Oleh: Nur Achmad*

 

Allah Swt menurunkan agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Al-Anbiya’ ayat 107, artinya: “Dan tidaklah Kami, mengutusmu, Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat, kasih sayang bagi alam semesta”.

Kehadiran Islam, bukan saja membawa kasih sayang bagi manusia, tetapi bagi alam semesta, alam raya, termasuk tumbuhan, hewan, tanah, air, udara, langit dan bumi seisinya. Ajaran Islam bersifat menyeluruh (syumuliyyah). Tidak ada satupun yang tertinggal, sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran surat al-An’am ayat 38 yang artinya: “….tidak ada satupun yang Kami tinggalkan/lewatkan di dalam Kitab Alquran”.

Semua hubungan vertikal manusia dengan Sang Pencipta (Allah Swt) dan hubungan horizontal manusia dengan sesama makhluk Allah, diatur secara baik dan lengkap (walau kadang disebut secara garis besar) serta memberikan posisi masing-masing yang tepat dan adil sesuai dengan ilmu dan kehendak Allah.

Terkait hubungan timbal-balik manusia dengan sesama makhluk, misalnya, manusia (al-insu) dengan manusia lain yang beragam tingkatannya, umat dengan nabinya, orang tua (al-‘aabaa’ wal ummahaat) dengan anak (al-aulad), laki-laki dengan perempuan, orang kaya (aghniya’) dengan orang miskin (al-fuqoro wal-masaakiin), pemimpin dengan yang dipimpinnya, dan seterusnya. Semua itu diatur dalam sejumlah kaidah akhlak yang mulia serta dalam muamalah yang adil dan baik atas dasar keimanan. Hal ini ditegaskan dalam hadis Nabi saw: “Akmalul-mu’miniina iimaanan ahsanuhum khuluqon” (Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya). (HR. Tirmidzi).

Alquran sebagai sumber pertama dan utama dalam ajaran Islam. Allah Swt dalam Alquran surat An-Nisa’ ayat 36 berfirman yang artinya: “Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbaktilah kalian kepada kedua orang tua (ayah-ibu) dengan sebaik-baiknya, dan juga (berbuat baiklah) kepada sanak-kerabat, anak-anak yatim, fakir miskin, tetangga yang masih kerabat dan tetangga jauh, dan sahabat dekat, ibnu sabil, dan budak-budak yang dalam kekuasaan (pada masa dahulu)…”

Betapa pentingnya kasih sayang dan persaudaraan antar keluarga dan sesama manusia terutama yang lemah, Nabi saw memberikan perumpamaan tentang kasih sayang kaum mukmin itu laksana satu tubuh yang saling terhubung, saling menguatkan, dan saling menolong dan saling merasakan serta berempati. Hal ini disebutkan dalam hadis Nabi saw:

عن النعمان بن بشير يقول: قال رسول

ه ص. : ترى المؤمنين في تراحمهم ل ? ال

وتوادهم وتعاطفهم كمثل الجسد اذا

اشتكى عضوا تداعى له سائر جسده

.بالسهر والحمى

Artinya: Dari Nu’man bin Basyir berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Engkau melihat orang-orang mukmin di dalamnya mereka saling berkasih sayang, saling mencintai, dan saling bersambungan itu laksana satu badan. Jika salah satu bagian tubuh mengalami sakit, seluruh tubuhnya ikut merasakan dengan tidak tidur dan merasakan demam”. (HR. Bukhari: 6011, hal. 1107).

Semua kebaikan yang dilakukan oleh seorang muslim yang kemudian dinikmati dan dimanfaatkan oleh sesama manusia atau hewan, maka itu menjadi sedekah, sebagaimana disebutkan di dalam hadis berikut: “Maa min muslimin ghorosa ghorsan fa akala minhu insaanun au daabbatun illaa kaana lahu shodaqoh”. Artinya: Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tak satupun orang muslim yang menanam satu tanaman lalu hasilnya dimakan oleh sesama manusia atau hewan, melainkan menjadi sedekah baginya” (HR. Bukhari: 6012, hal. 1107).

