Oleh: Siti Nurmela
Kekerasan psikis dalam sebuah relasi berbasis gender sering terjadi, namun seringkali dianggap bukan masalah serius. Padahal kekerasan psikis berdampak negatif pada keberlangsungan kehidupan korban/penyintas.
Kekerasan psikis merupakan kekerasan yang membuat jiwa, mental, atau batin korban sakit. Kekerasan psikis membuat korban merasa takut, hilang kepercayaan diri, hilang kemampuan bertindak, tidak berdaya, atau mengalami penderitaan psikis, baik secara ringan maupun berat. Beban perempuan dalam menghadapi kekerasan psikis juga ganda, selain mendapatkan kekerasan psikis dari laki-laki, seringkali kekerasan psikis itu perempuan dapatkan dari sesama perempuan (Novianti et al., 2022).
Apakah perilaku tersebut selaras dengan Islam? Tentu tidak, sebagaimana dalam QS Al-Hujurat ayat 11 dijelaskan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim (QS. Al-Hujurat: 11).
Kekerasan psikis yang sering dialami perempuan diantaranya adalah dihina dan direndahkan tubuhnya, secara ekonomi, pendidikan, pekerjaan, hingga kehidupan rumah tangga. Selain itu, perempuan mengalami ketidakadilan sosial seperti stigmatisasi, subordinasi, dan marginalisasi.
Kekerasan psikis juga dapat berupa kekerasan verbal melalui kata-kata atau ucapan lisan yang mengandung intimidasi, ancaman, teror, cacian, serta kata-kata yang tidak pantas diucapkan yang membuat korban mengalami tekanan psikis, gangguan mental, dan mempengaruhi aktivitas kehidupan korban dalam kesehariannya (Rifqi, 2022). Kekerasan psikis tidak hanya terjadi di ruang nyata secara tatap muka, namun juga terjadi melalui ruang digital, melalui media online.
Beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan psikis yang berkaitan dengan gender adalah rendahnya kesadaran hukum, kuatnya budaya patriarki, serta kondisi ekonomi (Sulaeman et al., 2022). Secara spesifik, faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan psikis adalah relasi kuasa atau relasi tidak seimbang antara pelaku dan korban, karena pelaku mendominasi.
Kekerasan psikis berdampak terhadap terganggunya kesehatan mental korban/penyintas seperti mengakibatkan depresi, cemas dan takut secara terus-menerus, dan rasa rendah diri. Kondisi ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan harga diri korban/penyintas.
Kekerasan psikis juga berdampak pada kesehatan fisik. Stres berkepanjangan karena kekerasan psikis, dapat menimbulkan insomnia atau gangguan tidur. Bahkan stres kronis dapat memicu hadirnya penyakit jangka panjang, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan masalah kesehatan lainnya.
Kekerasan psikis juga berdampak terhadap kehidupan sosial korban/penyintas, karena dapat menyebabkan mereka mengisolasi diri karena manipulasi dari pelaku, atau karena stigma yang diterimanya. Kekerasan psikis juga berpengaruh terhadap ekonomi korban. Setelah menerima kekerasan psikis yang membuatnya trauma, korban dapat mengalami kesulitan untuk bekerja, mandiri secara finansial, dan tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari seperti sebelumnya.
Ibnu Arabi, pernah berwasiat, yang artinya: “Aku mewariskan, jangan merendahkan siapa pun dan apa pun dari ciptaan Allah Swt. Karena Allah Swt., tidak merendahkannya saat menciptakannya”.
Kita dapat saling mengingatkan agar kita semua dapat menjalankan relasi tanpa kekerasan psikis, juga tentunya tanpa kekerasan lainnya. Kita upayakan untuk membiasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan yang tidak benar, sehingga kita dan lingkungan kita terhindar dari kekerasan psikis.
Referensi
Al-Qur’an Al-Karim. Qur’an Kemenag in Word. (n.d.).
Novianti, L., Kusumawati, E., & Khilmatushofa, K. (2022). Fenomena Perempuan sebagai Subjek Kekerasan Berbasis Gender. Refleksi.
Rifqi, M. J. (2022). Multitafsir Penyebab Kekerasan Psikis dalam Rumah Tangga : Perlukah Visum et Repertum Psikiatrikum dalam Pembuktian? Legalite : Jurnal Perundang Undangan Dan Hukum Pidana Islam.
Sulaeman, R., Febrina Sari, N. M. W. P., Purnamawati, D., & Sukmawati, S. (2022). Faktor Penyebab Kekerasan Pada Perempuan. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal.