Foto: Dok.Pribadi

 

Oleh: Andi Nur Faizah

Wajah anggota Perempuan Kobher tampak antusias. Beberapa anggotanya adalah perempuan yang biasanya beraktivitas di rumah dengan urusan domestik, mereka sangat minim bersosialisasi. Adanya kegiatan produktif bersama ibu-ibu Perempuan Kobher menumbuhkan harapan dan semangat baru. Perempuan Kobher hadir di tengah kosongnya kegiatan produktif perempuan di Desa Matanair, Kecamatan Rubaru, Sumenep, Madura. Para perempuan juga umumnya tidak mengikuti kelompok ataupun organisasi lainnya yang menjadi ruang perjumpaan.

Perempuan Kobher dibentuk dengan kata ‘kobher’ yang dalam bahasa Madura memiliki makna sempat dan semangat. Kobher juga singkatan dari kelompok ibu-ibu cerdas. Harapannya, perempuan dapat memiliki kesempatan dan komitmen yang tinggi untuk mengikuti kegiatan yang ada di kelompok. Nama Kobher juga terinspirasi dari kata-kata Man jadda wajada yang berarti ‘barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan–nya’. Makna inilah yang menjadi spirit bagi Perempuan Kobher dalam menjalankan kegiatannya di tengah keterbatasan yang ada.

Perempuan Kobher diinisiasi sejak 2017. Awalnya jumlah anggotanya sekitar 40 hingga 50 orang. Namun ada anggota yang tidak diizinkan suami dan ada pula yang meninggal dunia, sehingga jumlahnya lambat laun berkurang. Kini anggota Perempuan Kobher berjumlah 35 orang dengan rentang usia antara 20 hingga 45 tahun. Ada yang bekerja sebagai petani, guru Taman Kanak-kanak (TK), penjual nasi, penjual kripik tempe, penjual pentol tahu, maupun ibu rumah tangga.

Kegiatan rutin Perempuan Kobher dilakukan setiap hari Minggu pukul 15.30 sore. Agendanya yakni membaca Selawat Nariyah dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi tematik. Topik diskusi disesuaikan dengan kebutuhan para anggota, misalnya tentang pengelolaan keuangan keluarga, membangun keluarga sakinah, pencegahan kawin anak, dan sebagainya. Adapun kegiatan lainnya yaitu arisan, diskusi bedah majalah Swara Rahima, serta aktivitas seni seperti melantunkan selawat. Perempuan Kobher juga mendirikan Sekolah Perempuan pada 2018 dengan dukungan AMAN Indonesia. Beberapa kegiatannya adalah pelatihan untuk fasilitator Sekolah Perempuan serta pengembangan modul yang menjadi pegangan kegiatan.

Kegiatan Perempuan Kobher sempat terhenti ketika pandemi Covid-19. Namun situasi tersebut tidak mematahkan semangat ibu-ibu. Mereka bahkan membuat inisiatif pengolahan jamu sebagai upaya penguatan ekonomi kelompok di masa pandemi.

 

Mengolah Jamu untuk Berdaya
Inisiatif pengolahan jamu muncul dalam sebuah perbincangan ringan antara
Raudlatun, ketua Perempuan Kobher dengan salah satu anggotanya. “Saat itu saya dan suami sedang mencuci pakaian di dekat rumah. Saya ketemu dengan salah satu anggota Perempuan Kobher. Kami berbincang sambil mencuci. Tiba-tiba si ibu itu bilang, saya punya ide, bagaimana kalau kita membuat jamu dari tanaman sekitar, sehingga tanaman itu menjadi sesuatu yang bermanfaat.” Saat itulah Raudlatun menyetujui ide mengolah jamu yang kemudian didukung oleh Rahima bersama We Lead*.

Agustus 2020 adalah bulan yang penuh makna. Raudlatun bersama anggota Perempuan Kobher berbelanja kebutuhan alat dan bahan-bahan lainnya untuk pengolahan jamu. Kemudian mereka mulai praktik mengolah jamu kunir asam dan racik 1000, namun percobaan pertama tersebut masih gagal. Minggu berikutnya, ibu-ibu Perempuan Kobher mencoba praktik kembali dengan pendampingan dari mentor lokal serta Cattleya dari komunitas Empu**. Melalui pendampingan, Perempuan Kobher mendapatkan informasi terkait pembuatan jamu, dapur sehat, serta pengemasan. Awalnya mereka memproduksi sekitar 10 botol jamu yang dipromosikan dari mulut ke mulut, grup WhatsApp, maupun Facebook. Selanjutnya Perempuan Kobher mampu memproduksi ratusan jamu siap seduh dengan adanya pelanggan tetap dan reseller. Dalam tiga bulan, Perempuan Kobher telah mendapatkan keuntungan sekitar Rp 1.000.000 dari hasil penjualan jamu. Dana tersebut kemudian ditabung sebagai kas bersama di tabungan mingguan.

Kegiatan produksi jamu memberikan semangat baru. Anggota Perempuan Kobher bahkan mendapat julukan ‘ibu-ibu jamu Swara Rahima’. “Banyak sekali manfaatnya bergabung di dalam kelompok ini, tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga keluarga. Ada acara-acara yang dilakukan, salah satunya membuat jamu. Dengan ikut Kompolan Kobher, kita bisa bersosialisasi dengan ibu-ibu,” ujar Fitri, bendahara Perempuan Kobher. Dalam berkegiatan itulah ada sosialisasi dan sesama anggota dapat berbagi pengalaman secara terbuka untuk membangun ruang aman.

 

Membangun Ruang Aman di Tengah Tantangan
Ada kebahagiaan tersendiri bagi ibu-ibu selama berproses bersama kelompok Perempuan Kobher. Mereka yang sebelumnya tidak tahu mengungkapkan pendapat, kini sudah bisa mengeluarkan pemikirannya. Ada pula yang sebelumnya tidak tahu bercerita, kemudian sudah mulai mencurahkan isi hatinya. Dalam ruang perjumpaan itu pula terbangun kepedulian. Ketika ada anggota yang sakit, melahirkan, ataupun tertimpa musibah mereka membuat iuran bersama. Dalam canda tawa dan semangat, anggota Perempuan Kobher perlahan membangun ruang aman bagi sesama perempuan.

Dalam proses tersebut, Perempuan Kobher turut menemui tantangan. Keluarga yang tidak mendukung (menganggap perkumpulan perempuan hanya jadi ruang gosip) dan tokoh agama yang melihat perempuan sebagai sosok nomor dua adalah beberapa kendala yang dihadapi. Namun hal tersebut tidak meredupkan semangat ibu-ibu. Sebagai sosok yang menakhodai Perempuan Kobher, Raudlatun berharap para perempuan mampu memiliki pengetahuan, kemandirian ekonomi, dan mengembangkan minatnya untuk penghidupan yang lebih baik.

 

*Konsorsium yang berfokus pada pemenuhan hak perempuan dan mempromosikan toleransi

**Sebuah komunitas yang berfokus pada penguatan ibu-ibu pembuat jamu

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here