adalah sebuah ajaran yang mengajarkan manusia tentang kesetaraan dan Tuhan hanya satu yaitu Allah, pencipta kita. Selain Allah, tidak ada Ilah atau Tuhan lain yang palsu seperti berbentuk power, kekuatan yang patriarkal, harta, ideologi, bahkan bisa berbentuk agama itu sendiri. Apabila kita yakin terhadap tauhid, maka tauhid itu akan membawa kita untuk meyakini adanya persamaan, karena hanya Tuhan yang boleh disembah. Selain Tuhan adalah makhluk. Dalam posisi sebagai makhluk inilah kita semua adalah setara. Apa–pun kamu, siapapun kamu, kita adalah adalah makhluk.
Selain tauhid, Islam mengajarkan kedamaian yang di dalamnya tidak mengandung unsur-unsur pemaksaan serta kekerasan. Islam mengajarkan kasih sayang, dalam Alquran dikatakan Wa’tashimuu bihablillaahi jamii’an, yang artinya berpegangteguhlah kamu kepada tali Allah. Tali agama Allah itu artinya tali kasih sayang. Ada hadis yang artinya “kasihilah sesama manusia di bumi, maka Tuhan akan mengasihimu”. Kata kasih sayang dan rahmatan melimpah dalam Alquran maupun hadis Nabi. Nabi juga selalu mengatakan, lakukan segala sesuatu dengan penuh kedamaian dan kasih sayang. Akan tetapi, unsur-unsur seperti ini tidak banyak disampaikan kepada masyarakat, lebih banyak ajaran fikih yang hukumnya hitam putih.
Bagaimana ajaran Islam ini diterapkan dalam relasi antarmanusia?
Relasi antarmanusia harus berlandaskan ajaran tauhid, artinya tidak boleh ada penghambaan kepada siapapun, termasuk kepada manusia. Misalnya, rakyat tidak boleh menghamba kepada pemimpinnya, apapun dan sekuat apapun pemimpinnya. Demikian halnya istri, tidak boleh menghamba pada suami sekuat apapun suaminya karena mereka tetap manusia yang harus diperlakukan secara kritis. Laki-laki tidak boleh memperlakukan perempuan semena-mena dan perempuan jangan menghamba kepada laki-laki, karena manusia diciptakan dengan posisi yang setara dan sederajat sebagai sesama makhluk.
Tauhid menyadarkan bahwa dalam relasi manusia dasarnya adalah kesetaraan dan kesederajatan yang membawa pada keadilan. Karena hanya Tuhan yang boleh mengadili, Dialah sang Pencipta, sehingga tidak boleh menghakimi apapun terhadap sesama manusia. Di dalam Alquran ada karomatul Insan, yang menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang terbaik yang pernah diciptakan Tuhan. Oleh sebab itu, semua bentuk penghinaan dan kesewenang-wenangan terhadap sesama manusia merupakan perilaku yang bertentangan dengan prinsip tauhid. Islam mengajarkan bahwa sesama manusia harus saling membantu dalam kebaikan dan tidak saling membantu dalam hal keburukan. Semua ajaran agama mengingatkan kita untuk mengisi kehidupan ini menjadi bermakna. Tuhan tidak akan menyia-nyiakan ciptaannya, sehingga manusia dapat menjadi dirinya seutuhnya sebagai sesuatu yang bermakna. Jadi, memaksimalkan posisi kita sebagai manusia.
Apakah bisa dikatakan kekerasan seksual itu sama dengan mencederai ketauhidan?
Ya bisa. Bagi saya, agama yang benar itu landasannya adalah tauhid. Kita jangan sampai mencederai relasi di antara sesama manusia. Tauhid itu berisi penghormatan kepada manusia, karena manusia itu diciptakan dengan karomah, dignity, harkat, dan martabat. Itulah sebabnya kita bukan menghargai posisi seseorang, tapi kita menghargai martabat kemanusiaannya. Atas dasar itulah tidak boleh ada manusia yang diperlakukan secara diskriminatif, eksploitatif, dan semena-mena, dengan kekerasan apapun bentuknya. Apalagi kekerasan seksual yang mencederai sesuatu yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Bagi saya hal tersebut bukan hanya kejahatan, tetapi merupakan bentuk pelanggaran terhadap ajaran yang paling fundamental di dalam Islam.
Bagaimana Islam dalam memandang kekerasan seksual, khususnya dalam konteks perkawinan?
Islam itu landasannya tauhid yang melahirkan kesetaraan, keadilan, kedamaian dan kasih sayang, serta mengajarkan etika yang luhur atau akhlakul karimah. Kasih sayang ini harus mendasari semua hubungan dalam bentuk apapun, termasuk dalam hubungan suami-istri sebagaimana dalam prinsip-prinsip perkawinan. Pertama, mitsaqon ghalizha, atau perjanjian yang kokoh. Kata Mitsaaqon ghalizha di dalam Alquran hanya ada dua, yaitu pada ayat yang bicara tentang hubungan antara Allah dengan para wali-Nya dan ayat tentang hubungan suami istri. Artinya, hubungan yang dibalut dengan rasa percaya dan dengan komitmen penuh tidak akan mendurhakai Allah Swt. Jadi kekerasan apapun terlebih kekerasan seksual itu bertentangan dengan prinsip mitsaqon ghalidha. Kedua, sakinah mawaddah wa rohmah. Sakinah merujuk pada kondisi psikologis seseorang yang betul-betul damai dan nyaman. Karena itu, kalau ada hubungan yang mengganggu rasa sakinah, ini adalah sebuah hubungan yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Ketiga, mu’asyaroh bil ma’ruf. Mu’asyaroh artinya perlakukanlah pasangan dengan cara-cara yang sopan. Ma’ruf itu pengertiannya dalam sekali. Karena itu tidak boleh berkata uff atau ah, tidak hanya pada orang tua tapi juga pada pasangan. Dalam hal ini, kekerasan verbal secara jelas dilarang dalam Alquran. Jadi, kata mu’asyaroh bil ma’ruf merujuk pada relasi kesalingan atau Mubadalah pada hubungan suami dan istri. Keempat, musawah. Dalam Alquran, suami-istri diibaratkan sebagai pakaian “hunna libaasul lakum wa antum libaasul lahunna.” Istilah libaatsun atau pakaian merupakan bentuk ilustrasi, karena pakaian mempunya dua fungsi yaitu untuk proteksi dan menjaga kepercayaan diri. Melalui kedua fungsi tersebut, sikap musawah dapat diimplementasikan. Musawah diimplementasikan bukan hanya dalam relasi sehari-hari, tetapi juga dalam relasi seksual.
Kelima, musyawaroh, wa amruhum syuuroo bainahum, dalam arti mengomunikasikan. Makna syuuroo sering diartikan musyawarah. Dalam konteks hubungan keluarga, syuuroo adalah komunikasi yang intens, akrab, dan hangat. Hal tersebut dapat diperoleh dalam sebuah hubungan setara yang melahirkan sikap adil. Relasi yang adil dan setara ini menjadi faktor adanya kebahagiaan dalam keluarga.
Similar Posts:
- Musdah Mulia: “Tidak Boleh Ada Manusia yang Diperlakukan secara Semena-mena dengan Kekerasan apapun Bentuknya” (Part II)
- Al Qur’an menolak Kekerasan Terhadap Perempuan
- Menjadi Laki Laki Baru (Rasulullah Adalah Contoh Laki Laki Baru)
- Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam Islam
- Kekerasan adalah Kezaliman