Jihad dan Qital dalamAlquran
Kata jihad dengan derivasinya (mustaqnya) disebut dalam Alquran sebanyak 41 kali, empat kali di antaranya menggunakan kata jihad. Sedang kata qital disebut lebih banyak lagi dalam Alquran. Namun jika diteliti, dua kata ini memiliki akar kata, objek, dan alat yang berbeda. Akar kata jihad berasal dari kata jahada yang bermakna berusaha dengan sungguh-sungguh. Sedang kata qital berasal dari kata qatala yang bermakna membunuh atau mematikan.
Dari aspek makna ontologisnya, jelas kedua kata itu memiliki penekanan makna yang berbeda. Dari aspek objek sekalipun, jihad dan qital kadang menggunakan objek dan sasaran yang sama, yaitu sabilillah (jalan Allah). Perintah qital lebih banyak bertujuan untuk melawan secara fisik kelompok-kelompok yang memerangi umat Islam. Sedangkan perintah jihad hampir seluruhnya untuk meneguhkan dimensi sabilillah atau dalam bahasa lain jalan kebaikan. Kecuali dalam Surat Al-Furqan ayat 52:
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
“Janganlah engkau patuh kepada orang-orang kafir, dan berjihadlah kepada mereka menggunakan Alquran dengan jihad yang besar.”
Ayat tersebut memerintahkan untuk berjihad melawan orang kafir. Namun jelas sekali bahwa yang dimaksud jihad di sini bukanlah jihad fisik dengan menggunakan senjata. Sebab, alat yang digunakan jihad dalam ayat ini bukanlah senjata pembunuh yang mematikan, melainkan Alquran yang menyadarkan dan menghidupkan. Jihad dengan menggunakan Alquran berarti memuliakan bukan merendahkan, serta menghidupkan bukan mematikan.
Dalam ayat lain ditegaskan bahwa jihad bukanlah membunuh musuh, melainkan berjihad di jalan Allah. Sebagaimana di dalam Surat Al-Haj ayat 78:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Berjihadlah kalian semua di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, dialah yang telah memilihmu, dan ia tidak menjadikan kepicikan dalam agama.”
Kata berjihad ‘di jalan Allah’ dalam ayat tersebut mengandung makna yang sangat dalam. Seakan Allah ingin menyatakan bahwa berjihad itu adalah bertujuan untuk kebaikan semesta yang disimbolkan dengan kata Allah.
Jika menggunakan pendekatan tasawuf, kata fi-Allah lebih dalam maknanya dengan min-Allah, ma’a-Allah, bi-Allah dan Ila-Allah. Jika empat kata yang terakhir ini masih mengambil jarak dengan Allah, maka kata fi-Allah menggambarkan penyatuan dengan Allah, di dalam Allah. Hal ini menunjukkan bahwa jihad bukan melawan musuh, bukan juga menggunakan agama sebagai alat pembenar, melainkan berjihad di dalam kebenaran semesta.
Sementara qital secara bahasa bermakna memerangi dan tidak harus membunuh. Qital umumnya menyasar perlawanan terhadap (1) orang-orang musyrik (At-Taubah: 36); (2) orang-orang yang memerangi umat islam (al-Baqarah: 190); (3) penolong-penolong setan (an-Nisa:76); (4) orang-orang tidak iman kepada Allah dan hari akhir (at-Taubah : 29); (5) seluruh orang-orang musyrik (at-Taubah: 36); (6) orang-orang kafir (at-Taubah: 123); (7) kaum pemberontak (al-Hujurat: 9); (8) orang-orang zalim (al-Haj: 39).
Melihat deretan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa terdapat perbedaan substantif antara jihad dan qital. Jihad adalah upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan keadilan, menghilangkan kezaliman, dan kesewenang-wenangan. Jihad dilakukan dengan cara damai dan diplomatis untuk memberikan penyadaran, kehidupan, dan kebaikan semesta. Sedangkan qital adalah perjuangan fisik melawan orang kafir, musyrik, pemberontak, dan orang zalim dengan menggunakan kekuatan fisik dan senjata.
Jihad dan Qital bagi Laki-laki dan Perempuan
Perintah jihad dan qital dalam Alquran ditujukan kepada laki-laki dan perempuan, sebagaimana perintah salat, zakat, haji, infaq, dan kewajiban agama lainnya. Perintah Alquran secara bahasa menggunakan redaksi jama’ mudzakkar salim (jamak laki-laki), sebagaimana umumnya perintah kewajiban agama. Namun berdasarkan kesepakatan seluruh ulama, perintah terhadap laki-laki juga masuk di dalamnya perempuan, kecuali ada dalil yang menunjukkan tidak demikian. Inilah yang dalam Ushul Fiqih disebut teori taglib ar-rijal ala an-nisa’, yang kemudian diperluas makna dan jangkauannya oleh Dr. Faqihuddin Abdul Qadir dengan teori Mubadalahnya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 183:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Ayat ini diperuntuk bagi laki-laki dan perempuan yang beriman, sekalipun menggunakan perintah “الَّذِينَ آمَنُوا” (jama’ mudzakar salim/ jama laki-laki). Demikian pula surat Al-Baqarah ayat 216:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Ayat ini juga ditujukan kepada laki-laki dan perempuan sekalipun menggunakan “عَلَيْكُمُ“ (jama’ mudzakar salim/ jama laki-laki). Dengan demikian, kewajiban jihad dan qital, sekali lagi, tidak didasarkan pada jenis kelamin, melainkan didasarkan pada kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk melaksanakannya.
Dalam beberapa hadis disebutkan pelibatan perempuan dalam peran-peran politik dan sosial, termasuk berlaga di medan perang, walaupun dengan fungsi dan peran yang berbeda.
… عَنِ رُبَيِّعَ بِنْتِ مُعَوِّذِ ابْنِ عَفْرَاءَ ، قالت: « كنا نغزو مع رسول الله صلى الله عليه وسلم: نسقي القوم ونخدمهم، ونرد القتلى والجرحى إلى المدينة « صحيح البخاري
… dari Rubayyi’ binti Mu›awwidz Ibni Afra’, ia berkata; Kami berada bersama Rasulullah dalam peperangan, kami memberi minum dan mempersiapkan makan, mengusung pasukan yang terbunuh dan terluka kembali ke Madinah.
Di dalam hadis yang lain bahkan dijelaskan, bahwa Rasulullah tidak mengizinkan laki-laki untuk ikut berjihad di medan perang. Rasulullah justru menegaskan bahwa jihad dia (laki-laki) adalah berjihad melayani dan mengabdi kepada kedua orang tuanya. Nabi bersabda di dalam Kitab Sahih Muslim, Jilid 4, Nomor 1975:
… عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْتَأْذِنُهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ: «أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ»
Kedua hadis di atas meneguhkan apa yang secara tersurat dijelaskan Alquran bahwa kewajiban jihad dan qital dalam keseluruhan maknanya adalah kewajiban, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah tidak membedakan peran-peran tersebut atas dasar jenis kelamin tertentu.
Laki-laki maupun perempuan yang berjuang menegakkan keadilan, memperjuangkan kebenaran, membangun perdamaian, dan kebaikan semesta lainnya dengan sungguh-sungguh. Maka ia akan mendapatkan pahala dari apa yang telah diusahakannya.
*Penulis adalah Komisioner Komnas Perempuan 2020 – 2024 & Dosen Ma’had Aly Situbondo