Oleh: Alifatul Arifiati*

Wacana terkait lansia khususnya perem­puan lansia masih jarang diperbincangkan. Pa­dahal, perempuan lansia merupakan warga negara yang perlu untuk didengar dan dipenuhi hak-haknya secara setara. Kali ini Swara Rahima mewawancarai Farha Ciciek, Ketua Pengurus Perhimpunan Rahima yang juga merupakan seorang ulama perempuan dan banyak terlibat dalam pemberdayaan komunitas lansia di Ledokombo, Jember, Jawa Timur.

 

Bagaimana Ibu melihat situ­asi dan persoalan yang diha­dapi perempuan lansia?

Belakangan isu-isu mengenai lansia mulai didia­logkan dalam kerangka yang lebih luas. Apalagi menuju tahun 2045, dimana jumlah lansia diproyeksikan hampir seperlima dari penduduk In­donesia. Dalam salah satu ar­tikel di katadata.co.id dinya­takan bahwa Indonesia sudah berada pada struktur ageing population. Hal ini ditandai dengan persentase penduduk lansia lebih dari 10%. Bah­kan BPS mencatat, bahwa penduduk lansia lebih dari 10% sejak 2020, diperkirakan ada 10,7%. Persentase terse­but diproyeksikan semakin meningkat menjadi 12,5% da­lam lima tahun mendatang, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 2045 men­jadi 19,9% atau seperlima dari seluruh penduduk Indo­nesia (katadata.co.id: 2021). Dari jumlah lansia yang terus meningkat tersebut, jumlah perempuan lansia lebih banyak daripada laki-laki, kare­na memang angka harapan hidupnya lebih tinggi. Perem­puan lansia tersebut memili­ki ragam kondisi, mulai dari kondisi fisik, ekonomi, serta latar belakang keluarga.

Secara khusus, ada beberapa persoalan khas yang di­alami perempuan lansia. Per­tama, perempuan lansia mengalami multi beban, mereka mendapatkan tuntutan untuk mengurus keluarga bahkan cucunya. Kedua, perempuan lansia mengalami pengala­man reproduksi yang berbeda dengan laki-laki lansia. Proses menopause masih dipandang sebagai proses yang menakut­kan hingga menyakitkan bagi perempuan. Bahkan ada mitos yang mengungkapkan bahwa ketika perempuan mengalami menopause, keinginan untuk melakukan hubungan seksual dianggap menurun sehingga laki-laki atau suami berhak memoligami istrinya yang sudah lansia. Oleh sebab itu, perlu ada pembahasan mau­pun diskusi khusus terkait seksualitas lansia.

 

Bagaimana Islam meman­dang lansia, khususnya pada perempuan lansia?

Ada 4 term yang digu­nakan dalam Alquran untuk menyampaikan lansia. Perta­ma asy-syaih, term ini menun­jukkan kepada para ahli nabi yang ketika itu sudah berusia lanjut. Kedua al-kibar, yang mengandung arti orang usia lanjut. Ketiga al-’ajuz, yang bermakna perempuan dengan usia lanjut. Keempat al-ardzal al-’umur, yaitu usia yang tua renta. Semua kata itu ada da­lam Alquran, jadi jelas bahwa Alquran membincang lansia dengan beragam dimensi. Di dalam Alquran ada banyak ayat yang mengajarkan ten­tang penghormatan terhadap lansia, termasuk perempuan lansia. Penghormatan yang dimaksud, yaitu posisi dan peran perempuan lansia, baik di keluarga maupun di masyarakat. Artinya, perempuan lansia merupakan sosok yang patut dihormati secara sosial.

 

Apa yang idealnya dilakukan oleh keluarga, komunitas, dan negara untuk mendorong lansia yang produktif?

Selama ini, lansia ma­sih dipandang sebagai beban keluarga karena dianggap tidak bisa berkontribusi secara materi. Cara pandang tersebut seharusnya dihilangkan, sebab lansia memiliki modal yang luar biasa baik secara pengalaman, modal so­sial, maupun modal kultural. Maka, lansia harus diberikan ruang dan peluang untuk mendedikasikan hidupnya dengan berorganisasi bersa­ma teman-temannya. Institu­si keluarga, masyarakat, dan negara perlu mengambil peran dalam mendorong lansia untuk hidup produktif.

Mindset lansia harus istirahat total perlu diubah. Sebagai manusia, lansia juga memiliki hak yang sama. Demokrasi at home bukan se­mata-mata urusan publik, namun juga menjadi urusan privat. Seluruh anggota keluarga termasuk lansia harus didengar. Dalam aspek keluarga, ada pendekatan yang menarik, yaitu inter-generation relationship. Pendekatan ini melihat bagaimana memba–ngun relasi antar generasi. Misalnya, nenek atau kakek belajar menggunakan gawai dari cucunya, terutama di masa pandemi yang membu­tuhkan berbagai perangkat untuk berkomunikasi. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk membangun hubungan baru yang saling membutuhkan.

Di beberapa negara, salah satunya di Inggris lansia men­jadi tamu bahkan menjadi guru di taman kana-kanak. Dalam pertemuan tersebut anak-anak diberi pengeta­huan terkait proses hidup dan lansia juga mendapatkan pe­lajaran dari anak-anak terkait kehidupan yang mereka jala­ni. Lansia tersebut tentu saja memiliki kualitas mengajar yang luar biasa. Jadi, mem­pelajari usia lansia sejak dini adalah proses yang baik.

