Tentang Rahima

A.  Sejarah Rahima 

Rahima adalah salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi Non Pemerintah (Ornop) yang bergerak dengan isu utama penegakan hak-hak perempuan dengan perspektif Islam. Rahima lahir pada tahun 1999/2000 yakni pada masa-masa awal reformasi (1998), dan secara resmi terdaftar melalui akta notaris pada 5 Agustus 2000. Tepat di ulang tahun ke-10 (2010), Rahima mendeklarasikan sebagai sebuah gerakan dengan mengusung “Ulama Perempuan untuk Kemaslahatan Manusia” dan merubah kelembagaan dari Yayasan ke Perhimpunan yang memungkinkan mewadahi sebuah gerakan. Pada ulang tahun ke 20, yakni 2020, Rahima kembali meneguhkan gerakannya dengan mengusung “Ulama Perempuan untuk Kemaslahatan Manusia dan Penyelamatan Alam.” Penambahan kata penyelamatan alam untuk meneguhkan bagaimana ulama perempuan mempunya andil dalam upaya penyelamatan alam sebagaimana hasil fatwa KUPI 2017.

Sebagai sebuah gerakan, Rahima bergerak bersama para simpul dengan komunitas-komunitas Islam di berbagai daerah, terutama dengan pesantren (sekolah tradisional Islam). Komunitas (atau kalangan) pesantren yang dimaksud di sini tidak terbatas pada pengertian Pesantren sebagai sebuah tempat pendidikan, dimana para santri belajar dan mendalami ajaran agama, di bawah bimbingan seorang atau beberapa orang kiai. Tetapi, lebih luas dari itu, yakni komunitas yang memiliki tradisi atau basis keilmuan Pesantren maka komunitas pesantren yang dimaksud di sini, termasuk tokoh-tokoh agama yang tidak bermukim di sebuah pesantren, baik memimpin majelis ta’lim maupun tidak, guru-guru agama, dosen agama dan guru agama yang mengajar di sekolah-sekolah umum atau perguruan tinggi yang basis keilmuan Pesantren.

Pada awalnya Rahima lebih pada memperkuat mereka dengan wacana (keagamaan) yang berperspektif keadilan, melawan wacana keagamaan yang bias gender yang mendominasi pandangan masyarakat; yang menjadi salah satu penyebab perempuan terpinggirkan. Namun dalam beberapa tahun terutama sejak 2008 Rahima juga mendorong komunitas-komunitas pesantren itu melakukan pengorganisasian masyarakat. Sehingga mereka memiliki basis yang solid yang tercerahkan. Bersama dengan komunitas seperti itulah Rahima mencoba membangun gerakan  untuk keadilan dan kesetaraan bagi perempuan. Komunitas-komunitas itu diperkuat melalui suatu proses pendidikan, disuplai informasi, kemudian difasilitasi untuk melakukan hal yang sama bagi komunitasnya, yakni melakukan pendidikan dan penyebaran informasi kepada komunitasnya, dan mendorong komunitas pesantren itu melakukan upaya-upaya mempengaruhi kebijakan-kebijakan (advokasi), baik di tingkat lokal maupun ditingkat nasional. 

Rahima berpijak dan bersandar pada pandangan keagamaan yang didasarkan pada ajaran-ajaran dan nilai-nilai ajaran Islam yang berkeadilan. Karena itu melakukan dekonstruksi terhadap wacana keagamaan yang bias gender, atau fiqh klasik yang patriarchal, dan mengembangkan wacana fiqh yang lebih egalitarian dan berperspektif keadilan. Dengan cara pandang tersebut Rahima melakukan kritik terhadap struktur politik dan budaya yang mengungkung dan membelenggu perempuan tetapi juga terhadap wacana-wacana keagamaan yang meminggirkan dan mempersempit  ruang gerak perempuan dalam mengaktualisasikan diri dan potensinya. Lebih jauh Rahima berupaya untuk menawarkan penafsiran-penafsiran agama yang lebih egaliter yang dilandasi metodologi yang otoritatif dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Dengan formulasi wacana kritis itu kemudian menjadi landasan program-program pendidikan atau pemberdayaan kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan.

 

A.1. Cikal Bakal Rahima

Cikal bakal Rahima sudah ada sejak awal tahun 1990-an yakni melalui sebuah program yang dikembangkan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yakni Fiqhunnisa.  Karena itu banyak hal yang bersifat mendasar yang dikembangkan di Rahima berasal dari asumsi-asumsi yang dikembangkan pada masa P3M. 

