Istilah sakinah, mawaddah, warahmah atau sering disingkat Samawa, merupakan istilah yang sangat dikenal sebagai doa yang sering dipanjatkan bagi pengantin baru. Ketiga istilah ini diambil dari QS. ArRum 30:21 yang artinya:
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakanuntukmu pasangan (istri/suami) dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Sakinah. Secara sederhana sakinah dimaknai sebagai kedamaian. Kata sakinah disebut dalam beberapa ayat, yaitu QS. Al-Baqrah, 2: 248, QS. At-Taubah, 9: 26, dan QS. Al-Fath, 48: 4, 18 dan 26. Dalam ayat tersebut, kata sakinah dimaknai sebagai ketenangan atau ketentraman. Sakinah atau kedamaian itu didatangkan Allah Swt. ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi rintangan apapun. Berdasarkan arti kata sakinah dalam ayat tersebut, maka sakinah dalam keluarga bisa diartikan sebagai keadaaan yang tetap tenang meski menghadapi banyak rintangan dan ujian hidup.² Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Qira’ah Mubaadalah menyebutkan bahwa sakinah atau ketenangan dirasakan oleh suami dan istri dengan fondasi rasa dan sikap cinta (mawaddah) dan kasih (rahmah). Ketenangan ini dalam berbagai aspek, terutama spiritual, psikologi, ekonomi serta hubungan personal dan sosial.1Dalam Alquran, kata sakinah selalu dimunculkan dalam kata kerja seperti “litaskunu” pada surat ar-Rum ayat 21. Para ahli tafsir seperti al-Maraghi dan Jawwad Maghniyah menafsirkan kata tersebut dengan ungkapan yang beragam tetapi dengan satu semangat yaitu bahwa ayat tersebut sedang mengungkap tujuan berumah tangga yaitu untuk menggapai ketentraman jiwa dengan meraih kebahagiaan mawaddah dan rahmah demi kelanggengan rumah tangga. Bahkan lebih jauh Mughniyah mengatakan bahwa ayat di atas memuat tujuan perkawinan dalam Islam, di antaranya, menumbuhkan perpaduan dan kasih sayang, keadilan dan persamaan tidak saja diantara suami dan istri tetapi juga meliputi seluruh anggota keluarga.2
Mawaddah. Prof. Qurais Shihab dalam pengantar Alquran menjelaskan bahwa kata mawaddah diterjemahkan sebagai “cinta”. Istilah ini bermakna bahwa orang yang memiliki cinta di hatinya akan lapang dadanya, penuh harapan, dan jiwanya akan selalu berusaha menjauhkan diri dari keinginan buruk atau jahat. Ia akan senantiasa menjaga cinta baik dikala senang maupun susah atau sedih.3 Faqihuddin memaknai, mawaddah adalah rasa dan sikap cinta seseorang kepada pasangan, yang manfaatnya kembali pada dirinya, dan Ia merasa bahagia bersama pasangannya.4
Rahmah. Secara sederhana dapat diartikan sebagai kasih sayang. Istilah ini bermakna keadaan jiwa yang dipenuhi dengan kasih sayang. Rasa kasih sayangini menyebabkan seseorang akan berusaha memberikankebaikan, kekuatan, dan kebahagiaan bagi orang
lain dengan cara-cara yang lembut penuh kesabaran.5 Faqhuddin Abdul Kodir memaknai rahmah sebagai rasa dan sikap cinta seseorang kepada pasangannya yang membuatnya bergerak membuat pasangan tersebut bahagia.6
Jadi keluarga sakinah akan terwujud jika mawaddah dan rahmah itu muncul dari kalbu laki-laki dan perempuan, suami-istri, dalam satu tarikan nafas. Hal ini akan terwujud kalau ada relasi yang setara (al musawah), keadilan (al adalah), dan keseimbangan (at tawazun). Jadi tiga hal ini yakni sakinah mawaddah warahmah adalah inti dari hukum perkawinan dalam Islam. Jadi seluruh hukum perkawinan yang disarikan dari Alquran dan Sunah adalah untuk menjaga agar mawaddah dan rahmah tetap terbuka. Dengan demikian, baik suami maupun istri keduanya dituntut untuk aktif membahagiakan pasangannya dengan dorongan rahmah, sekaligus memperoleh kebahagiaan dari pasangannya dengan modal mawaddah. Artinya sakinah sebagai tujuan perkawinan adalah bersifat mubaadalah, di mana harus dirasakan oleh dua pihak pasangan, dan juga harus diproses secara mubaadalah oleh keduanya, sekaligus menjadi tanggung jawab bersama.7
Berdasarkan hasil penelitian pada aspek psikologi perkawinan, secara garis besar ada tiga komponen utama yang akan mempengaruhi bentuk dan dinamika hubungan antar suami istri, yaitu;
- Kedekatan emosional. Bagaimana pasangan suami istri merasa saling memiliki, saling terhubung dua pribadi menjadi satu, kedekatan emosi suami istri ini membuat rasa tentram sebagaimana firman Allah QS. Ar-Rum, 30:21.
- Komitmen. Yaitu bagaimana kedua pasangan suami istri mengikat janji untuk menjaga hubungan agar lestari dan membawa kebaikan bersama. Di dalam Alquran QS. An-Nisa 4: 21 disebutkan bahwa perkawinan adalah janji kokoh (mitsaqan ghalidhon). Dengan menjaga komitmen pasangan suami istri tidak mudah mengkhianati pasangannya. Dengan adanya komitmen pula, pasangan suami istri tidak mudah putus asa saat dinamika perkawinan terasa sangat berat.
- Gairah. Yaitu bagaimana dalam hubungan suami istri tercipta keinginan untuk mendapatkan kepuasan fisik dan seksual. Dalam Hadis Nabi dinyatakan bahwa perkawinan untuk menjaga mata dan alat kelamin/organ reproduksi (Aghadh li al-basyar wa ahshan li al-fajri). Selain itu, salah satu tujuan perkawinan adalah menghalalkan hubungan seks antara laki-laki dan perempuan.8
1Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubaadalah, IRCiSoD, Yogyakarta, 2019, hlm. 336.
2Evi Sofia Inayati, Agus Moh. Najib, dkk., Membangun Keluarga Sakinah dan Maslahah, PSW UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, bekerjasama dengan IISEP-CIDA, 2006, hlm. 16.
3Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam, Fondasi Keluarga Sakinah, Op. Cit, hlm. 11.
4Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubaadalah, Op Cit, hlm. 337.
5Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam, Fondasi Keluarga Sakinah, Ibid., hlm. 12..
6Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubaadalah, Op Cit., hlm. 337.
7Faqihuddin Abdul Kodir, Qira’ah Mubaadalah, Ibid. hlm. 337.
8Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam, Fondasi Keluarga Sakinah, Ibid., hlm. 42-43…