Beranda Kajian Islam Artikel Menerapkan Konsep Mubadalah dalam Pertemanan dapat Menjaga Keharmonisan

Menerapkan Konsep Mubadalah dalam Pertemanan dapat Menjaga Keharmonisan

1
805

Oleh: Abdul Wahid

Pernah mendengar kata ‘Mubadalah’? Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Kiai Faqihuddin Abdul Kodir. Dalam bukunya yang berjudul “Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah” Mubadalah berarti hubungan antara dua pihak berbasis kesetaraan, kesalingan, dan kerja sama. Mubadalah juga merupakan suatu prespektif yang dapat digunakan seseorang untuk memaknai suatu dalil hadis maupun al-Qur’an. Prespektif ini digunakan untuk menemukan makna yang relasional di antara manusia laki-laki dan perempuan sebagai subjek yang setara. 

Mubadalah memiliki tiga kata kunci dalam gagasannya yaitu kesetaraan, kesalingan, dan kerja sama. Ketiga norma tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan: pernikahan, kekeluargaan, hubungan pekerjaan, hubungan kenegaraan, termasuk dalam pertemanan. 

Gagasan Mubadalah dalam hubungan pertemanan misalnya. Mubadalah membawa cara pandang yang tidak membedakan seseorang dengan seseorang yang lain. Mubadalah memandang bahwa setiap orang yang terlibat dalam pertemanan sama-sama dipanggil untuk memberikan kemaslahatan bagi temannya yang lain.

Ketika seseorang ingin diperlakukan baik oleh temannya, maka tersebut sepantasnya memberikan kebaikan juga untuk temannya. Pun sebaliknya, apabila ia tidak ingin diperlakukan buruk oleh orang lain termasuk temannya, maka seseorang perlu membatasi dirinya untuk melakukan sesuatu yang buruk terhadap temannya.

Dalam salah satu riwayat Imam Bukhari No. 13 pada Kitab Shahih Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda:

“Dari Anas r.a. dari Nabi Muhammad Saw. bersabda: ”Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, sehingga ia mencintai orang lain, seperti ia mencintai dirinya sendiri”. 

Yang berarti seseorang hendaklah memperlakukan seseorang lain seperti kehendaknya ingin diperlakukan, menyayangi orang lain seperti ia menyayangi dirinya sendiri. 

Dalam riwayat lain, dalam Kitab Musnad Ahmad hadis No. 22558, Rasulullah menuturkan hal serupa saat beliau ditanya oleh salah satu sahabatnya yang bernama Mu’adz bin Jabal tentang keimanan yang sempurna:

“… dan kamu mencintai manusia seperti apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri, serta menghindarkan mereka dari apa yang tidak mereka sukai atas apa yang kamu sendiri tidak menyukainya, dan kamu berkata baik atau diam”. 

Hal yang lazim terjadi dalam sebuah pertemanan adalah candaan. Candaan di lingkar pertemanan, sering terjadi di luar batas norma toleransi yang dapat membuat seseorang lain merasa berat hati dan tersinggung. Bagaimana sebaiknya seseorang memperlakukan temannya sehingga tidak timbul tindakan saling menyakiti?

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar An-Nawawiyah halaman 289 cetakan Darul Abidin menuturkan bahwa guyon/candaan diperbolehkan selama tidak dilakukan dengan keterlaluan dan secara terus menerus. 

Ia menyampaikan senda gurau yang dilakukan terus menerus dapat merugikan manusia karena keterbuangan waktu. Candaan yang menyakiti juga dapat menimbulkan kedengkian dan menghilangkan kewibawaan.

Oleh karenanya kita bisa memberlakukan cara pandang Mubadalah dalam berteman. Yakni dengan memperlakukan teman kita dengan perlakuan yang diri kita inginkan dan sukai. Sehingga dengan menjadikan nurani tolak ukurnya, terciptalah pertemanan yang saling menjaga dan harmonis.

Similar Posts:

1 KOMENTAR

  1. Masyaallah Tabarakallah…
    Ini menyadarkan saya agar tidak terlalu berlebihan dalam melakukan candaan kepada teman.
    Saya pernah bahkan sering mengalami hal seperti itu, ketidaktepatan dalam menuangkan ukuran candaan terhadap berbagai teman sehingga menimbulkan kesalahpahaman.
    Terimakasih, Mr. Abdul Wahid. Terutama kepada swararahima.com.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here