Foto: Dik.Rahima

 

Oleh: Gina Utami

Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada tindakan teror di Indonesia sudah menjadi kegelisahan masyarakat dan juga pemerintah. Melalui Perpres No. 7 Tahun 2021, pemerintah telah mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan. Sejalan dengan upaya pemerintah dalam merespons ekstremisme berbasis kekerasan tersebut, Rahima melakukan upaya pencegahan ekstrimisme berkekerasan di Sekolah SMA dan SMK yang ada di Cirebon dan Sukoharjo. Kegiatan yang dilakukan Rahima tersebut adalah pelatihan bagi guru SMA/SMK dengan tema “Meneguhkan Perdamaian di dalam Lingkungan Sekolah yang Berlandaskan pada Nilai-Nilai Keagamaan dan Kebangsaan”.

Pelatihan tersebut melibatkan guru Pendidikan Agama Islam (PAI), Sejarah, PPKn, dan Bimbingan Konseling (BK). Pelatihan dilakukan dua kali di masing-masing daerah, Kabupaten Cirebon pada 8-10 April dan 15-16 Juni 2021, sedangkan di Kabupaten Sukoharjo pada 21-23 Juni dan 12-14 Juli 2021. Adapun beberapa materi yang disampaikan, yakni (1) kemerdekaan belajar; (2) pendekatan andragogi (pendidikan orang dewasa); (3) pemahaman gender; (4) Keadilan Hakiki; (5) wawasan kebangsaan; (6) pencegahan hoaks; (7) penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terintegrasi dengan materi-materi pelatihan.

Pada sesi materi pendekatan andragogi, para guru diberikan pemahaman bahwa anak didik bukanlah gelas kosong melainkan subjek. Maka guru harus memanusiakan murid dengan mengacu pada pengalaman atau refleksi. Adapun pada sesi pemetaan, para guru mendiskusikan kasus intoleransi dan kekerasan yang sering ditemui di sekolah. Dari hasil diskusi, ditemui bahwa kasus intoleransi terjadi karena kegagalan mengelola keberagaman, baik atas nama agama, gender, ras (etnis), dan ekonomi (status sosial).

Dalam diskusi, salah satu guru menceritakan bahwa terdapat beberapa siswa yang tidak ingin hormat bendera merah putih ketika upacara. Ada pula guru yang merupakan pembina ekstrakurikuler mengutarakan bahwa muridnya ingin difasilitasi olahraga panahan. Ketika belajar panahan muridnya tersebut seperti sedang berjihad, memakai sorban dan sambil berteriak “Allahu Akbar”.

Sementara hasil diskusi kekerasan di lingkungan sekolah ditemui beberapa kasus, antara lain kekerasan verbal, fisik, bahkan seksual. Kekerasan verbal yang ditemui adalah berkata kasar, membentak, menghina, dan bullying. Bentuk kekerasan fisik antara lain menghukum siswa secara berlebihan, pemalakan, dan tawuran antar sekolah. Adapun bentuk kekerasan seksual yang ditemui antara lain pelecehan seksual, baik yang terjadi pada sesama guru maupun guru ke siswa. Hal lainnya yang juga dibahas oleh guru adalah kehamilan yang terjadi pada siswa, sehingga siswa terkait harus keluar dari sekolah dan mengikuti paket C karena situasi yang dialaminya.

Pelatihan guru SMA/SMK di Kabupaten Cirebon dan di Sukoharjo ini menghasilkan perubahan yang signifikan. Terutama dalam upaya pengenalan andragogi, intoleransi, dan kekerasan berbasis gender. Rahima berharap para guru mampu mengimplementasikan materi-materi pelatihan, khususnya pendekatan andragogi ke dalam RPP. Para guru juga diharapkan mampu mengintegrasikan nilai-nilai kebangsaan, toleransi, dan Keadilan Hakiki baik di lingkungan sekolah maupun di dalam kehidupan sehari-hari.

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here