Di tengah-tengah suasana yang menggairahkan dan penuh dinamika, orang-orang yang terlibat dalam program fiqhunnisa harus menerima kenyataan sangat pahit. Direktur P3M saat itu, yang telah menjadi figur dan simbol dari seorang laki-laki yang memperjuangan kesetaraan gender justru berbalik arah, mempraktikan poligami. Hal itu mendatangkan keterkejutan luar biasa bagi para aktivis Fiqhhunnisa’ juga para simpatisan dan aktivis gerakan perempuan yang berada di luar P3M. Pada umumnya menilai keadilan yang diusung dalam program itu dicederai oleh tindakan tersebut. Karena itu, mereka berpendapat bahwa sia-sia saja melanjutkan program itu melalui P3M, hingga akhirnya program fiqhunnisa harus keluar dari P3M, dan jadilah Rahima.

Proses kelahiran Rahima penuh dengan konflik baik langsung maupun tidak langsung; baik dari P3M maupun dari organisasi lain; baik yang memiliki tradisi Pesantren maupun yang memiliki tradisi luar Pesantren. Namun beberapa nama yang perlu dicatat dalam proses kelahirannya adalah:  Ibu Shinta Nuriyah Wahid, Ibu Saparinah Sadli, Kamala Chandra Kirana, KH. Muhyiddin Abd. Somad, KH Husein Muhammad, Farha Ciciek, AD Eridani, Syafiq Hasyim, Imam Siswoko, Maman Abd. Rahman, Wida Ningrum, Azyumardi Azra, Helmi Ali, Djuju Zubaedah, Mansoer Faqih, Wahyu Budi Santoso, Kusnaedi, Masdar F Mas’udi. Nama-nama tersebut diangkat sebagai Pengurus, sebagian lagi diangkat sebagai pelaksana.

Salah satu hal yang unik dari Rahima pada awal berdirinya adalah struktur organisasinya, khususnya pada tingkat pelaksana. Di puncak kepemimpinan eksekutif Rahima, ada tiga orang direktur yang berdiri sejajar, yakni : Direktur Eksternal (Ciciek Farha), Direktur Internal (Syafiq Hasyim) dan Direktur Wacana (KH Husein Muhammad). Kepemimpinan di Rahima lebih cenderung pada  kepemimpinan kolektif (model premus interpares); keputusan diambil secara bersama-sama. Untuk menjaga komunikasi antara direktur maka diangkatlah Sekretaris Direktur (AD Eridani). Diangkatnya tiga direktur bukan tanpa alasan, hal itu berangkat dari pengalaman pahit dengan direktur tunggal, namun juga bisa saling menguatkan dan melengkapi.

 

A.2. Makna Rahima

Nama Rahima terinspirasi oleh forum diskusi Fiqhunnisa’ di P3M, Forum Rahim, ada Arrahman Arrahim, serta Rahim Perempuan.  Dalam bahasa Arab, Rahim merupakan bagian dari  asmaul khusna, Maha Pengasih. Rahim juga bisa dimaknai  sebagai tempat Tuhan menyemai kasih sayang-Nya. Allah SWT pun menciptakan manusia melalui rahim perempuan itu. Rahima bercita-cita agar martabat manusia bisa dijunjung tinggi serta dihormati, oleh karena manusia dicipta melalui rahim, tempat kita mengawali kasih sayang. Bagian dari itu, bagaimana pula menghormati eksistensi perempuan. Karena dengan rahim perempuan, kita bisa beranak pinak dan berperadaban.

 

B.  Nilai-Nilai Rahima

Terdapat enam nilai-nilai yang menjadi pegangan Rahima dalam seluruh aktivitasnya dan menjadikan pegangan bagi para simpul Rahima. Nilai-nilai ini diharapkan tidak hanya diingat namun bisa diimplementasikan dalam kehidupan seluruh keluarga besar Rahima dan menjadi landasan dalam kerja-kerja Rahima.

 

1. Kesetaraan

Pengertian: Adanya kesempatan yang sama bagi setiap orang (tanpa perbedaan jenis kelamin, usia, ras, agama, kelompok, status sosial) untuk memperoleh hak-haknya sebagai manusia, baik di ruang domestik maupun publik.

Yang Harus Dilakukan

  • Mendukung gerakan anti diskriminasi ras, jenis kelamin, agama,usia, dan kelas sosial.
  • Memberikan kesempatan yang sama untuk pekerjaan, pendidikan, dan penghargaan kepada setiap orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, agama,usia, dan kelas sosial.
  • Memberikan akses informasi yang sama kepada semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, agama,usia, dan kelas sosial.
  • Tidak bekerjasama dengan lembaga yang melakukan diskriminatif dan merendahkan martabat kemanusiaan

 

2. Keadilan

Pengertian: Situasi dimana ketimpangan-ketimpangan dalam relasi kuasa dapat diatasi, sehingga setiap pihak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan kapasitas dan aspirasinya.

