Beranda Kajian Islam Artikel Perempuan Makhluk Perasa dan Laki-laki Makhluk Logika? Benarkah? Bagaimana Keduanya Berkembang?

Perempuan Makhluk Perasa dan Laki-laki Makhluk Logika? Benarkah? Bagaimana Keduanya Berkembang?

0
597

Oleh: Siti Nurmela

 

Rasa dan logika merupakan modal utama manusia untuk dapat berkembang dan berkontribusi nyata bagi lingkungan sekitarnya. Namun realitanya, seringkali asumsi keliru tentang rasa dan logika ini menjadi masalah serius yang melahirkan banyak ketidakadilan. Dalam lingkungan organisasi, dalam lingkungan pekerjaan, maupun dalam lingkungan masyarakat, skala kecil maupun skala besar, seringkali perempuan dianggap tidak pantas menduduki posisi tertentu karena dianggap makhluk perasa yang tak berlogika dalam mengambil keputusannya. 

Stigmatisasi dan labelisasi tersebut tentu menyisakan pertanyaan besar. Apakah pernyataan tersebut benar?

Carl G. Jung dalam teori kepribadiannya, menggambarkan kedua hal tersebut dengan sebuah lingkaran yang terdiri dari logos dan eros. Ia mengidentifikasi logos dengan prinsip maskulin dan eros dengan prinsip feminin. Logos dengan prinsip maskulin, diasosiasikan sebagai yang terang, prinsip yang memberi bentuk, mengadakan diferensiasi, menyusun keteraturan dari sesuatu yang chaos, dan aspirasi untuk menguasai serta mengembangkan sifat kompeten. Eros dengan prinsip feminin diasosiasikan sebagai yang gelap, dengan prinsip keterikatan, sifat kepekaan dan sikap responsif, memiliki kecenderungan memberikan cinta kasih kepada sesama manusia. Perkembangan laki-laki secara khas cenderung diasumsikan ke arah logos. Sedangkan perempuan ke arah eros.

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa umumnya dalam perkembangan otak laki-laki, yang terlebih dahulu berkembang adalah otak kanan kemudian otak kirinya. Sedangkan dalam perkembangan otak perempuan, umumnya perkembangan otak kiri dan otak kanannya lebih seimbang. Sandra F. Witelson, menyebutkan bahwa corpus callosum perempuan lebih tebal sekira 30% dari laki-laki. 

Kondisi tersebut menyebabkan bagian otak laki-laki bekerja dengan terpisah sehingga laki-laki lebih mudah berkonsentrasi dan fokus pada satu hal yang sedang dihadapinya, namun dalam waktu yang sama, pendengaran laki-laki akan menurun dan sulit untuk multitasking. Sedangkan perempuan, dengan struktur otaknya yang lebih tebal, otaknya dapat bekerja dalam waktu bersamaan, sehingga perempuan dapat melakukan berbagai pekerjaan dalam waktu yang sama. Meski tentu perempuan dan laki-laki dengan struktur juga perkmbangan otaknya tersebut, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa dominasi perasaan adalah stigma yang mengerdilkan. Bahwa perempuan juga memiliki sistem kerja otaknya sendiri yang berbeda dengan laki-laki yang bisa saling melengkapi.

Eti Nurhayati, dalam Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif Edisi 2, menjelaskan bahwa perempuan memang seringkali mendapatkan citra sebagai makhluk perasa, emosional, mudah menyerah, pasif, subjektif, mudah terpengaruh dan lemah. Sedangkan laki-laki seringkali mendapatkan citra sebagai makhluk yang rasional, logis, kompetitif, mandiri objektif, agresif, dan aktif. Namun citra bias gender tersebut tentu bukan karena pemberian (given) dari kodrat (nature), melainkan karena lingkungan dan budaya masyarakat (nurture) yang mengasumsikannya demikian meski nyatanya tidak demikian.

 

Bagaimana Islam memandang fenomena tersebut?

Allah Swt, menciptakan manusia sama-sama mulia, perempuan maupun laki-laki. Dalam Al-Qur’an, terdapat 3 kata yang diartikan sebagai manusia, yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan

Kata basyar berarti manusia secara materi dengan kapasitas sebagai makhluk jasmaniyah atau manusia sebagai makhluk biologis. Lafadz an-nas berarti manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi, saling membantu, saling menasehati untuk berpegang kepada kebenaran. Sedangkan lafaz al-ins atau al-insan memanggil manusia dengan topik-topik peranannya sebagai khalifah, berdasarkan derajatnya. 

Allah SWT berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS At-Tin: 4).

Bentuk yang sebaik-baiknya pada ayat di atas dimaknai dengan lafaz at-taqwim yaitu bentuk fisik. Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan tubuh yang tegak, memiliki kemampuan memahami, berbicara, mengatur, dan berbuat bijak, yang merupakan fasilitas yang mendukung manusia dalam menjalani perannya menjadi khalifah di bumi. Demikian juga dalam tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia memiliki penafsiran serupa. 

Berdasarkan penjabaran di atas, menunjukan bahwa setiap manusia diberkahi akal dan perasaan sebagai perwujudan dari sebaik-baiknya penciptaan. Hal ini menepis cara pandang negatif terhadap sisi kemanusiaan, yang berperasaan. Karena perasaan merupakan perangkat dan desain Tuhan yang sebaik-baiknya. Perangkat ini secara utuh jika digunakan dengan baik dapat mendorong manusia untuk menjadi manusia yang lebih adil, sehingga seimbang memainkan perannya menjadi khalifah di bumi.

 

Referensi

Eti Nurhayati. (2018). Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif Edisi 2. Pustaka Pelajar. 

  1. Syahruddin Amin (2018). Perbedaan Struktur Otak dan Perilaku Belajar Antara Pria dan Wanita; Eksplanasi dalam Sudut Pandang Neuro Sains dan Filsafat. Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 1 No 1. 

Muslimin. (2016). Manusia dan Karakteristiknya Menurut Al Quran (Kajian Tafsir Tarbawi). Jurnal Pemikiran Keislaman, 27(2), 2227-247.

Saparinah Sadli. (2010). Berbeda Tetapi Setara: Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Kompas. 

Syaikh Ilmi Zadeh Fuad Abd Al-baqiy. Fathur Rahman Li Thalibi Ayatil Quran. Diponegoro. 

https://tafsirweb.com/. Diakses pada 01 September 2023 Pukul 11.08.

Similar Posts:

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here