Adapun dalam lingkungan masyarakat, orang-orang di sekitar lansia perlu mem­berikan dukungan. Misalnya, di Ledokombo lansia terlibat dalam berbagai pendidikan seperti sistem deteksi dini un­tuk radikalisme, pengasuhan bersama yang menyenangkan, dan rencananya akan melak­sanakan pelatihan untuk de­teksi bencana karena lansia adalah salah satu korban yang paling terdampak ketika ada bencana. Hal ini memperli­hatkan bahwa lansia tetap dii­kutsertakan dalam kegiatan sosial. Bahkan diberikan tugas dan tanggung jawab sesuai kemampuannya. Dalam ke­giatan kemasyarakatan, lansia juga dapat terlibat aktif dalam majelis taklim ataupun organisasi masyarakat lainnya, yang tentunya didukung oleh masyarakat di sekitarnya.

Dalam hal negara, ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Pertama, tersedianya fasilitas umum yang inklusif, khususnya untuk lansia. Misalnya, posyandu dan puskesmas sangat penting untuk memper­hatikan kebutuhan khusus lansia, agar mereka dapat mengakses layanan keseha­tan secara maksimal. Kedua, dalam penyusunan program-program terkait lansia, pemerintah perlu untuk melihat lansia sebagai sosok yang mandiri dan berdaya. Karena selama ini program pemerin­tah masih melihat lansia se­batas sosok yang perlu disan­tuni. Program tersebut sifatn­ya emergensi seperti bagi-bagi sembako. Lansia masih dia­sumsikan sebagai sosok yang perlu disantuni dan bukan diberdayakan.

Dalam pembangunan pemerintah misalnya, lansia sering ditinggalkan karena dianggap sudah pensiun. Seperti dalam acara Musrem­bang (Musyawarah Rencana Pembangunan) di tingkat desa, anak-anak dan remaja telah dilibatkan. Tetapi lansia belum dilibatkan karena tidak dilihat sebagai sosok penting untuk didengar suaranya. Karena itu kami di Ledokom­bo mulai belajar bersama lan­sia, dan berupaya melibatkan lansia untuk ikut serta dalam Musrembang. Akhirnya mereka selalu hadir dalam setiap acara Musrembang di desa, meski tidak mendapatkan undangan. Jadi, di level negara harus ada perubahan cara pandang terhadap lansia dan aspirasi lansia harus di dengar. Tidak boleh ada satu­pun yang ditinggalkan atau no one left behind.

 

Apa yang harus dipersiapkan menuju lansia agar tetap pro­duktif dan berkualitas?

Lagu Indonesia raya pada bagian “bangunlah jiwanya bangunlah badannya” men­jadi kesadaran bahwa hidup berkualitas ini menjadi tugas bersama. Hal tersebut seha­rusnya disosialisasikan sejak dini hingga usia lanjut.

Untuk kelompok lansia khususnya, para tokoh masyarakat dan tokoh agama penting membicarakan bagaimana para lansia dapat tetap sehat dan produktif. Misalnya membahas makanan yang sebaiknya dihindari oleh lansia. Lansia diimbau untuk tidak mengonsumsi makanan dengan kadar minyak ting­gi karena dapat memicu ko­lesterol, atau makanan dengan kadar gula tinggi kare­na memicu diabetes. Ajakan tersebut dapat menjadi ke­sadaran bersama terutama pada lansia agar mereka bisa hidup lebih sehat. Selain itu, edukasi mengenai pola hidup sehat juga penting disampaikan kepada keluarga lansia, baik anak maupun cu­cunya. Pemahaman tersebut dapat berguna untuk menjaga kondisi lansia, juga sebagai persiapan dalam menghadapi usia lanjut.

Jadi literasi hidup sehat, panjang umur, dan hidup bahagia menjadi kewajiban bersama. Setiap orang memi­liki kesadaran untuk menjalani hidup yang berkualitas sejak dini sampai lansia, dan hal tersebut harus menjadi kesadaran yang mainstream. Setiap orang pada umumnya selalu mengatakan ingin pan­jang umur dan bahagia, maka berbagai ikhtiar harus diupayakan untuk mewujudkan hal tersebut, dan ikhtiar itu ada­lah keharusan bagi semua pi­hak di keluarga, masyarakat, dan negara.

 

Apakah ada pesan khusus yang ingin disampaikan ke­pada para pembaca Swara Rahima?

Lansia adalah manusia yang berharga, diberi usia panjang, serta diberikan wak­tu emas. Hal tersebut adalah sesuatu yang penting dan harus digunakan seoptimal mungkin. Keluarga, masyarakat, dan negara perlu terlibat aktif untuk memenuhi hak-hak lansia sebagai manu­sia yang bermartabat. Husnul khotimah dalam hal ini bukan meregang nyawa saja, tetapi kita harus menciptakan juga surga kecil di bumi untuk para lansia tersebut. Karena lansia perlu dipenuhi kebu­tuhannya, baik dari segi so­sial, budaya, dan politik agar mereka dapat hidup bahagia. Sebab itu, kita perlu mengam­bil peran masing-masing guna mendorong lansia yang kreatif, kritis, dan berdaya.

*Penulis merupakan Staf Fahmina Institute

 

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here