Foto: Gusdurian

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

 

Mukaddimah

Yth. Rektor UIN Jakarta

Yth. Ketua PSGA UIN Jakarta

Yth. Dekan FISIP UIN Jakarta

Yth. Para narasumber dan moderator

Yth. Seluruh anggota MM dan Wantim KUPI

Yth. Para tamu undangan: akademisi, Ibu Nyai dan Kyai pimpinan pesantren, pimpinan Ormas Islam, pimpinan Majelis Taklim, pimpinan komunitas, aktivis, mahasiswa, dan rekan-rekan media

Yth. Panitia dari UIN dan KUPI

Yth. Seluruh peserta yang hadir offline maupun online.

 

Syukur kepada Allah dan terima kasih kepada Rektor, PSGA, Dekan FISIP, semua Narasumber dan Panitia atas kerjasama yang baik ini.

Lima tahun lalu, saat Pemilu 2019 hendak digelar, bangsa ini mengalami polarisasi akibat politik identitas dan politisasi agama. Saat itu KUPI dan banyak sekali elemen bangsa yang sevisi, hadir dan bersuara agar fenomena yang terjadi saat itu tidak terus dilanggengkan karena akan berakibat sangat fatal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat itu KUPI meminta semua elemen bangsa untuk mengambil peran aktif di ruang khidmahnya masing-masing agar bangsa ini tetap utuh bersatu, terhindar dari perpecahan yang dapat mengakibatkan runtuhnya pilar-pilar berbangsa dan bernegara, bahkan terancamnya kemanusiaan. Kini, menjelang Pemilu 2024, kita dihadapkan pada realitas terkoyaknya rasa keadilan masyarakat akibat hukum dan aparatur negara yang dijadikan alat pelanggengan kekuasaan.

KUPI sebagai ruang perjumpaan dan gerakan intelektual, sosial, kultural dan spiritual para ulama perempuan, yang berkhidmah di perguruan tinggi, pesantren, majelis taklim, Ormas, komunitas termasuk LSM, dan kalangan orang muda, dan sebagai gerakan bervisi keislaman, kebangsaan, kemanusiaan dan kesemestaan, tentu saja merasa terpanggil untuk menyuarakan pandangan ulama dan aspirasi perempuan agar cita-cita peradaban berkeadilan dapat dikawal melalui Pemilu yang bersih, jujur, adil, dan bermartabat.

Sebagai gerakan ulama perempuan yang non partisan, bagian dari civil society, masyarakat madani, concern KUPI adalah menjaga dan merawat NKRI, berperan untuk mewujudkan  cita-cita  kemerdekaan melalui langkah-langkah dan kerja-kerja keulamaan dan kerja-kerja peradaban.

Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg di negara demokratis seperti Indonesia ini, perlu dikawal tidak hanya oleh para aktor politik, penyelenggara dan pengawas Pemilu, tetapi juga oleh semua elemen bangsa, termasuk ulama perempuan. Bedanya, jika para kontestan berjuang untuk mengawal suara pemilih demi kemenangan masing-masing dalam kontestasi lima tahunan ini, ulama perempuan, bersama elemen kultural bangsa yang lain, berjuang agar kontestasi ini berjalan secara makruf yakni kontestasi berjalan di atas aturan dan norma yang adil, baik, dan patut, prosesnya jujur, adil, bersih, serta tidak mencederai  akal  sehat  dan  rasa  keadilan  masyarakat,  sehingga  hasilnya  benar-benar membawa maslahat, kejayaan bangsa dan kebahagiaan rakyat.

KUPI beserta elemen masyarakat sipil lainnya perlu mengawal demokrasi dan Pemilu berjalan dalam norma dan dengan cara yang makruf agar demokrasi dan Pemilu menjadi berkah bagi semua warga bangsa, tidak hanya bagi aktor dan elit politik, serta para pengemban amanah kekuasaan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif saja, namun juga untuk seluruh warga bangsa, termasuk yang sering tidak terdengar suaranya dan terabaikan haknya, seperti perempuan (hari ini keterwakilan perempuan dalam daftar calon sementara/DCS Pemilu sungguh mengalami kemunduran), juga kelompok-kelompok rentan seperti anak, disabilitas, lansia, kelompok minoritas, dll. Pemilu kita harapkan menjadi pesta demokrasi yang beradab dan bermartabat sehingga menjadi berkah, bukan kontestasi ala hukum rimba sehingga menjadi musibah dan petaka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Naudzu billah.

Ulama sebagai representasi kalangan agama di ranah kultural, dan para aktor politik serta pengemban amanah kekuasaan sebagai bagian dari negara yang berada di ranah struktural, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, apalagi saling menafikan satu sama lain dalam proses perjalanan berbangsa dan bernegara. Apalagi, NKRI tercinta ini ada sebagai  hasil  dari  perjuangan  seluruh  elemen  bangsa,  di  mana  organisasi-organisasi masyarakat sipil dari beragam latar belakang menjadi penggerak dan pelopornya.

