Oleh: Maman Abdul Rahman

Suatu ketika, saya dan tim Rahima beraudiensi ke Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri Agama (Wamenag). Waktu itu, Rahima sedang mengadvokasi Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR) di sekolah agama yang berada di Pesantren.

Berdasarkan assessment yang dilakukan Rahima pada waktu itu, ada empat kemungkinan materi SRHR masuk ke sekolah yaitu melalui integrasi ke pelajaran lain seperti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), pelajaran Biologi atau Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes), ekstra kulikuler, muatan lokal dan menjadi kurikulum tersendri.

Untuk bisa masuk menjadi kurikulum tersendiri, SRHR perlu payung hukum atau regulasi. Untuk itu, kami melakukan audiensi ke Wakil Meteri Agama. Harapannya, ada dukungan regulasi berupa Peraturan Menteri Agama (PMA) dalam mensosialisasikan SRHR di sekolah berbasis Pesantren.

Setelah berbasa-basi, kami menyampaikan tujuan kami beraudiensi yaitu meminta dukungan dari Kementerian Agama dalam bentuk regulasi untuk memasukan materi SRHR di sekolah agama di pesantren. Pada waktu itu, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dengan wajah yang lesu menyampaikan bahwa posisinya sebagai Wakil Menteri tidak mempunyai kewenangan untuk bisa membuat suatu regulasi di Kemenag, ia mengaku tidak mempunyai kewenangan yang memadai untuk melakukan itu. Akhirnya kami pulang dengan tangan hampa. Kami menyadari posisi Prof. Nasar saat itu. Meskipun kami sebenarnya berharap beliau bisa melakukan pendekatan dan “membisiki” Menteri Agama yang saat itu dijabat oleh Suryadharma Ali untuk melakukan intervensi ke sekolah berbasis pesantren terkait isu SRHR tersebut.

Waktu terus bergulir, saat ini, tidak diduga sebelumnya, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. diangkat menjadi Menteri Agama Republik Indonesia oleh Presiden Prabowo. Tentu Prof. Nasar sebagai Menag mempunyai kewenangan yang memadai untuk membuat regulasi dan melakukan intervensi secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan terkait penanganan kekerasan, khususnya kekerasan seksual di pesantren. Karena kekerasan seksual masih sering terjadi di pesantren.

Belum lama ini, kekerasan seksual terjadi lagi di pesantren. Enam orang santriwati berusia 15-18 tahun diduga mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh BN (40) Pimpinan Pondok Pesantren di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Data KPAI menunjukkan, kasus kekerasan anak terus meningkat, lebih dari 2.500 kasus dilaporkan pada tahun 2023. Sebagian besar terjadi di lingkungan pendidikan. Sebagaimana diungkap Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono dalam perbincangan bersama Pro3 RRI, Kamis (29/2/2024).

Saya termasuk orang yang optimis dengan Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. sebagai Menteri Agama baru untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pesantren. Apalagi payung hukum terkait hal tersebut sudah ada yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama, termasuk pesantren.

Selain itu, optimisme saya didukung oleh kenyataan bahwa Prof. Nasaruddin Umar selama ini, selain dikenal sebagai imam Besar Masjid Istiqlal yang inklusif, juga dikenal luas sebagai seorang aktifis keadilan gender yang peduli terhadap hak-hak perempuan.

Kiranya tidak berlebihan jika saya sangat berharap terhadap Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. sebagai Menteri Agama baru untuk menangani masalah kekerasan seksual di pesantren sebagai salahsatu fokus program yang perlu perhatian serius dari Kementerian Agama di samping program “bersih-bersih” kantor yang sedang digalakan.

Mungkin sebaiknya kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan hal ini menyampaikan langsung ke Pak Menteri. Semoga saja masih ada slot waktu Pak Menteri untuk bertemu dengan mereka. Tapi sepertinya mereka harus punya stok sabar yang cukup karena daftar antrian audiensinya cukup panjang. Kelompok-kelompok berkepentingan mulai banyak yang merapat ke Lapangan Banteng.

Satu hal lagi yang membuat optimisme saya meningkat adalah Pak Menteri ini seorang Profesor yang lahir dari rahim pesantren. Tentu beliau akan sangat peduli dan perhatian terhadap pesantren. Karena tidak mungkin beliau membiarkan rahim yang melahirkannya dirusak oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.  Wassalam. (MA)

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here