Fokus

Program Strategis Rahima

Untuk menghasilkan gerakan sebagaimana yang dicita-citakan Rahima di atas, dan dituangkan melalui visi misinya, berikut beberapa upaya yang sudah dan akan terus dilakukan untuk memperluas dan memperkuat simpul ulama perempuan sebagai gerakan Rahima yang ada di komunitas. Rahima menggunakan dua pendekatan yakni melalui pendidikan dan penyebaran informasi untuk membangun kesadaran dan pendamping dalam melakukan pengorganisasian dan advokasi. Kedua hal ini saling berkaitan erat dalam proses yang berkesinambungan. Rahima berusaha terus menjaga silaturrahim antar alumni pendidikan lintas generasi dan latar belakang melalui sebuah grup WhatsApp “Keluarga Besar Rahima.”

 

Bidang Pendidikan dan Hasil yang Dicapai

1. Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP) 

Program ini dirancang secara khusus untuk melahirkan ulama perempuan, yang mempunyai ciri yaitu: 1) memiliki kepekaan dan keberpihakan kepada kelompok yang lemah dan dilemahkan khususnya perempuan dan anak, 2) memiliki kemampuan mengembangkan wacana keagamaan yang adil gender, 3) mempunyai kemampuan artikulasi yang jelas, 4) memiliki kemampuan melakukan pengorganisasian masayakat dan memiliki kemampuan mendesakkan kepentingan perempuan dan anak dalam kebijakan-kebjikan yang ada. Ulama Perempuan seperti itulah yang diharapkan mengawal upaya-upaya penegakan hak-hak perempuan. 

Untuk memperoleh kualitas ulama perempuan seperti di atas diperlukan proses pendidikan secara khusus yang didesain oleh Rahima. Pertama, sowan atau silaturahmi dengan para tokoh di wilayah dimana akan menjadi program PUP. Silaturahmi ini dilakukan untuk memperkenalkan program PUP Rahima dan mendapat dukungan baik dalam penjaringan calon peserta maupun dalam implementasi PUP. Kedua, proses rekrutmen calon peserta. Rekrutmen dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: 1) pengumuman calon peserta dengan kriteria yaitu:  perempuan, usia (25-45), mempunyai kemampuan membaca kitab kuning, memiliki komunitas (pesantren/ majelis taklim/ mahasiswa/ siswa), dan berkomitmen mengikuti rangkaian pendidikan secara tuntas (dibuktikan dalam lebar komitmen), mengirimkan data dan mengirimkan tulisan tentang isu perempuan ke panitia.  Ketiga, wawancara. Wawancara dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: pembacaan kitab kuning, cara mengenal dan menganalisa problem perempuan di komunitas, dan komitmen. Keempat, pengumuman.  Pengumuman ini sebagai proses akhir rekrutmen yang menentukan peserta yang dinyatakan lolos dari hasil test. Dari sekian banyak peserta, Rahima hanya akan memilih 25-27 peserta.

Tahap berikutnya adalah pendidikan PUP. Pendidikan PUP ini dilakukan dalam lima kali tadarus/ pertemuan pada umumnya, dan masing-masing pertemuan dilakukan selama 4-5 hari. Materi yang disampaikan dalam tadarus PUP ini yaitu: (1) Sensitivitas gender dan kesehatan reproduksi; (2) Metodologi wacana keagamaan (tafsir, hadis, fiqih dan ushul fiqh); (3) Mengenal Metodologi Istinbath di Indonesia termasuk Metodologi Fatwa KUPI, dan; (4) Analisis Sosial, termasuk HAM dan HAP, (5) Pengoganisasian masyarakat dan dakwah transformasi. Pendidikan PUP ini menggunakan metodologi pendidikan orang dewasa yang menekankan daur pendidikan aksi-refleksi. Sebagai proses pendidikan yang berkesinambungan, proses jeda antar satu tadarus ke tadarus berikutnya, Rahima meminta peserta menulis pengalamannya sesuai dengan materi yang disampaikan. Misalnya pada tadarus pertama, peserta diminta mengamati persoalan perempuan yang ada di sekitar dengan menggunakan analisis gender yang sudah didapatkan dalam pendidikan sebelumnya, begitu seterusnya.