Yang Harus Dilakukan

  • Berpihak kepada kelompok minoritas, lemah dan yang termarjinal.
  • Mengkritisi semua bentuk ketidakadilan
  • Memberikan pendidikan kritis kepada semua pihak, baik pelaku atau korban
  • Memberikan affirmative action (perlakuan khusus) pada kelompok yang lemah, minoritas dan yang termarjinalkan
  • Memberikan sanksi atas pelanggaran hak orang lain dan lalai atas tanggung jawabnya, tanpa menghilangkan kesempatan untuk membela diri.
  • Tidak boleh bertindak sewenang-wenang dan berperilaku diskriminatif
  • Tidak boleh membangun aliansi dengan pihak pelaku ketidakadilan.

 

3. Demokratis

Pengertian : Sikap memberi peluang dan kebebasan untuk memilih, mengemukakan pendapat, dan mendengarkan pendapat orang lain

Yang Harus Dilakukan

  • Memberi ruang berbagai pemikiran atau pendapat yang berbeda untuk didialogkan khususnya yang berkaitan dengan perempuan dan isu perempuan.
  • Memberi ruang berbagai kalangan untuk berpartisipasi dalam setiap proses pengambilan keputusan.
  • Menghargai setiap pendapat dan pandangan semua pihak baik kalangan mayoritas maupun minoritas.
  • Sensitif dan kritis terhadap berbagai persoalan dan isu, khususnya yang menyangkut perempuan.
  • Tidak boleh mendominasi atau memaksakan kehendak
  • Tidak boleh melakukan diskriminasi dan menutup ruang pendapat bagi orang lain

 

4. Keterbukaan

Pengertian : Segala hal yang berkaitan dengan lembaga dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Yang Harus Dilakukan

  • Memberikan akses informasi dalam hal garis besar program, perencanaan, dan mekanisme keuangan.
  • Membuat laporan keuangan yang bisa diakses oleh publik 
  • Membuka akses informasi yang memungkinkan terwujudnya proses pengambilan keputusan yang partisipatif
  • Melakukan otokritik dan menerima kritik
  • Kesediaan menerima dan memberikan informasi dari dan untuk semua pihak yang berkepentingan
  • Tidak boleh menutup akses informasi yang menghalangi proses pengambilan keputusan yang partisipatif

 

5. Kebersamaan dan Keberagaman

Pengertian : Sikap menerima perbedaan latar belakang agama, budaya dan etnis, yang dilandasi dengan nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas dan toleransi

Yang Harus Dilakukan

  • Membuka diri terhadap setiap pemikiran baru
  • Menerima perbedaan
  • Mengedepankan solidaritas atas dasar kemanusiaan
  • Tidak boleh menganggap kelompok atau diri sendiri lebih penting
  • Tidak boleh merasa sebagai kelompok yang paling benar dan meremehkan atau merendahkan kemampuan orang lain

 

6. Anti Kekerasan

Pengertian : Sikap dan tindakan untuk menolak segala hal yang merugikan sesama manusia dengan alasan dan cara apapun secara fisik, psikis, dan seksual dalam berbagai ranah dan bidang kehidupan.

Yang Harus Dilakukan

  • Pendidikan dan kampanye anti kekerasan
  • Membangun situasi yang mendukung anti kekerasan
  • Memihak kepada korban kekerasan, baik dalam perspektif maupun tindakan
  • Tidak boleh menghadapi kekerasan dengan cara kekerasan
  • Tidak boleh membangun aliansi dengan pihak-pihak yang melakukan kekerasan
  • Tidak boleh menciptakan situasi yang mengarah kepada tindak kekerasan

 

C.  Visi dan Misi

Rahima mencita-citakan keadilan bagi perempuan, hak-haknya terpenuhi, memperoleh penghargaan dan perlakuan yang setara dengan laki-laki. Cita-cita ini dibungkus dalam visi dan misi Rahima.

Visi: Terwujudnya kultur dan struktur sosial yang berkeadilan yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia.

Misi I: Terciptanya pengakuan pada otoritas Ulama Perempuan

Misi Strategis 1.1 : Dukungan tokoh dan Lembaga agama, sosial dan negara

Misi Strategis 1.2 : Ruang-ruang publik Ulama Perempuan makin tersedia/ meluas

Misi Strategis 1.3 : Pesantren percontohan Rahima tersedia untuk kaderisasi

 

Misi 2: Memampukan Simpul-simpul Rahima untuk melakukan perubahan sosial

Misi Strategis 2.1 : Rahima menjadi sistem pendukung andal keadilan gender dan Islam

Misi Strategis 2.2 : Kapasitas jaringan kerja Rahima menguat dan meningkat