Hanifah Muyasarah atau yang biasa dipanggil Muyas lahir di Cilacap pada 19 Oktober 1969. Istri dari KH. Muhammad Syuhud Muchson, Lc. MH ini merupakan pengasuh pondok pesantren putri Al Ihya ‘Ulumaddin Kesugihan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Muyas juga menjadi dosen tetap dan Kepala Program Studi jurusan Komunikasi dan Penyiaran di Universitas Nahdlatul Ulama Al Ghazali (UNUGHA) Cilacap Jawa Tengah.  Ibu dari Inarotu Millati Azka ini menyelesaikan Pendidikan S2 di Universitas Soedirman Purwokerto Program Studi Ilmu Administrasi. Adapun pendidikan S1 ia tempuh di Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap, Program Studi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. 

Muyas aktif di organisasi perempuan seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan saat ini menjadi Presidium Nasional Kelompok Kepentingan Perempuan Buruh Migran KPI periode 2020-2025. Muyas merupakan simpul Rahima dan jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang fokus menyebarkan gagasan Islam adil gender. Ia juga turut menyampaikan hasil musyawarah keagamaan KUPI di pesantren dan komunitas. Pengetahuannya tentang pembelaan Islam terhadap perempuan tersebut pertama kali diperolehnya dari Masdar Farid Mas’udi pada 1998. Kemudian di tahun 2000 hingga 2002, Muyas berjumpa dengan Nyai Ruqoyah Maksum dan Kiai Faqihuddin Abdul Kodir dalam beberapa diskusi dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Rahima, perjumpaan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP).

Keterpanggilan dalam Mengadvokasi Isu Perempuan

Di tengah kesibukan mengasuh dan mendidik para santri dan mahasiswa, Muyas memiliki perhatian khusus pada persoalan perempuan. Ia kemudian membentuk Balai Perempuan (BP) Anisa pada 2002 yang dilatarbelakangi oleh situasi perempuan pekerja migran di Cilacap. Beberapa kasus yang ia temui seperti hilangnya kontak dengan keluarga, kekerasan (fisik, psikis, seksual dan ekonomi), dan perdagangan orang atau trafficking. BP Anisa tersebut  beranggotakan pedagang pasar, keluarga pekerja migran, pedagang gorengan, pedagang kue, buruh industri rumahan, dan lain-lain.

Melalui BP Anisa, Muyas tidak hanya memberikan pendidikan untuk membangun kesadaran bagi para anggotanya. Menurutnya, salah satu tujuan dibentuknya BP Anisa ialah agar perempuan memiliki pengetahuan luas, pemikiran kritis, dan  wawasan luas, sehingga mampu memberdayakan diri, keluarga, lingkungan, dan bangsa. Di BP Anisa, Muyas menjadi tempat untuk belajar dan berdiskusi bagi para anggota yang tidak sempat mengenyam bangku sekolah.

Muyas juga mengajarkan anggotanya untuk melakukan advokasi, terutama dari berbagai kasus yang masuk ke BP Annisa. Misalnya, kasus pekerja migran yang tidak dibayar, kasus kekerasan, dan lain-lain. Aduan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mengundang pihak-pihak terkait dan mendiskusikan langkah yang akan dilakukan. Dalam kerja-kerjanya, Muyas selalu berjejaring dengan organisasi-organisasi yang mempunyai visi serupa seperti perlindungan pekerja migran, baik di tingkat lokal, nasional, dan negara penempatan pekerja migran. 

Adapun dalam situasi pandemi Covid-19, Muyas berupaya untuk mencari solusi terhadap persoalan yang terjadi di komunitasnya. Ia melibatkan anggota BP Annisa untuk memberi suplai makanan bagi para santri di pesantren Al Ihya ‘Ulumuddin. Para anggotanya secara bergiliran menyediakan makanan untuk kebutuhan santri. Dengan begitu, ibu-ibu anggota BP Annisa dapat menyambung hidup melalui penjualan makanan di pesantren. 

Dalam kerja-kerjanya tersebut, Muyas menjadikan hasil musyawarah keagamaan KUPI sebagai rujukannya. Sebagai bagian dari jaringan ulama perempuan dan simpul Rahima, Muyas sangat getol menyuarakan tiga isu rekomedasi KUPI kepada jemaah, santri, dan mahasiswanya.

Pasca KUPI

Terdapat tiga isu besar perempuan yang direspons dalam musyawarah keagamaan KUPI pada 2017 lalu, yaitu perkawinan anak, kekerasan seksual, dan lingkungan. Isu kekerasan seksual dan perkawinan anak menjadi perhatian utama bagi Muyas. Ia menjadi bagian dalam advokasi isu perkawinan anak yang dilakukan oleh KPI pada 2017.  Di tahun tersebut, Muyas melakukan kampanye pencegahan perkawinan anak di Semarang, Jawa Tengah. Kampanye tersebut menghadirkan pemerintah daerah dan ormas dari daerah yang tinggi angka perkawinannya seperti Brebes, Demak, dan Jepara. 

Sedangkan untuk isu kekerasan seksual, Muyas intens melakukan edukasi pencegahan yang disampaikan di semua komunitasnya. Tidak hanya pencegahan, Muyas juga melakukan penanganan terhadap korban kekerasan seksual. Ia melakukan kerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) untuk pendampingan korban dan layanan shelter

Hasil musyawarah keagamaan KUPI menjadi fondasi bagi Muyas dalam memberikan pendidikan dan penyadaran tokoh agama yang selama mendukung perkawinan anak. Ia menaruh harapan besar untuk KUPI ke depannya. Pertama, KUPI mampu memberikan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan masyarakat seperti perlindungan pekerja migran, pencegahan radikalisme agama, dan lainnya. Kedua, KUPI mampu melakukan terobosan sistematis untuk meneguhkan keulamaan perempuan yang sejajar dengan ulama pada umumnya. Ketiga, KUPI mampu melibatkan ulama laki-laki pada isu-isu perempuan. Keempat, KUPI mampu memanfaatkan new media yang mudah diakses oleh masyarakat untuk melakukan edukasi terhadap masyarakat.

[Pera Soparianti]

Similar Posts:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here