Tahap selanjutnya setelah peserta mengikuti tadarus PUP, Rahima melakukan monitoring dan evaluasi (MONEV). Monev dilakukan untuk melihat rencana kerja peserta terutama dalam melakukan dakwah dan pengorganisasian di komunitas berjalan dan mengenal hambatan-hambatan yang dihadapi yang kemudian melakukan perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan kedepan.

Pasca KUPI 2017, Rahima mengembangkan pendidikan PUP dengan menggunakan pendekatan KUPI yaitu pendekatan keadilan hakiki dan mubadalah. Rahima juga memasukan fatwa KUPI sebagai materi yang disampaikan dalam pendidikan PUP dan menjadikan peserta PUP bagian dari gerakan KUPI. Tahun 2022 Rahima akan mengembangkan pendidikan ulama muda dengan usia di bawah 35 tahun, dengan kriteria dan memperbaiki metodologi dengan mempertimbangkan perkembangan media atau dunia digital. Alumni PUP ini menjadi cikal bakal lahirnya KUPI, mengingat usulan adanya kongres sudah lama diusulkan oleh pada ulama perempuan alumni PUP ini.

Gagasan tentang pendidikan Ulama Perempuan sudah ada sejak Rahima di P3M melalui program Fiqhunnisa. Kemudian gagasan itu dituangkan dalam diskusi rutin melalui pengajian metodologi kajian kitab yang diasuh oleh KH. Husein Muhammad dengan melibatkan sekitar 10 orang mahasiswa UIN Jakarta awal tahun 2002-2003. Akan tetapi pengajian itu belum memenuhi harapan Rahima karena hanya melahirkan ulama intelektual konvensional,  yang terpisah dengan realitas masyarakat. Sedangkan kebutuhan Rahima adalah ulama yang berada ditengah masyarakat, dan melakukan upaya-upaya pengorganisasian masyarakat. Kemudian tahun 2004, Rahima mulai merancang kurikulum pendidikan PUP dengan menghadirkan sejumlah ahli dalam sejumlah kegiatan. Dan pada tahun 2005 Rahima mulai melakukan pendidikan PUP angkatan 1 untuk wilayah Jawa Barat termasuk Banten dan Jawa Timur. Tahun 2008-2009 Pendidikan PUP angkatan ke-2 untuk Jawa Barat. Tahun 2011-2012 PUP Angkatan ke-3 untuk wilayah Jawa Tengah. Tahun 2013-2014 PUP Angkatan ke-4 untuk Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dan tahun 2019-2022 PUP Angkatan ke-5 untuk Wilayah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Dari 5 angkatan tersebut terdapat kurang lebih 165 ulama perempuan dari lima wilayah.

 

2. Madrasah Rahima untuk Guru Pendidikan Agama

Madrasah untuk guru-guru agama disekolah umum telah diselenggarakan Rahima sejak tahun 2006. Hingga 2021 Rahima telah mengembangkan lima kelas untuk guru-guru agama; (1) Sekolah SMA dan Aliyah di Jember, bekerjasama dengan MGPM; (2) Sekolah SMA dan Madrasah Aliyah di Jakarta kerjasama dengan AGPAI, (3) Sekolah SMA dan Aliyah Bondowoso, kerjasama dengan MGMP Bondowoso, (4) Sekolah SMA dan SMA Kabupaten Cirebon, kerjasama dengan Kepala Cabang Dinas Pendidikan (KCD), MGMP PAI, MGMP Sejarah dan MGMP PPKn Cirebon (2021) (5) Sekolah SMA dan SMA Kabupaten Sukoharjo, kerjasama dengan Kepala Cabang Dinas Pendidikan (KCD), MGMP PAI, MGMP Sejarah dan MGMP PPKn Sukoharjo (2021).