Fakta sejarah yang tidak boleh kita ingkari ini perlu terus disampaikan agar perjalanan berbangsa dan bernegara kita tidak keluar dari cita-cita bersama pendirian Indonesia, dan agar siapapun yang memegang amanah kekuasaan tidak lupa bahwa kekuasaan itu hanya amanah yang harus dipertanggungjawabkan, bukan privilege untuk melakukan tindakan aji mumpung apalagi sewenang-wenang sehingga mengabaikan nilai-nilai  dan  prinsip-prinsip  keadilan,  kesetaraan,  kepatutan   serta  kemaslahatan  bagi seluruh warga bangsa sesuai dengan kebutuhan khasnya dan juga keragaman keadaannya.

Mengapa KUPI perlu menyuarakan ini semua? Tidak lain karena visi keislaman KUPI yang berkelindan dengan visi kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan memanggil untuk bersuara atas nama iman demi terwujudnya cita-cita peradaban berkeadilan.

Dalam perspektif Islam, agama adalah nasihat bagi Allah, Rasulullah, Kitabullah, para pemimpin dan seluruh masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis Nabi riwayat  Muslim  dari  sahabat Tamim  ad-Dary.  Bagi  Allah,  agama  adalah  nasihat  untuk hambaNya. Bagi Rasulullah agama adalah nasihat untuk umatnya. Bagi Kitabullah agama adalah nasihat tertulis yang dijadikan rujukan umatnya. Bagi pemimpin agama adalah nasihat bagi dirinya dalam mengemban amanah kepemimpinan. Dan bagi masyarakat dan publik, agama adalah nasihat untuk menjalani seluruh aspek kehidupan.

Maka, dengan ad din an nashihah ini, dalam konteks kehidupan berdemokrasi, suara   ulama -termasuk   ulama   perempuan-   wajib   hadir   untuk      terus   mengajak, mengingatkan, juga mengkritisi realitas, agar perjalanan berdemokrasi termasuk Pilpres dan  Pileg  ini  tidak  mengabaikan  norma-norma  dan  etika  baik  dalam  proses  maupun produknya. Oleh karena manusia dengan sifat insaniyahnya mudah lupa, khilaf dan alpa, bahkan bisa lupa diri, apalagi saat berhadapan atau berhasrat pada kekuasaan, maka ulama wajib hadir untuk menyuarakan kembali pesan-pesan agama yang relevan, baik yang universal maupun yang kontekstual.  Norma-norma dan cara-cara yang benar, baik, dan patut wajib terus disuarakan ulama sebagai pesan universal agama agar para aktor politik dan pemegang amanah kekuasaan negara senantiasa eling dan waspada.

Ulama sebagai penjaga agama dan politisi serta pengemban amanah kekuasaan sebagai  aktor-aktor  negara  adalah  dua  kekuatan  yang  sama-sama  diperlukan  agar  negara bisa berjalan di atas rel yang mengantarkannya menuju negaa yang baik dalam ridha Tuhan (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur), sesuai cita-cita sebagaimana termaktub dalam Mukaddimah UUD 1945.

Di negara yang berketuhanan Yang Maha Esa ini, kehidupan berbangsa dan berpolitik tidak boleh dilepaskan dari moral dan etika universal agama, serta budi luhur bangsa. Akhlak dan budi pekerti harus menjiwai perilaku para aktor politik baik individual  maupun institusional.

Imam al-Ghazali menyatakan:

ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﻤﻠﻚ ﺗﻮﺃﻣﺎﻥ، ﻓﺎﻟﺪﻳﻦ ﺃﺻﻞ ﻭﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺣﺎﺭﺱ ﻓﻤﺎ ﻻ ﺃﺻﻞ ﻟﻪ ﻓﻤﻬﺪﻭﻡ ﻭﻣﺎ ﻻ ﺣﺎﺭﺱ ﻟﻪ ﻓﻀﺎﺋﻊ

“Agama dan kekuasaan negara adalah dua saudara kembar. Agama merupakan fondasi, sedangkan pemegang amanah kekuasaan adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki fondasi akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan.”

Akhirnya, dengan hadirnya semua elemen bangsa yang mengawal proses demokrasi dan Pemilu ini dengan semangat cinta ibu pertiwi -sebagaimana cinta ibu yang rahimnya menjadi tempat bersemainya kehidupan dan masa depan, menjadi ruang aman dan nyaman bagi makhluk yang ada di dalamnya, dan menjadi titisan rahmah Tuhan    yang    tak    berbatas- kita    berharap    semoga    Pemilu    menjadi    wasilah (sarana) terwujudnya peradaban berkeadilan, serta proses dan hasilnya menjadi rahmah dan berkah bagi seluruh rakyat, bangsa dan negara, dalam ridha Allah SWT, Tuhan YME. Aamiin YRA.

Demikian. Terima kasih atas segala perhatian. Mohon maaf atas segala kekurangan  dan kesalahan.

 

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

 

Pondok Gede, 20 November 2023

Badriyah Fayumi

Ketua MM KUPI

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here