 

Penghormatan Nabi Muhammad pada Lansia

Nabi Muhammad saw adalah orang yang mengajarkan kasih sayang dan hormat kepada orang-orang yang sudah lanjut usia. Nabi bersabda bahwa, Allah mengampuni uzur orang yang diberi usia panjang. Dalam sebuah hadis Nabi bersabda:

ه عنه – عن ل ? عن أبي هريرة – رضي ال

ه عليه وسلم – قاَلَ: ل ? النَبّيّ – صلى ال

ه إلىَ امْرِئٍ أَخَّرَ أجلَهَ حَتَىّ ل ? أعْذَرَ ال «

رواه البخاري .»ً .بلَغََ سِتيِّنَ سَنةَ

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw sabdanya: Allah tetap menerima uzur/ alasan seorang yang diakhirkan ajalnya, sehingga ia berumur enam puluh tahun. (HR.Bukhari).

Usia 60 tahun merupakan usia maksimal bagi kebanyakan orang diberi kesempatan hidup oleh Allah di dunia. Namun bukan berarti di atas usia 60 tahun Allah tidak menerima uzurnya. Hadis tersebut bisa dipahami apalagi bagi orang yang diberi kesempatan hidup di atas 60 tahun Allah juga akan menerima uzurnya.

Pada hadis lain, orang yang berbuat baik, menolong orang yang sudah lanjut usia apalagi mereka tidak mempunyai suami dan miskin diberi pahala yang sangat besar yakni pahala orang yang puasa sepanjang hari dan salat selama semalam. Nabi bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Shafwan bin Sulaim, yang sanadnya sampai kepada Nabi saw, kemudian Nabi bersabda: “Orang yang membantu atas kaum janda (perempuan yang tidak bersuami) dan miskin itu seperti pejuang (mujahid) di jalan Allah atau seperti orang yang berpuasa sepanjang hari dan sholat sepanjang malam”. (HR. Bukhari: 6006, hal. 1106).

Hadis tersebut memang bersifat umum berbicara kepada siapapun perempuan yang tidak mempunyai suami dan orang miskin. Hanya saja bagi perempuan lansia yang tidak mempunyai suami, apalagi mereka menanggung anak atau cucu dalam posisi yang sangat lemah dan rentan. Karena itu mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan pertolongan sebagaimana hadis di atas. Allah bahkan akan memberikan pahala bagi siapapun yang menolong mereka dengan pahala yang sangat besar.

Beberapa hadis lain yang menunjukkan betapa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw sangatlah mulia dan memuliakan manusia laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Berikut beberapa hadis yang dapat diambil pembelajaran. Pertama, secara timbal-balik Nabi saw mengajarkan pentingnya sikap saling mengasihi dan menghormati antara generasi tua dan muda. Beliau bersabda:

Laisa minnaa man lam yarham shoghiironaa wa lam yuwaqqir kabiironaa. Artinya: “Bukanlah golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang kecil dan tidak menghormati orang yang tua” (HR. Tirmidzi: 1919, hal. 471).

Kedua, Nabi Muhammad saw mengajarkan umatnya untuk berbakti kepada kedua orang tua. Terlebih lagi kepada ibu yang telah mengandung 9 (sembilan) bulan, melahirkan dengan mempertaruhkan nyawa antara hidup dan mati, dan juga telah menyusui dan mengasuh dengan kesabaran, ketelatenan, dan kasih sayang.

Suatu ketika Nabi saw ditanya, “Ya Rasulallah, kepada siapakah yang aku harus berbakti kepadanya”? Lalu Nabi menjawab: “Kepada ibumu”. Lalu kepada siapa lagi? Nabi menjawab: “Ibumu”. Lalu kepada siapa lagi? Nabi menjawab: “Ibumu”. Lalu kepada siapa lagi? Nabi menjawab: “Ayahmu lalu yang lebih dekat dan yang lebih dekat lagi” (HR. Tirmidzi: 1897, hal. 467).

Dalam kondisi Ibu sudah sepuh, tentu berbakti dan berbuat baik itu lebih ditekankan dan diutamakan.

Ketiga, Abdullah bin Mas’ud, berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW., “Ya Rasulallah, amal apa yang paling utama?” Nabi menjawab: “Salat pada waktunya”. Lalu apa lagi, Nabi? Nabi menjawab: “Berbakti kepada kedua orangtua”. Lalu apa lagi, Nabi. Lalu Nabi menjawab: “Berjuang di jalan Allah, jalan kebaikan” (HR. Tirmidzi: 1898, hal. 467).

Hadis meletakkan posisi penghormatan atau berbakti kepada kedua orang tua setelah posisi salat yang merupakan rukun Islam yang paling utama. Ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terlebih kepada ibu. Apalagi jika kedua orang tuanya sudah sepuh dan uzur, berbuat baik adalah kebajikan yang sangat utama.