Istilah Madrasah Rahima untuk guru-guru lahir dari para guru-guru pendidikan agama. Proses pendidikan Madrasah pada awalnya dilakukan secara partisipatif bersama para guru mulai syarat-syarat peserta, ketentuan-ketentuan mengikuti pendidikan, sampai kepada perumusan kurikulum. Dari situ ditemukan kurikulum pendidikan untuk Madrasah Rahima dan tema-tema pendidikan yaitu: (1) Sensitivitas Gender; (2) Kajian wacana keIslaman yang adil gender; (3) Analisis Sosial dan Gerakan-gerakan Islam Radikal; (4) HAM/HP; (5) Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Kebijakan.

Hampir sama pada setiap awal kelas pendidikan sikap resistensi selalu muncul, dan yang paling berat ketika Madrasah untuk Guru di Jakarta. Namun demikian semakin lama semakin kecil tingkat resistensinya, dan pada pertemuan-pertemuan akhir suasana menjadi cair dan sangat dinamis. Pada Madrasah Rahima untuk guru di Kabupaten Cirebon dan Sukoharjo ada sedikit perbedaan. Mengingat pesertanya tidak hanya guru PAI namun juga melibatkan guru sejarah dan PPKn. Guru sejarah dan PPKn dimaksudkan sebagai partner guru PAI dalam upaya mewujudkan nilai-nilai perdamaian dan menolak berbagai kekerasan atas nama apapun termasuk atas nama agama karena tidak sejalan dengan ajaran agama dan konstitusi. Ketiga guru mapel tersebut dianggap paling tepat untuk menyuarakan nilai-nilai perdamaian di tengah menguatnya paham ekstrimisme berkekerasan yang menggunakan narasi agama dan menentang pilar-pilar bangsa.

Madrasah Rahima untuk guru-guru ini terlihat hasilnya. Misalnya para guru mulai mengintegrasikan keadilan gender dan toleransi dalam materi ajarnya/ silabus. Hal ini terlihat mulai guru-guru di Jember, Bondowoso, Jakarta, Cirebon dan Sukoharjo. Majalah Swara Rahima menjadi bahan bacaan guru dan siswa di perpustakaan. Di Bondowoso para guru mendorong terbentuknya Forum Pelajar Cendikia Muslim Bondowoso (FPCMB). Organisasi ini berdiri sebagai salah satu komitmen MGMP PAI atas hasil tadarus dengan Rahima. FPCMB salah satu kegiatannya membahas masalah gender dan isu radikalisme dengan tujuan agar siswa tidak mudah simpati atau  tertarik pada kelompok radikal / fundamentalis yang sering membuat resah. Di Cirebon dan Sukoharjo para guru membuat SOP pencegahan dan penanganan kekerasan dan intoleransi di sekolah. Kekerasan dan intoleransi menjadi problem di hampir semua sekolah seiring dengan menguatnya gerakan ekstrimisme berkekerasan. Karena itu SOP dibuat sebagai panduan bagaimana sekolah melakukan upaya pencegahan dan penanganan ketika ada kasus terjadi.

 

3. Madrasah Rahima untuk Mahasiswa

Madrasah untuk Mahasiswa dikembangkan dengan proses hampir sama dengan Madrasah Guru; dan lebih partisipatif. Sejak awal, peserta sudah dilibatkan dalam penyusunan modul dan kurikulum pendidikan. Madrasah Mahasiswa melibat sejumlah aktivis dari Organisasi-organisasi kampus seperti HMI, PMII, IMM, yang berasal dari Universitas Indonesia (UI), UIN Jakarta dan IPB Bogor. Tema-tema yang diangkat kurang lebih sama dengan madrasah Guru yaitu: sensitivitas gender; pengembangan wacana keagamaan yang adil gender; perubahan sosial; analisis sosial; gerakan-gerakan Islam kontemporer, dan; pengorganisiasian masyarakat.

Pada Madrasah Mahasiswa ada juga resistensi, tetapi kecil dibandingkan dengan madrasah-madrasah lainnya. Dinamikanya juga tergolong tinggi. Tetapi banyak peserta yang tidak bisa secara konsisten mengikuti proses pendidikan hingga tuntas. Hambatan mahasiswa adalah mereka terbentur dengan jadwal perkuliahan atau tugas sekolah. Selain ada kaitannya dengan persoalan jadwal perkuliahan, mereka juga terbentur dengan agenda-agenda organisasi asal mereka, yang tampaknya belum memberikan perhatian khusus pada upaya-upaya menegakan hak-hak perempuan.  Mereka memang tidak memiliki basis komunitas sendiri, selain organisasi asal mereka.

Madrasah Mahasiswa yang cukup berhasil adalah yang dilakukan di UIN Jakarta. Madrasah ini dilakukan tidak hanya untuk satu angkatan namun lebih. Beberapa pesertanya hari ini menjadi aktivis yang andal melakukan pengorganisasian, memimpin komunitas, peneliti dan penulis kajian keislaman yang adil gender.

 

4. Madrasah Rahima untuk Tokoh Agama

Madrasah untuk Tokoh Agama ini sudah dilakukan Rahima di beberapa tempat yaitu di Madura, Jember, Lamongan, Kediri, Garut, Aceh, Gunungkidul, Kulon Progo, Lampung Timur dan Tanggamus. Madrasah Tokoh Agama ini menggabungkan para Ibu Nyai dan Pak Kyai dari pesantren dan majlis taklim. Namun demikian, ada pula yang secara khusus para tokoh agama laki-laki yakni para kepala KUA (Kantor Urusan Agama) yang mengurusi masalah keagamaan di level Kecamatan termasuk membina keluarga sakinah bagi pasangan calon pengantin. Tema-tema pendidikan hampir sama dengan materi lainnya yaitu (1) Sensitivitas Gender; (2) Kajian wacana keIslaman yang adil gender; (3) Analisis Sosial (5) Pengorganisasian Masyarakat. Hanya saja ketika Madrasah untuk Tokoh Agama ini dilakukan pasca KUPI tahun 2017, maka pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan keadilan hakiki dan mubadalah. Pendekatan KUPI lebih mudah diterima ketimbang pendekatan yang dilakukan sebelumnya, resistensi tidak terlalu besar. Namun demikian, hal yang berbeda dari tadarus yang lainnya, materi kajian keislaman yang adil gender mendapat porsi yang lebih besar dan selalu diulang pada setiap tadarus.

Pada Madrasah Tokoh Agama untuk kepala KUA (2017-2020), terdapat pengalaman baik yakni, lahirnya SOP atau Petunjuk Teknis untuk mewujudkan keluarga sakinah tanpa kekerasan mulai sebelum pernikahan hingga sudah menikah. bagaimana konseling dan pendidikan yang diberikan oleh penghulu dan kepala KUA sebelum pernikahan dan setelah akad ketika pasangan mendapat persoalan. Bahkan dari empat kabupaten yaitu Gunungkidul, Kulon Progo, Lampung Timur dan Tanggamus mereka menghasilan fakta kesalingan yang dibacakan oleh pasangan setelah akad. Fakta kesalingan sebagai komitmen bersama dalam upaya membentuk keluarga sakinah tanpa kekerasan. selain itu, Rahima memproduksi khutbah nikah yang adil gender yang memuat pesan-pesan kesalingan dalam memahami dalil agama tentang keluarga.

 

5. Pengkaderan Ulama Laki-laki (PUL)

PUL secara kurikulum hampir sama dengan pendidikan PUP, hanya saja pada materi membangun sensitivitas gender menampilkan selain mengungkap pengalaman sebagai laki-laki, juga menampilkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan hanya karena perempuan. Para peserta merupakan para ulama laki-laki yang berbasis pesantren, majlis taklim maupun dosen dan guru pendidikan agama. Proses perekrutan dan syarat-syarat juga hampir sama dengan PUP. Program PUL ini berangkat dari kegelisahan Rahima terutama setelah mendengarkan tantangan dari peserta PUP khususnya bahwa tantangan terbesar mereka adalah para tokoh agama yang masih bias gender. Karena itu, PUP dirancang secara khusus tidak hanya untuk melahirkan para ulama laki-laki yang sadar gender, namun lebih dari itu mereka menjadi partner yang mendukung dan memberi ruang kepada para Ibu Nyai dalam melakukan aktivitasnya di masyarakat.

Program PUL sudah dilakukan dua angkatan, yaitu Jawa Barat (2013) dan Banten (2015-2016). Hasil pendidikan PUL ini bisa dilihat dari pengakuan para ulama perempuan peserta PUP yang menjadikan mereka  sebagai partner dan membuat mereka lebih percaya diri. Terlebih sebagian kecil dari PUL adalah pasangan dari peserta PUP sebelumnya. Perubahan itu diakui sangat drastis, terutama dalam mendukung pasangannya di ruang publik maupun di domestik.

 

 

Penyebaran Informasi Islam dan Hak-hak Perempuan

1. Majalah Swara Rahima (SR)

Swara Rahima terbit sejak tahun 2001, merupakan program utama yang menjadi khas Rahima dalam merealisasikan visi misinya sebagai pusat penyebaran informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan. Hingga kini (2021) majalah ini telah terbit sebanyak 59 edisi. SR tidak hanya menyuarakan wacana kritis terhadap pandangan keagamaan yang bias gender, tetapi juga terhadap struktur politik, sosial, dan budaya yang masih memarjinalkan perempuan tetapi juga terhadap wacana-wacana perempuan kelompok Islamis yang berupaya mempersempit ruang gerak perempuan dalam mengaktualisasikan diri dan potensinya.

Tema-tema SR sangat luas dan kontekstual. SR selain menjadi corong Rahima, juga menjadi alat komunikasi dan diseminasi informasi Rahima kepada komunitas dan jaringannya, dan menjadi alat  pengorganisaian bagi bagi simpul Rahima. Saat ini sudah ada 21 komunitas ulama perempuan dari berbagai wilayah yang membuat Lingkar Baca Swara Rahima yang secara rutin melakukan pertemuan, dan diskusi membedah isi majalah SR tersebut. Komunitas lingkar baca SR ini tidak hanya ibu-ibu, namun juga remaja. Sehingga tidak jarang banyak mengenal Rahima berawal dari majalahnya.

 

2. Buku

Rahima secara aktif menerbitkan berbagai buku pengetahuan yang berkaitan dengan  wacana Islam yang adil gender yang memuat beragam isu mulai dari seksualitas, pluralisme, demokrasi, ekstremisme, tema terkait keluarga dan isu-isu perempuan lain yang kontekstual. Buku-buku tersebut dikemas dengan ringan bahkan ada yang berupa buku saku dan infografis yang dikemas penuh warna. Buku-buku tersebut sebagian besar ditulis dengan melibatkan keluarga besar Rahima yang meliputi: simpul ulama perempuan, pengurus, pengawas maupun anggota perhimpunan Rahima serta badan ekskutif Rahima.

 

3. Modul Pendidikan

Hampir semua pendidikan Rahima mempunyai modul pendidikan yang menjadi panduan dalam pendidikan Rahima. Beberapa modul pendidikan yang telah diproduksi adalah modul pendidikan untuk pengkaderan ulama perempuan, madrasah untuk guru-guru, madrasah untuk tokoh agama, dan modul pendidikan kesehatan reproduksi untuk pesantren. Dalam prosesnya modul ini mengalami perbaikan terus menerus sebagaimana masukan hasil refleksi dan evaluasi dari proses pendidikan yang dilakukan. Sebagaimana modul PUP dengan lima angkatan dalam prosesnya mengalami perbaikan secara terus menerus dari sisi metode dan strategi dalam mengemas materi-materi pokok di masing-masing pendidikan.

 

4. Shalawat Kesetaraan / Shalawat Musawah

Salawat Kesetaraan yang ditulis oleh KH. Faqihuddin Abdul Kodir, pertama kali muncul dalam workshop Rahima tentang ‘kurikulum pesantren berperspektif gender’, yang diselenggarakan di Pesantren Nuris, Jembar tahun 2001/2002. Salah satu peserta mengusulkan dibuat shalawat gender, dan akhirnya disepakati oleh fasilitator dan narasumber saat itu ada KH. Husen Muhammad, dan KH Muhyidin Abd. Somad (Pimpinan Nuris). Para peserta menyumbang ide isi syair shalawat, kemudian oleh KH. Faqihuddin (fasililitator) dirangkai dan dilengkapi menjadi syair yang dikenal dengan shalawat kesetaraan/ shalawat musawah.

Shalawat musawah/ shalawat kesetaraan merupakan strategi mengkampanyekan pesan Islam yang adil gender melalui pendekatan budaya. Rahima telah mempopularkan shalawat kesetaraan ini melalui berbagai kegiatan yaitu: MOU dengan PP Fatayat (2006) untuk sosialisasi shalawat kesetaraan, festival shalawat kesetaraan (2005) di Jember untuk komunitas pesantren; festival shalawat kaesetaraan untuk siswa SMU (2007) Kerjasama dengan MGMP. Di Jakarta ada festival shalawat kesetaraan untuk siswa SMU yang diselenggarakan AGPPAI bersama Rahima, di Garut diadakan festival kerjasama dengan Pesantren Nurul Huda untuk Ibu-Ibu Majelis Ta’lim. Tahun 2006, Rahima dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), melakukan penelitian tentang  ‘pengarusutamaan gender melalui media budaya’, dan salah satu rekomendasinya adalah menggunakan shalawat keseteraan.

Pada perayaan 20 Tahun Rahima (2020) mengadakan lomba shalawat kesetaraan yang melibatkan seluruh simpul Rahima. Ada banyak simpul Rahima mengirimkan video lomba shalwat dengan langgam khas masing-masing daerah memperkaya keindahan shalawat yang secara isi menyatakan pesan keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan beberapa jamaah simpul ada yang menyebut shalawat kesetaraan dengan  ‘Shalawat Rahima’ mengingat shalawat itu selalu didengungkan oleh Rahima terutama dalam berbagai pendidikan yang diselenggarakan.

 

5. Buletin Al Arham

Buletin Al Arham lahir dari kebutuhan para Ibu Nyai dan Kyai yang membutuhkan bahan bacaan ringan yang bisa dibagikan kepada para jamaahnya. Mengingat majalah Swara Rahima dipandang cukup berat dibaca oleh para jamaah. Berangkat dari kebutuhan itu Rahima melakukan inovasi dengan menerbitkan lembar jum’at Al-Arham yang bisa dibaca oleh para jamaah di akar rumput. Buletin Al Arham menjadi media sosialisasi informasi tentang nilai-nilai kesetaraan, kemajemukan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Lembar jum’at Al Arham ini terbit satu kali dalam satu bulan. Buletin ini dinamakan al-Arham (dalam bahasa arab, merupakan jamak dari kata rahim berarti kasih sayang). Kata tersebut dikutip dari penggalan ayat Alqur’an di surat an-Nisa ayat 1. Dalam setiap edisinya buletin ini menampilkan 2 tulisan dari 2 orang penulis berbeda dengan topik sama. Sebagian besar penulis adalah simpul dan mitra Rahima, mengingat lembar al-Arham ini dimaksudkan untuk memberdayakan potensi mereka dalam melakukan sosialisasi melalui tulisan agar lebih dekat dengan komunitas dampingannya. Tema-tema yang diangkat berkaitan dengan persoalan sehari-hari seperti soal pendidikan, toleransi, keberagaman, kesehatan reproduksi dan lain sebagainya yang dikemas dengan menggunakan bahasa yang ringan dan dekat dengan komunitas muslim. Buletin ini lahir sejak tahun 2008 hingga 2019.

