Oleh: Gigan Haigi
Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi setiap anak atau seseorang untuk belajar, melatih keterampilan dan menambah pengalaman. Namun, apa yang tampil di berbagai portal media akhir-akhir ini justru malah menambah daftar kelam sekolah atau perguruan tinggi tempat di mana bersarangnya pelaku kekerasan.
Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), telah terjadi kasus kekerasan di tahun 2024 sebanyak 573 kasus di Lembaga Pendidikan naik 100 persen dari tahun sebelumnya yakni 285 kasus. Kekerasan terjadi di lingkungan sekolah dengan persentase 64 persen, dan di Lembaga Pendidikan berbasis agama dengan persentase 36 persen. Bentuk kekerasan seksual dan bullying menjadi kasus tertinggi dengan mayoritas kekerasan seksual dialami oleh perempuan.
Lebih memprihatinkan lagi, JPPI mencatat dalam kasus kekerasan di lingkungan pendidikan, guru menjadi pelaku dengan persentase tertinggi yaitu 49 persen atau 229 orang. Tetapi, sebanyak 58 orang atau 10,2 persen guru juga menjadi korban kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan.
Kasus-kasus Kekerasan di Lembaga Pendidikan pada 2025
Pada Februari 2025, ada kasus guru SD berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, yang menjadi pelaku pelecehan seksual fisik terhadap muridnya. Berdasarkan hasil penyelidikan, pelecehan seksual tersebut dilakukan berulang kali sejak korban berada di bangku kelas 2 SD hingga kelas 1 SMP. Pelaku melakukan kekerasan seksual ini dengan memanipulasi korban yaitu dengan memberikan uang sebesar Rp. 15.000 setiap kali melakukan kekerasan seksual tersebut.
Kasus kekerasan seksual lainnya terjadi di Banjarmasin pada 10 Februari 2025, yang dilakukan oleh seorang guru di salah satu SMPN di Banjarmasin. Pelaku melakukan pelecehan seksual pada ketiga muridnya pada saat kegiatan kemah pramuka. Selain itu, kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi yang dilakukan oleh SAL, mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Riau (UIR). Kekerasan seksual ini dilakukan oleh pelaku kepada korbannya yang merupakan alumni UIR pada Agustus 2024.
Pada Januari 2025, terungkap kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh FS, Pimpinan Yayasan Rumah Tahfidz Al-Fatih di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kekerasan seksual ini dilakukan kepada tiga santri pelaku yang berusia anak-anak, yang dilakukan sejak Juni 2025. Hal ini dilakukan pelaku dengan mengancam santri agar tidak memberitahukannya kepada orang tua korban.
Kasus-kasus kekerasan seksual dengan berbagai macam bentuk di atas merepresentasikan kekerasan seksual yang dapat terjadi di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Hal ini menunjukkan darurat kekerasan seksual dan dibutuhkannya ruang aman terutama di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tidak menjadi ruang aman, terutama bagi kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan seperti anak-anak dan perempuan.
Kekerasan Seksual dalam Kacamata Agama Islam
Agama Islam melarang segala bentuk kekerasan dan penindasan, termasuk di dalamnya kekerasan seksual dalam bentuk apapun. Allah berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 9:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء، 19).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalang-halangi mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan saling menggaulilah kalian kepada mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’, 4: 19).
Islam melarang tindakan eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap semua orang, termasuk pada anak-anak dan perempuan. Dalam Q.S. An-Nur ayat 33, Allah melarang pemaksaan untuk melakukan pelacuran. Menurut sejumlah mufassir, ayat ini turun sebagai respon atas tindakan Abdullah bin Salul yang memaksa budak perempuannya yang bernama Musaikah untuk melacurkan diri demi keuntungannya. Di mana Allah berfirman:
وَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, jika mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa”. (QS. An-Nur: 33).
Selain itu, agama islam melarang umatnya melakukan sesuatu yang membangkitkan nafsu atau gairah seksualnya, seperti memegang anggota tubuh dari orang lain yang bukan haknya, bahkan memandang yang dapat menimbulkan syahwat juga dilarang. Allah juga memerintahkan kita untuk menjaga pandangan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah surah An-Nur ayat 30-31:
قُلْ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ يَغُـضُّوۡا مِنۡ اَبۡصَارِهِمۡ وَيَحۡفَظُوۡا فُرُوۡجَهُمۡ ؕ ذٰ لِكَ اَزۡكٰى لَهُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا يَصۡنَـعُوۡنَ
Artinya: “Katakanlah kepada Iaki-Iaki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS: An-Nur ayat 30).
Rasulullah saw bersabda, bahwasanya kepala seseorang yang ditusuk menggunakan jarum besi, itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya. Hadis ini sekaligus meneguhkan bahwa kekerasan seksual adalah perbuatan atau tindakan yang sangat dilarang oleh agama Islam karena dapat merendahkan martabat kemanusiaan.
Peran Lembaga Pendidikan
Berefleksi dari kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan di berbagai wilayah di Indonesia, terutama dengan mayoritas korban adalah murid dan pelaku memiliki relasi kuasa, setiap lembaga pendidikan perlu memperbaiki internal kelembagaan agar tindakan kekerasan seksual dapat dicegah dan ditangani berdasarkan konstitusi yang berlaku. Lembaga pendidikan dapat melakukan penguatan tata kelola lembaga melalui pelatihan pada civitas akademika terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Lembaga pendidikan memiliki mandat untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Lembaga pendidikan membutuhkan kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan memiliki Satuan Tugas yang berperan menjalankan kebijakan yang menjamin keamanan bagi semua elemen individu di dalam lembaga pendidikan.
Selain itu, lembaga pendidikan juga butuh memiliki ruang aman dalam pelaporan kasus, mengadakan atau memperbanyak alat keamanan seperti pemasangan CCTV di berbagai sudut sekolah dan ruangan. Hal ini dilakukan agar semua kegiatan di lembaga pendidikan dapat senantiasa dipantau melalui CCTV, dapat mencegah tindakan-tindakan kejahatan yang sering terjadi di tempat-tempat sepi, dan menjadi alat bukti jika terjadi kasus kekerasan.
Similar Posts:
- Islam dan Kekerasan Seksual terhadap Anak: Menyikapi Masalah yang Memprihatinkan
- Anak Perempuan Menjadi Korban Kekerasan Seksual oleh Gurunya, Kok Bisa?
- Korban Kekerasan Seksual Membutuhkan Perlindungan
- Kegiatan Kampanye 16 HAKTP
- Mengkaji Tentang Peran Laki-laki dalam Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender


