Oleh: Yayu Nurhasanah
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, yang masih terjadi di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Meskipun ajaran Islam menekankan pada perlindungan terhadap anak-anak dan penegakan moralitas, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi.
Islam memandang anak-anak sebagai amanah dan harta yang sangat berharga. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۚ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطَئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al-Isra: 31).
Ajaran ini menunjukkan betapa pentingnya melindungi kehidupan dan kesejahteraan anak. Selain itu, Nabi Muhammad saw juga dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai anak-anak. Beliau sering berinteraksi dengan anak-anak dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa tidak menyayangi yang kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang tua kami, maka dia bukan termasuk golongan kami.”
(HR. Abu Dawud no. 4943, At-Tirmidzi no. 1920, dan Ahmad no. 7066)
Dengan demikian, dalam konteks Islam, kekerasan seksual terhadap anak sangat bertentangan dengan nilai-nilai dasar agama yang mengutamakan kasih sayang, perlindungan, dan keadilan. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, tidak ada satupun ajarannya yang membenarkan kekerasan dalam bentuk apapun. Terlebih, anak merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat menyebarkan nilai-nilai kasih sayang yang ia dapat dari agama islam.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan seksual terhadap anak terjadi adalah norma sosial yang masih patriarkal, kurangnya pendidikan seks yang memadai, dan stigma yang mengelilingi pembicaraan tentang seksualitas. (UNICEF)
Banyak orang tua dan masyarakat yang merasa canggung untuk membahas isu-isu seksual, sehingga anak-anak tidak mendapatkan pemahaman yang benar tentang batasan tubuh mereka. Akibatnya, mereka menjadi lebih rentan terhadap tindakan kekerasan.
Di beberapa komunitas, kekerasan seksual terhadap anak sering kali ditutupi atau dianggap sebagai aib keluarga. Hal ini membuat banyak korban enggan untuk melapor, dan pelaku sering kali tidak mendapatkan hukuman yang setimpal. Dalam banyak kasus, ketidakadilan ini diperparah oleh kekurangan akses ke lembaga hukum yang adil dan responsif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. (Yayu, 2024)
Contohnya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ngaji kepada murid-muridnya, di Kabupaten Purwakarta pada September silam. Pelaku melakukan aksinya saat sore hari atau saat pengajian berlangsung. Ada sekitar 15 anak yang menjadi korban. Parahnya, ternyata aksi keji ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Salah satu korban yang melapor mengaku ketakutan akan ancaman dari pelaku ditambah bayangan-bayangan stigma yang melekat di lingkungan tempat tinggal memperparah kondisinya untuk melapor kepada orang tua. Kini, 15 korban dan 9 saksi dilindungi oleh LPSK (Dinsos P3A).
Peran Masyarakat dalam Mencegah Kekerasan Seksual
Pertama, diperlukan upaya edukasi yang komprehensif untuk mengajarkan anak-anak tentang hak-hak mereka, termasuk hak untuk merasa aman dan terlindungi. Pendidikan seks yang berbasis pada nilai-nilai Islam dapat membantu anak-anak memahami batasan tubuh mereka dan cara melindungi diri dari potensi ancaman.
Kedua, masyarakat harus membangun lingkungan yang mendukung pelaporan kasus kekerasan. Dukungan dari orang tua, guru, dan tokoh masyarakat sangat penting untuk menciptakan atmosfer di mana anak-anak merasa aman untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Selain itu, institusi hukum juga harus berkomitmen untuk menangani kasus-kasus ini dengan serius dan memberikan perlindungan yang layak bagi korban. (Laporan Tahunan KPAI)
Kekerasan seksual terhadap anak adalah isu serius yang harus dihadapi oleh seluruh umat manusia, termasuk umat Islam. Ajaran Islam secara tegas menolak kekerasan dan mempromosikan perlindungan terhadap anak, namun kenyataannya kasus-kasus kekerasan seksual pada anak masih terjadi.
Dengan pendidikan yang tepat, dukungan masyarakat, dan penegakan hukum yang adil, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk anak-anak. Ini adalah tanggung jawab kita semua untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut, sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Islam.
Sumber:
Al Qur’an
KPAI
“Islamic Perspectives on Child Abuse” oleh H. M. A. Al-Bayati
UNICEF
https://dinsosp3a.purwakartakab.go.id/news/menteri-pppa-ri-ibu-bintang-puspayoga-dan-tim-melakukan-monitoring-evaluasi-penanganan-kasus-terhadap-15-korban-kekerasan-seksual-di-desa-salem-kecamatan-pondok-salam
Similar Posts:
- Korban Kekerasan Seksual Membutuhkan Perlindungan
- Kegiatan Kampanye 16 HAKTP
- Pernyataan Sikap Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia
- Kekerasan di Pesantren: dampak Kesetraan yang Tidak Diajarkan dalam Pendidikan Berbasis Agama
- Anak Perempuan Menjadi Korban Kekerasan Seksual oleh Gurunya, Kok Bisa?