 

6. Suplemen

Suplemen yang dimaksud dalam publikasi Rahima adalah bahan bacaan terkait dengan Islam dan hak-hak perempuan yang membahas satu tema khusus dengan menampilkan fakta atau kasus dan pandangan dari sisi Islam dilengkapi dengan kajian dari sisi budaya atau medis yang mendukung pembahasan topik tersebut. Suplemen dikemas dengan bentuk buku saku. Pada umumnya, Suplemen dicetak bersamaan dengan penerbitan majalah Swararahima. Tema yang diangkat tidak mesti sama dengan tema majalah. Sama halnya dengan terbitan Rahima lainnya, Suplemen sebagai wadah menulis bagi ulama perempuan simpul Rahima menuangkan gagasannya terkait dengan islam dan hak-hak perempuan. Suplemen adakalanya ditulis oleh satu orang atau dua orang. Tema-tema yang diangkat lebih banyak berkaitan dengan tema keluarga, kesehatan reproduksi, maupun tema umum terkait dengan Islam dan hak-hak perempuan. Suplemen Rahima hadir sejak majalah Swararahima edisi ke-20 tahun 2007.

 

7. Poster dan Infografis

Sebagai bahan kampanye publik untuk membangun kesadaran tentang Islam dan hak-hak perempuan, Rahima mencetak sejumlah poster. Pesan-pesan yang ditulis terkait dengan kesehatan reproduksi, strategi menemukan kembali keadilan Islam bagi perempuan dan laki-laki, hadis dan ayat al-Qur’an yang mengandung pesan kesalingan atau keadilan bagi laki-laki dan perempuan, memaknai kembali tentang suami shaleh, hijrah dan masih banyak tema lainnya.

 

8. Media Sosial dengan nama swararahima: Instagram, Facebook, Twitter, (swararahima) dan Youtube (swararahima dotcom)

Media sosial sebagai salah satu upaya Rahima menyebarkan informasi Islam dan hak-hak perempuan. Masing-masing kanal media sosial mempunyai kekhasan dan karakter masing-masing. Hal yang menjadi khas dari media sosial Rahima adalah wacana alternatif yang ditawarkan dalam melawan narasi ekstrim yang meminggirkan perempuan dengan menggunakan dalil agama. Pada akun Instagram, Rahima mempunyai kekhasan terutama dengan ilustrasi pada setiap tema yang mendukung tersampaikannya pesan yang ditulis terutama bagi kawula muda. Selain narasi agama yang adil gender, Instagram Rahima juga mempunyai tema lain yaitu: pendapat atau suara simpul ulama perempuan dalam merespon isu tertentu, info kegiatan Rahima, profil ulama perempuan, info kegiatan simpul, dan info KUPI. Sementara pada facebook dan twitter Rahima belum secara khusus membuat segmen tertentu sebagaimana instagram, namun biasanya kedua kanal ini infonya akan mengikuti instagram dengan pengolahan bahasa yang agak berbeda. Terkait Youtube, Rahima menampilkan video terkait ceramah agama simpul ulama perempuan, kegiatan Rahima, dan video lainnya terkait dengan KUPI maupun video yang memuat kampanye untuk isu tertentu. Jangkauan dan pengikut media sosial Rahima terus meningkat terutama di masa pandemi.

 

9. Website swararahima.com

Website Rahima sebagai jendela pengetahuan/ informasi terkait Islam dan Hak-Hak Perempuan dan keulamaan perempuan. Di website menampilkan konten Majalah Sawararahima, buku, modul, buletin, suplemen, dan tulisan lainnya yang ditulis secara khusus oleh ulama perempuan, pelaksana Rahima dan jaringan. Di website para pengunjung dapat mengunduh produk-produk Rahima secara gratis. Di tahun 2022, Rahima sedang mengembangkan anak website yang berisi tema khusus tentang keluarga.

 

10. Perpustakaan

Perpustakaan Rahima sudah ada sejak Rahima berdiri tahun 2000. Perpustakaan Rahima menyajikan buku-buku rujukan seputar islam dan hak-hak perempuan, kitab-kitab klasik dan kontemporer, kumpulan fatwa, feminisme, demokrasi, HAM dan HAP, kesehatan reproduksi, jurnal, kliping, skripsi, tesis, dan lain sebagainya dalam bentuk bahasa Indonesia, inggris dan arab. Perpustakaan Rahima tidak hanya berbentuk offline namun juga online yang bisa diakses melalui menu publikasi pada website swararahima.com. saat ini perpustakaan Rahima sedang proses pembaharuan koding dan barkot dengan standar perpustakaan nasional. Hingga saat ini sudah ada sekitar 3000 koleksi buku perpustakaan Rahima.