Keempat, Rasulullah juga mengingatkan bahwa rida Allah dan murka-Nya sangat tergantung pada rida dan murka kedua orang tua. Rasulullah saw Bersabda:

Ridho al-Robbi fii ridhol-waalid wa sakhothi al-Robbi fii sakhothil-waalid. Artinya: “Kerelaan Allah di dalam kerelaan orang tua yang melahirkan dan kemurkaan Allah di dalam kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi: 1900, hal. 467).

Berbuat baik dan tidak menyakiti orang tua adalah dua kata kunci untuk mendapat rida Allah yang diambil dari hadir di atas, terlebih apabila orang tua mereka sudah lansia.

Kelima, larangan merendahkan, mencela, dan menghina orang tua, terlebih mereka yang sudah lanjut usia. Nabi bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasul, apakah ada orang yang mencela kedua orang tuanya? Rasul menjawab: “ya, ada, yaitu seseorang mencela kedua orang tua orang lain, lalu orang tersebut membalas mencela kedua orang tuanya.” (HR. Tirmidzi: 1902, hal. 468).

Keenam, betapa mulianya kedua orang tua, sehingga doa kedua orang tua atas anaknya termasuk doa yang mustajab/dikabulkan. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:

Tsalaatsu da’awaatin mustajaabaatun laa syakka fiihinna: da’watul-madzlumi, wa da’watul-musaafiri, wa da’watul-waalidi ‘alaa waladihi”. Artinya: “Tiga doa yang dikabulkan oleh Allah tanpa ragu yaitu: doa orang yang dianiaya/dizolimi, doa orang yang dalam perjalanan, dan doa orang tua atas anaknya”. (HR. Tirmidzi: 1905, hal. 469).

Ketujuh, sesungguhnya membalas budi untuk kedua orang tua adalah hampir mustahil, artinya sangat sulit bisa dilakukan. Nabi saw bersabda:

Laa yajzii waladun waalidan illaa an yajidahu mamluukan fa yasytariyahu fa yu’tiqohu.” Artinya: “Seorang anak tidak bisa membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika ia mendapatkan orangtuanya menjadi budak yang dikuasai seorang tuan, lalu sang anak membelinya dan memerdekakannya”.

Kedelapan, hadis yang memberikan kesimpulan umum bahwa mengasihi dan menyayangi umat manusia, terlebih bagi yang sudah lanjut usia adalah pemantik turunnya rahmat Allah. Tentang hal ini dijelaskan oleh Nabi saw:

Man lam yarhamin-naasa laa yarhamhullahu”. Artinya: “Siapa saja yang tidak mengasihi manusia, maka Allah tidak mengasihinya”. (HR. Tirmizi: 1922, hal. 472).

Kesembilan, sesungguhnya rahim/kasih sayang adalah tali penyambung dari Allah Yang Maha Rahman. Nabi bersabda: “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi, maka yang ada di langit akan menyayangimu. Rahim/kasih sayang merupakan tali sambung dari Allah Yang Maha Rahman, siapa saja yang menyambungnya, Allah akan menyambungnya. Siapa saja yang memutuskannya, Allah pun akan memutuskannya”. (HR. Tirmidzi: 1924, hal. 472).

Kesepuluh: orang yang tidak memiliki kasih sayang adalah sesungguhnya orang yang celaka karena sifat rahmah itu telah dicabut oleh Allah. Nabi bersabda:

Laa tunza’u al-rohmatu illaa min syaqiyyin”. Artinya: “Tidaklah dicabut sifat kasih sayang itu kecuali dari orang yang celaka” (HR. Tirmidzi: 1923, hal. 472).

Dari sejumlah hadis di atas dapatlah dipahami bahwa sikap kaum muda kepada lansia tidak lain adalah penghormatan dan bakti tulus yang terbaik. Tidak dibenarkan dalam ajaran Islam menelantarkan lansia, apalagi mereka adalah orang tua kita, guru kita, atau orang yang kita hormati dan sayangi. Diharuskan bagi semua manusia menghormati dan menyayangi lansia atas dasar keimanan kepada Allah Swt dan akhlakul karimah sebagaimana tuntunan Nabi Muhammad saw.

*Penulis adalahPengasuh Pesantren MBS Ki Bagus Hadikusumo Jampa

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here