Oleh: Siti Nurmela

Hari Kemerdekaan Republik Indonesia diperingati dengan penuh suka cita sebagai hari bersejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Hari kemerdekaan adalah manifestasi perjuangan para pendahulu kita. Namun, jika kita kembali merefleksikannya ke dalam diri kita, apakah kita sudah merdeka dari berbagai belenggu yang ada? Apakah perempuan sudah merdeka? Atau masih terbelenggu dengan ketidakadilan gender yang esensi dan eksistensinya masih jelas terasa?

Mansour Fakih, dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial, menjelaskan bahwa ada ketidakadilan gender pada perempuan yaitu marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih (multi beban), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.

Suryadi, pada bukunya Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan, menekankan bahwa pada international convention of population and development, isu kemiskinan dunia menjadi sorotan luas. Proporsi perempuan yang dominan dalam segmen masyarakat miskin dunia berkorelasi searah dengan keterbelakangan pendidikan mereka. Tiga perempat dari penduduk dunia yang buta huruf adalah perempuan, dan dua pertiganya adalah perempuan Asia.

Musdah Mulia, dalam bukunya Islam dan Hak Asasi Manusia, juga menyatakan bahwa secara jelas Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengakui bahwa status dan peranan perempuan dalam masyarakat Indonesia masih bersifat subordinatif dan belum dianggap sejajar dengan laki-laki. Kondisi ketimpangan tersebut terlihat dari beberapa variabel mengenai perempuan di Indonesia.

Kualitas perempuan di Indonesia menduduki peringkat paling rendah di ASEAN. Tingkat pendidikan perempuan jauh tertinggal dari laki-laki, yaitu 39% perempuan tidak sekolah, 13% lulus SMP sederajat, dan kurang dari 5% lulus perguruan  tinggi. Dampaknya, tingkat partisipasi angkatan perempuan hanya 51,2%, akses ekonomi sangat kurang, kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat, hak asasi perempuan terabaikan, dan posisi penting perempuan dalam berbagai aspek masih sangat kurang.

Definisi yang sering kita temukan mengenai perempuan cenderung lebih banyak definisi yang bersifat biologis dibanding definisi yang bersifat psikologis maupun sosiologis.  Sedangkan definisi keperempuanan berarti perihal perempuan, kehormatan sebagai perempuan. Hal ini berbeda dengan kajian etimologinya. Secara etimologi, kata perempuan berasal dari kata empu yang artinya tuan, orang yang mahir berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar.

Kata mengampu berarti menahan agar tidak terjatuh, atau menyokong agar tidak runtuh. Definisi perempuan secara etimologi tersebut tentu sangat jelas mengisyaratkan bahwa perempuan adalah sosok manusia yang kuat, memiliki otoritas untuk bermanfaat, memiliki kemampuan untuk membantu sesamanya. Perempuan adalah manusia yang perlu bersikap manusiawi dan berhak diperlakukan manusiawi, dimana pendapat, pemikiran, gagasan dan keputusannya perlu dihormati. 

Dalam teks proklamasi, terdapat sebuah pernyataan “Kami bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan secara seksama dan dengan tempo sesingkat-singkatnya”. Jika teks tersebut kita refleksikan dalam hal perempuan dan kemerdekaan, maka yang perlu kita garis bawahi adalah pernyataan kemerdekaan dan pemindahan kekuasaan. Apakah perempuan sudah merdeka?

Mengenai pemindahan kekuasaan dapat diartikan bahwa perempuan merdeka dari siapapun yang menguasainya. Jika ada yang berhak menguasai perempuan itu hanya Tuhan, karena relasi dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan, relasi dengan laki-laki maupun perempuan semestinya sama-sama saling mengasihi, bukan saling menguasai.

Lalu, apa makna kemerdekaan?

Kata merdeka dalam KBBI berarti bebas dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung pada orang maupun pihak tertentu, leluasa. Sedangkan kemerdekaan berarti keadaan berdiri sendiri, bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya.  Makna kemerdekaan tentu bukan bebas tanpa batas, melainkan bebas bertanggung jawab, bermoral dan bermartabat. Saat perempuan memperjuangkan dirinya untuk merdeka, tentu bukan berarti melepaskan kodrat sebagai perempuan, namun memperjuangkan kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan.

Kemerdekaan juga bukan berarti tidak membutuhkan pihak lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Kemerdekaan merupakan kebebasan yang disertai tanggung jawab dan memenuhi serangkaian aturan yang baik untuk keberlangsungan hidup bersama. Seperti halnya seorang pelajar memiliki aturan sekolah yang perlu ditaati, seorang mahasiswa memiliki aturan yang jika dilanggar memiliki konsekuensi. Contoh lainnya seperti seorang karyawan memiliki aturan yang jika dilanggar memungkinkan terpotongnya gaji bahkan mendapat penalti. Begitupun perempuan merdeka juga memiliki aturan yang perlu dipenuhi seperti halnya laki-laki yang juga memiliki seperangkat aturan, baik sebagai warga negara maupun sebagai umat beragama.

Pada akhirnya, Hari Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan momentum untuk kita bertafakur dan berefleksi. KIta bisa mendefinisikan kemerdekaan versi kita sendiri. Menjadikannya sebagai bekal dan spirit untuk kita sama-sama berjuang memerdekakan diri kita dan sesama manusia dari berbagai belenggu yang ada, sehingga merdeka yang sesungguhnya nyata adanya. 

Referensi:

Fakih, M. (2013). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Sosial.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/ diakses kembali pada 14 Agustus 2023 Pukul 17.35

Mulia, M. (2010). Islam dan Hak Asasi Manusia. Naufan Pustaka.

Nurmela, Siti. (2021) Refleksi Kemerdekaan Bagi Perempuan dalam Buku Wajah Damai Milenial Reformis. MR Foundation.

Suryadi Ace. (2010). Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan. Genesindo.

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here