 

Pendampingan Simpul Ulama Perempuan

Simpul adalah individu yang telah mengikuti pendidikan Rahima khususnya pendidikan berseri dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai dan visi Rahima. Sejak (2000-2021) Rahima telah mempunyai 1000 lebih alumni pendidikan Rahima dari berbagai kegiatan. Mereka tersebar di delapan provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Banten, DKI. Jakarta, Sumatra (Lampung dan Aceh), Sulawesi Selatan. Mereka merupakan pimpinan pondok pesantren, pimpinan majelis taklim, guru agama Islam, dosen agama Islam, kepala sekolah, penghulu dan penyuluh agama di KUA, mahasiswa dan santri.

Beberapa upaya yang dilakukan dalam melakukan pendampingan kepada simpul Ulama Perempuan sebagai berikut:

  1. Melibatkan simpul melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Rahima seperti: halaqoh tematik, lokakarya, seminar, diskusi, ataupun pelatihan yang diselenggarakan oleh Rahima. Beberapa tema  yang pernah diangkat adalah kesehatan reproduksi, sunat perempuan, kepemimpinan perempuan, perkawinan anak, kekerasan seksual, peta gerakan ekstrimisme berkekerasan di Indonesia dan dampaknya pada perempuan, dan lain sebagainya.
  2. Rahima secara rutin (meski belum semua simpul) mengirimkan Majalah Swara Rahima, buku, buletin, suplemen sebagai bahan diskusi dan kajian di masing-masing simpul bersama komunitasnya. Mengingat keterbatasan biaya kirim, Rahima menyediakan versi online yang bisa diunduh oleh para sumpul Rahima. Apabila ada yang menginginkan dalam bentuk cetak, para simpul hanya mengganti biaya kirim saja. Para simpul juga dilibatkan dalam menulis baik majalah maupun buku-buku Rahima.
  3. Rahima membuka ruang belajar antar simpul terutama menghadapi situasi PPKM (Pertemuan rutin antar simpul per wilayah: sharing pengalaman, inisiatif yang dilakukan di komunitas termasuk strategi pengorganisasian dan advokasi),
  4. Rahima mengangkat suara, pendapat dan pengalaman ulama perempuan di komunitas melalui berbagai media Rahima seperti: Youtube melalui program singkat “Ngabuburit”, Instagram, FB dan Twitter dengan mengangkat Profil dan quotes Simpul UP, sebagai pengasuh di salah satu rubrik majalah Swara Rahima, dan penulisan buku.
  5. Merekomendasikan simpul sebagai narasumber dalam kegiatan jaringan baik di KUPI maupun jaringan lain untuk bicara tentang Islam dan gender, Kekerasan seksual, Kespro remaja perspektif Islam, Pengasuhan Anak yang Inklusif, Perkawinan Anak
  6. Menghubungkan /membukakan jaringan untuk simpul dengan jejaring yang lebih luas baik dengan pemerintah maupun NGO yang mendukung kerja-kerja keulamaan simpul di komunitas.

Sejak 2019, Rahima mulai konsen untuk melakukan pendampingan secara khusus kepada simpul dan komunitasnya terutama dalam melakukan transformasi bersama komunitas. Meski belum semua simpul didampingi, namun kami mulai dengan 36 simpul yang ada di lima provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur, dari pesantren, majlis taklim, guru dan dosen. Para simpul mulai terpetakan ada yang kuat dari sisi dakwah, pengorganisasian masyarakat, penguatan ekonomi dan penyelamatan alam. Misalnya, para Ulama Perempuan dengan basis majelis taklim telah melakukan berbagai inovasi seperti, mejlis taklim sebagai ruang diskusi, curhat  dan menjadi ruang aman bagi jemaahnya. Selain itu, mejlis taklim juga digunakan untuk melakukan pendampingan pada korban kekerasan baik KDRT maupun Kekerasan Seksual. Majlis Taklim juga menjadi tempat untuk pemberdayaan ekonomi para jamaah, pengolahan sampah dan sayuran organik.